Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersyukurlah Maka Ikhlas Akan Datang

13 September 2018   15:45 Diperbarui: 13 September 2018   16:00 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jabatan itu hanya titipan, amanah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Namanya titipan maka suatu saat jabatan akan diambil dari kita. Suka tidak suka, mau tidak mau harus mempersiapkan diri dan hati apabila suatu saat kita kehilangan jabatan atau posisi.

Sepertinya untuk mengucapkan "saya ikhlas" ketika dicopot dari jabatan adalah hal yang mudah diucapkan. Namun sesungguhnya yang terberat adalah mengikhlaskan hati akan lepasnya jabatan. Karena ikhlas tidak hanya di mulut namun harus tercermin dalam kerelaan hati.

Kerelaan hati memang sesuatu yang tidak datang tiba-tiba. Seorang teman yang sudah lama malang melintang di beberapa perusahaan terkemuka bercerita bahwa dia baru kehilangan jabatannya. Pemilik modal mengganti dirinya dengan orang lain. Dia menceritakan bahwa jabatan bukan punya dia, jadi harus siap kapan saja menjadi orang biasa.

Teman saya berkata bahwa dia ikhlas, dan dia butuh sejenak untuk menata hati. Yang menarik bagi saya adalah bahwa dia mengatakan ikhlas namun saat yang bersamaan butuh menata hati. Dapat saya simpulkan bahwa belum sepenuhnya dia ikhlas, karena keikhlasan tidak memerlukan penataan hati.

Ikhlas itu tidak perlu diucapkan, karena dalam ucapan seringkali kita sedang mempertontonkan ketidakikhlasan. Ketika mendapatkan sesuatu yang tidak kita harapkan, teruslah berucap syukur pada Allah subhanahu wa ta'ala. Syukur itulah yang akan menjadikan kita ikhlas. 

Saya suka mengatakan, kalau memberi sumbangan jangan menunggu hati ikhlas, karena kalau menunggu ikhlas bisa-bisa tidak jadi memberikan sumbangan. Orang yang membutuhkan sumbangan seperti korban gempa bumi tidak akan menanyakan sumbangan kita ikhlas atau tidak, yang mereka butuhkan adalah bantuan yang cukup.

Ikhlas adalah urusan kita dengan Allah, maka daripada anda mau menyumbang untuk korban bencana gempa bumi Lombok sebesar 1 juta rupiah tapi ikhlas atau 10 juta rupiah tapi tidak ikhlas, maka saya akan sarankan agar anda sumbang 10 juta rupiah saja. Toh saat anda menyumbang 1 juta rupiah, tidak ada jaminan di suatu hari nanti tidak mengungkit-ungkit sumbangan tersebut. Saat anda mengungkit-ungkit sumbangan tersebut di kemudian hari, apakah dapat dikatakan sumbangan telah diberikan dengan ikhlas?

Latihlah keikhlasan dengan banyak memberikan sedekah pada orang lain. Saat hati menolak untuk bersedekah, maka kita harus melakukan sebaliknya. Ikhlas dan syukur adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa rasa syukur, sangat sulit mencapai keihklasan hati. 

Namun apapun keadaan, nasib, dan aktivitas yang kita alami dan kerjakan jika diselimuti rasa syukur maka akan mendatangkan ketentraman hati. Kalau seorang buruh bangunan, tukang las, direktur, pemilik perusahaan saling iri satu sama lain dan tidak mau mensyukuri hidupnya maka tatanan keseimbangan sosial akan terganggu. Orang akan saling sikat dan menjatuhkan satu sama lain untuk mencapai keinginannya.

Saya teringat nasihat dai sejuta K.H. Zainudin MZ. Beliau mengatakan untuk urusan akhirat kita harus memandang keatas, berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan mencari pahala dan ridha Allah. Namun untuk urusan dunia kita harus sering melihat ke bawah, agar kita bisa terus bersyukur dan tidak menjadi sombong.

Ah rasanya masih banyak laku dan latihan agar mampu menjadi manusia yang selalu bersyukur dalam semua keadaan. Saya bersyukur, maka hati pun akan merasakan keihklasan yang hakiki. Firman Allah dalam surat An-Nis':125 - "Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya."

MRR, Bks-13/09/2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun