Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melukis Memori Baik pada Anak

16 Februari 2021   13:33 Diperbarui: 16 Februari 2021   13:56 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang punya romantika dan kenangan tersendiri atas masa kecilnya. Meskipun sudah beranjak dewasa bahkan terkadang menua, seringkali kita terngiang dan berselancar dalam momen-momen masa kecil yang pernah kita jalani. Ada banyak momen yang terekam selama masa kanak-kanak yang telah dijalani.

Namun tidak semua momen perjalanan hidup di waktu kecil bisa ter-reload dalam bayang pikiran kita. Biasanya hanya dua kategori momen yang gampang diingat kembali. 

Pertama, momen-momen yang membahagiakan, menyenangkan, berhubungan dengan hal-hal yang menggembirakan akan membekas dalam memori kita. Kedua, momen yang menyedihkan, menyakitkan, berhubungan dengan hal-hal yang tidak ingin dialami juga sangat membekas dalam memori.

Oleh karenanya persepsi kita tentang seseorang juga sangat ditentukan oleh interaksi dan pengalaman kita dengannya di waktu kecil. Kita bisa dengan mudah mengatakan (saat ini) seseorang katakanlah si A orang yang baik, ramah, perhatian mengingat di waktu kecil si A suka memberi uang, mainan, makanan atau hal lainnya yang membuat kita bahagia. Tak peduli sudah berapa puluh tahun tidak bertemu dan mengetahui perilaku si A keseharian di luar, pikiran alam bawah sadar kita akan spontan mengatakan si A orang baik.

Hal sebaliknya kita bisa mengatakan si B orang yang jahat, buruk, hanya gegara pada waktu kecil si B memperlakukan kita dengan buruk, suka membully, memalak, menyusahkan, menjahati. Ditambah mungkin si B bukan orang alim yang hobinya maksiat. Saat ditanya apakah si B orang baik, tentu kita secara reflek akan menyanggah dan berujar sebaliknya. Padahal sudah puluhan tahun berlalu dan si B sebenarnya telah bermetamorfosa memperbaiki hidup dan perilakunya. Namun tetap saja kekuatan memori pikiran membuat kita mengatakan sebaliknya, menegasikan fakta sebenarnya.

Sewaktu kecil (medio tahun 80 -- 90 an), setiap pulang sekolah (SD), Om (adik ibu) selalu menyediakan uang jajan untuk para keponakannya yang ditaruh di jendela kaca nako rumah kakek. Masing-masing anak dapat uang dengan jumlah yang sama dalam bentuk koin. Uang jajan sebesar 5 rupiah, lantas 10, 15, dan terakhir kalau tidak salah 25rupiah pernah kami terima. Pada waktu itu uang segitu sudah cukup untuk membeli es dan jajanan anak.

Sewaktu masih SD pula saya dibelikan sepeda BMX oleh si Om tersebut. Pada masa itu memiliki sepeda BMX merupakan idaman anak-anak. Alhamdulillah saya berkesempatan memilikinya atas kebaikan si Om yang berprofesi sebagai pedagang garam di pasar.

Jadi kalau ditanya orang apakah Si Om tersebut adalah orang baik? Maka dengan tegas saya akan menjawab bahwa beliau adalah orang yang sangat baik yang pernah saya kenal, tanpa memperhitungkan interaksi saya dengannya yang minim selepas saya dewasa. Hal ini karena memang saya ingin mengenang Om tersebut sebagai orang baik hingga akhir hayatnya, bukan keburukannya.

Oleh karenanya saya berkeinginan menyimpan dan mengenang memori-memori yang baik saja dari seseorang baik di masa kecil maupun setelahnya. Mengapa? Karena kekuatan memori yang telah dijelaskan diatas sangat dahsyat dalam penilaian kita akan seseorang. 

Sebuah adigium hukum mengatakan"lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah !". 

Coba bayangkan hanya gara-gara pengalaman buruk oleh seseorang di waktu kecil, maka membuat kita memvonis dia sebagai orang buruk, jahat, dan tidak perlu dibantu jika ada musibah atau kesusahan. Padahal dia telah bertransformasi menjadi orang baik tanpa kita sadari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun