Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Brayan Urip", Laku Kehidupan yang Mulai Memudar

24 September 2018   15:51 Diperbarui: 24 September 2018   16:29 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari sudah malam ketika sepeda motor yang kami naiki terasa tidak stabil di bagian depan. Dalam hati saya menduga kalau ban depan kempes. Rasa penasaran membuat saya menghentikan sepeda motor dan mengecek kondisi ban depan. 

Ternyata dugaan saya benar, ban depan motor kempes padahal baru dipompa sejam yang lalu. Pikiran saya langsung menyimpulkan bahwa ini bocor dan harus segera mencari tukang tambal ban.
Sepeda motor tetap saya naiki bersama si anak sulung saya sembari mencari tambal ban.

Setelah kira-kira 500 meter berkendara, ketemulah kami dengan tukang tambal ban. Saat itu ada satu pasien yang hanya sedang tambah angin ketika kami datang. Langsung saya tanyakan apakah bisa  menambal ban kami yang bocor dan langsung si Bapak tukang tambal ban mengiyakan. Alhamdulillah, problem ban bocor bisa tertangani.

Baru 3 menit memegang sepeda motor saya, pasien ban bocor berikutnya datang. Seorang pria dengan satu orang yang kemungkinan istrinya beserta dua anak kecil naik sepeda motor matic. Si Pria menghampiri si Tukang tambal ban dan menanyakan apakah masih lama dalam menambal ban punya saya. Jawaban si Tukang tambal ban cukup mengejutkan saya. 

"Di depan ada tukang tambal ban mas, sebelah kanan jalan tidak jauh dari sini, kesana saja," kata si Tukang tambal ban. Si Pria bertanya "nanti tutup pak". "Tidak mungkin tutup, selalu buka kok" jawab si Tukang tambal ban. Si Pria pun bergegas membawa motornya ke tempat yang dimaksud si Tukang tambal ban sembari menitipkan istri dan anaknya tetap di situ.

Selesai mengecek ban, baru diketahui jika ban dalam sepeda motor saya bocor di bagian dopnya. Karena dopnya sudah pernah ditambal maka si Tukang tambal ban tidak bisa memperbaikinya. 

Saya pun meminta diganti ban baru namun sayang persediaan yang dia punya habis. Kemudian dia menawarkan untuk membelikan di tukang tambal ban temannya yang tadi disarankan pada si Pria. Saya berikan uang, dan si Tukang tambal ban bergegas jalan ke tempat temannya.

Lima menit berselang si Tukang tambal ban datang sembari menenteng sebuah ban dalam. Dia katakan bahwa ban dalam baru juga habis di tempat temannya, adanya yang bekas namun masih baik dan harganya dua puluh ribu rupiah. Saya tidak mempermasalahkan dan meminta dia untuk segera memasangnya. Saat si Tukang tambal ban bekerja saya pun berbincang-bincang dengannya. 

"Pak, sampeyan kok tadi menolak rejeki. Ada orang datang mau nambal ban malah disarankan pergi ke tukang tambal ban lainnya. Biasanya itu orang berbuat bagaimana caranya agar konsumennya tidak pergi, kan tinggal ngomong sebentar pasti si Pria mau menunggu," kata saya padanya dengan serius. Si Tukang tambal ban menjawab "saya tadi tahu kalau si pria dia buru-buru, sementara saya sedang memegang kerjaan ini, pasti tidak bisa cepat, jadi saya sarankan ke tukang tambal ban depan".

"Berarti sampeyan tidak takut kehilangan rejeki ya" cakap saya padanya. "Ora mas, namanya juga brayan urip. Lagian tukang tambal ban depan itu juga teman saya. Jadi ya begitulah namanya brayan urip" cetus si Tukang tambal ban. 

"Bener juga sih pak, kalau sampeyan tidak mau brayan urip dengan tukang tambal ban lainnya, maka saat persediaan ban sampeyan habis kaya saat ini maka sampeyan tidak bisa ambil atau beli ke dia ya. Ujung-ujungnya konsumen sampeyan kaya saya ini yang sengsara ya" timpal saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun