Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Duri Antara Aku dan Tuhanku

8 Maret 2021   06:23 Diperbarui: 8 Maret 2021   07:34 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hari belakangan tenggorokan saya terasa ada yang mengganjal. Pada saat menelan ludah, makanan, maupun minum kadang terasa ganjalan tersebut. Sebelum kondisi ini terjadi, saya teringat sempat memakan ikan bawal bakar, hasil pancingan sendiri. Usut punya usut ada duri ikan yang ikut termakan namun tersangkut di tenggorokan.

Bagi kita yang pernah mengalami kondisi ini tentu sangat memahami betapa tidak enaknya saat ada yang mengganjal di tenggorokan. Padahal hanya sebuah duri kecil, namun mendatangkan ketidaknyamanan yang luar biasa. 

Banyak jalan yang orang tempuh agar bisa terbebas dari gangguan seperti ini, misalnya dengan menggelontorkan air minum sebanyak-banyaknya sehingga duri yang tersangkut tersebut bisa ikut terbawa. Ada juga yang mengkorek-korek tenggorokan dengan tangan, memancing perut untuk muntah sembari menyeret duri keluar tenggorokan.

Meskipun hanya sebuah duri ikan, pada saat dia tidak berada di tempat yang benar maka bisa mengganggu seorang manusia seperti yang saya alami di atas. Mungkin itu pula yang menyebabkan ada pepatah "seperti duri dalam daging", untuk menggambarkan bahwa sebuah gangguan kecil bisa menyebabkan ketidaknyamanan yang luar biasa. Dalam film-film atau realita orang ingin cepat-cepat menyingkirkan pihak-pihak yang "menjadi" duri dalam daging tersebut.

Duri menjadi penghambat sebuah proses, aktivitas, rutinitas yang seharusnya lancar tanpa hambatan. Keberadaannya yang mengganggu tersebut harus secepat mungkin dieliminasi. Rasa-rasanya tidak ada orang yang mau berdamai dan membiarkan ada gangguan dalam hidupnya meskipun sekecil duri.

Pun demikian hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang seharusnya mulus tanpa hambatan, tak terkecuali diganggu oleh berbagai macam duri. Ingatlah tujuan diciptakannya manusia seperti yang disampaikan Allah SWT   "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz Dzariyat: 56).

Artinya manusia harus mengelola hidupnya sehingga tujuan penciptaannya oleh Allah SWT bisa tercapai dengan baik. Ada suatu proses ibadah dan ketaatan terus menerus yang harus dilakukan manusia dan ditunjukan pada Tuhannya. Proses inilah yang harus dijaga agar lancar, bebas hambatan dari duri-duri yang muncul selama perjalanannya. 

Duri-duri tersebut yang dapat berupa, harta, tahta, pekerjaan, anak, istri, suami, keluarga, dan lainnya jangan sampai mengganggu, menghambat bahkan menghalangi keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

Kisah menarik pernah ditunjukkan oleh Umar bin Khattab ketika menyingkirkan "duri" yang menghalanginya beribadah pada Allah SWT.  Umar bin Khattab suatu hari pergi ke kebun kurma miliknya. Ketika pulang ia mendapati sejumlah orang telah rampung menunaikan sholat Ashar.

Seketika Umar berucap, "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, aku ketinggalan shalat jamaah!" Khalifah kedua ini kecewa bukan main lantaran tak sempat menunaikan shalat jamaah bersama mereka. Sebagai pelunasan atas rasa bersalahnya ini, ia pun melontarkan sebuah pengumuman di hadapan mereka. "Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk orang-orang miskin," ujar Umar.

Mungkin yang dilakukan Umar bin Khattab bisa dianggap ekstrem oleh orang jaman sekarang. Namun itulah bentuk kecintaan dan ketaatan seorang Umar pada Allah SWT, dimana dia berusaha membuang duri (dalam hal ini kebun kurma) yang mengganggu hubungannya dengan Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun