Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukan Panggung untuk Aku, Tapi Kalian

13 Agustus 2020   14:10 Diperbarui: 13 Agustus 2020   14:31 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya sudah tidak butuh apa-apa lagi. Jabatan saya sudah masuk golongan tertinggi, tidak lagi butuh panggung. Saatnya sekarang panggung ini adalah milik kalian. Saya hanya akan menjadi pembuka dan penyedia panggung buat kalian.", begitu kata-kata yang dulu seringkali diucapkan oleh boss saya. Bagi beliau, kesuksesan dan kebanggan adalah ketika melihat anak buahnya bisa berperan lebih besar, lebih maju, dan lebih sukses dari dirinya baik dalam hal jabatan maupun lainnya. Maka dalam beberapa kesempatan ketika meeting dengan atasannya yaitu para direktur, si boss selalu berusaha membawa anak buahnya dengan harapan bisa mengorbitkannya di hadapan manajemen puncak.

Relasi antara atasan dan bawahan memang terkadang sesuatu yang cukup unik dan kompleks. Kalau tidak dipengaruhi oleh hubungan personal yang buruk dan saling bersaing, maka hubungan tersebut akan berjalan normal, lancar, dan baik-baik saja. Namun sebaliknya, ketika hubungan personal buruk dan persaingan muncul, maka relasi yang terjadi akan sangat panas, tidak sehat.

Memang sejatinya bagi saya seorang atasan adalah fasilitator bagi segenap anak buahnya untuk tumbuh dan berkembang. Tugas utama dari atasan adalah memastikan gerak tim yang dipimpinnya harmonis agar dapat mencapai target dan tujuan organisasi perusahaan. Tidak dipungkiri bahwa seorang atasan juga memiliki ambisi pribadi tentang karirnya.

Namun demikian kredo keberhasilan seorang atasan dan pemimpin pada umumnya adalah ketika mereka bisa melahirkan pengganti atau penerus yang lebih baik dari dirinya. Pada titik ini maka seorang atasan dituntut kebijaksanaan dan kedewasaannya dalam mengelola ego dan ambisinya. Bagaimana tidak, seorang atasan juga punya ambisi untuk naik ke posisi lebih tinggi, kalaupun tidak bisa minimal tetap bertahan di kursinya. Pada saat atasan tersebut mempunyai anak buah yang sangat bagus dan potensial melebihi dirinya, maka persepsi dia terhadap anak buah tersebut menentukan hubungan atasan bawahan ke depannya.

Ketika si atasan menganggap anak buahnya sebagai ancaman, maka mau tidak mau dia akan melakukan segala daya upaya untuk membendung anak buahnya berkembang dan memiliki akses ke kekuasaan atau pengambil keputusan di organisasi perusahaan. Atasan akan beranggapan si anak buah ini akan mendongkel kursi yang sekarang didudukinya.  Pasti akan tercipta banyak konflik dalam hubungan mereka selama beberapa jangka waktu ke depan. Perang ambisi dan ego akan terjadi, saling sikat dan sikut dengan menghalalkan berbagai cara.

Namun ketika si atasan justru berpikir sebaliknya bahwa si anak buah adalah sebuah peluang, harapan bagi organisasi mencapai kegemilangan, maka dia akan menerapkan kredo keberhasilan pemimpin diukur dari lahirnya penerus yang melebihinya. Pada kondisi ini si atasan akan menjadi fasilitator, mentor yang baik bagi anak buahnya untuk melangkah lebih jauh ke depan tanpa menganggapnya sebagi seorang saingan apalagi ancaman. Atasan akan bersikap bijak dan dewasa ketika bisa menerapkan hal tersebut pada anak buahnya.

Menjadi fasilitator bagi anak buah bukan berarti mematikan karir atasan, atau menempatkan dirinya selalu di belakang anak buah atau di belakang layar. Ada kalanya atasan tampil di depan sebagai pembuka jalan bagi anak buahnya. Ada pula masanya atasan berada paling depan sebagai bumper atau pelindung sekaligus pembela bagi anak buahnya ketika serangan dari luar gencar menerjang. Atasan harus paham betul peran sebagai fasilitator ini, sehingga mereka tidak terjebak dalam egoisme pribadi dan pergulatan kepentingan dengan anak buahnya.

Pada akhirnya ketika melihat anak buahnya sukses dalam menjalani karir, mendapat jabatan dan peran yang lebih besar dari dirinya, seorang atasan yang bijaksana akan merasa senang, bangga dan bersyukur. Kepuasan seperti ini adalah hal yang tak terukur, dibandingkan hanya atasan seorang yang sukses namun tak satupun anak buahnya yang bisa melebihi sukses si atasan. Maka menjadi tugas seorang atasan untuk menciptakan banyak panggung agar para anak buahnya bisa pentas dan mengorbit lebih tinggi.

Kelak di kemudian hari si atasan akan dikenal sebagai boss, atasan, fasilitator, mentor yang membawa kesuksesan pada para anak buahnya. Nama harum dan kejayaan ini pasti akan selalu dikenang oleh para mantan anak buahnya untuk diceritakan pada orang lain. Bukan mustahil pula menjadi inspirasi bagi mereka para mantan anak buah untuk berlaku seperti halnya sikap atasannya yang mau berkorban untuk kesuksesan anak buahnya tanpa harus merasa iri dan tersaingi. Kebaikan yang dibalas dengan kebaikan, begitu seterusnya hingga ujung waktu.

MRR, Bks-13/08/2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun