Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memuliakan Anak Yatim

17 Mei 2019   18:31 Diperbarui: 17 Mei 2019   18:53 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi seorang yatim di usia 37 tahun ternyata tidak menjadi mudah. Meskipun usia sudah cukup dewasa, namun kehilangan seseorang yang begitu membekas dan sangat mewarnai perjalanan hidup kita ternyata butuh proses menata hati. Bagaimana tidak, selama 37 tahun peran Bapak almarhum di samping Ibu begitu dalam, meninggalkan ajaran dan kenangan yang masih tertanam dalam relung hati saya yang terdalam.

Tentu butuh waktu beberapa saat untuk menyesuaikan diri. Biasanya ada sosok Bapak yang selalu siap sedia ketika saya membutuhkan apapun mulai dari nasehat atau referensi hadits tentang suatu persoalan sampai keperluan lainnya. Ketika kemudian sosok Bapak menghilang dari kehidupan kami, maka kehidupan harus terus berjalan, petuah dan ajarannya tetap dijalankan. Hanya doa yang kemudian kami panjatkan untuk almarhum Bapak.

Sekarang coba bayangkan ketika seorang manusia ditinggalkan oleh bapaknya dan menjadi yatim ketika masih anak-anak. Tentu kondisinya jauh lebih kompleks dibanding ketika saya ditinggal Bapak. Ada aspek kelangsungan hidup yaitu pendapatan, pelindung, kepala rumah tangga pembimbing, pendidik anak yang kemudian menghilang. Bagi istri yang ditinggalkan berat, bagi anak yang ditinggalkan sama beratnya.

Seumur hidup si anak yatim akan kehilangan sosok Bapaknya. Silahkan anda bayangkan sendiri bilamana kita yang mengalaminya. Mudah-mudahan saja kuat, kalau tidak kuat tentu akan menjadi persoalan tersendiri. Menjadi anak yatim itu bukan pilihan, lebih pada ketetapan Tuhan. Emang ada ceritanya orang bisa menghindari malaikat maut yang datang menjemput.

Sudah banyak cerita hidup ketika seorang anak ditinggal orang tuanya dan menjadi yatim. Ada yang hidupnya kelam, ada yang penuh kesusahan, ada yang harus hidup di panti asuhan, namun ada juga beberapa yang sukses dalam menjalani kehidupannya dalam kondisi yatim. Satu kesamaan bagi anak yatim, terasa berat saat pertama kali mendapatkan kenyataan bahwa Bapak atau orangtuanya meninggal. Selanjutnya adalah bagaimana dia berdamai dengan kenyataan untuk tetap melangkah menjalani hidup. Saat-saat seperti inilah kadang dukungan moral dan material dari orang lain  begitu diperlukan.

Tantangan menjalani kehidupan sebagai anak yatim itu lah yang seharusnya memupuk rasa kemanusiaan kita untuk dapat meneguhkan mereka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini", kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya (hadits riwayat Bukhori).

Janganlah sekali kali menghardik dan meremehkan anak yatim. Merekalah tempat ladang amal kebaikan yang kita bisa implementasikan. Jangan sia-siakan keberadaan mereka, ulurkan tangan dan perasaan untuk dapat menyantuni mereka. Kehidupan seorang anak yatim tidak semudah anak-anak yang orang tuanya masih utuh.

Mudah-mudahan kita semua bisa memperhatikan anak-anak yatim di sekitar lingkungan kita. Apalagi di dalam bulan ramadhan, tentu menyantuni anak yatim menjadi suatu amal yang istimewa. Bagi perusahaan, rutinkanlah santunan pada anak yatim, kalau belum bisa bulanan maka setahun sekali waktu bulan ramadhan juga tidak apa-apa yang penting sudah ada kemauan dan konsisten menjalankannya.

Jangan-jangan atas doa anak-anak yatim yang kita santuni itulah yang membuat hidup kita sukses, berada di jalan lurus yang menghantarkan kita ke surga. Barangkali pula doa-doa anak yatim pula yang menjadikan suatu perusahan yang menyantuninya menjadi tumbuh besar dan terus berkembang di tengah ekonomi yang lesu.


MRR, Jkt-17/05/2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun