Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemuliaan Tidak Diukur dari Apa Profesimu

11 Juli 2018   16:35 Diperbarui: 11 Juli 2018   16:46 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sewaktu SD dulu saya bersama-sama saudara seringkali diingatkan agar giat belajar menuntut ilmu. Harapan dari orang tua dan keluarga dengan giat belajar maka kami menjadi pandai, dengan menjadi pandai dan sekolah setinggi mungkin maka kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan menjanjikan akan semakin besar.

Kadang-kadang sering pula banyak orang dulu memotivasi anaknya untuk giat belajar dengan mengatakan "kamu harus belajar yang rajin biar pintar, tidak menjadi tukang becak". Profesi tukang becak dijadikan rujukan agar seorang anak giat belajar karena dianggap sebagai suatu profesi yang rendah, tidak berduit dan hidupnya kekurangan. Bertahun-tahun ketika saya kecil mendengar orang memotivasi anaknya dengan kata-kata tersebut.

Sesungguhnya di hadapan Allah, seseorang itu tidak dinilai dari profesi apa yang dijalaninya selama di dunia. Tukang becak, tukang batu, tukang parkir, pegawai negeri, pengusaha, direktur dan lain-lainnya adalah profesi yang terhormat, mulia, selama dijalankan dengan cara-cara yang baik dan benar serta menghasilkan sesuatu dengan jalan yang halal. Ada orang yang mempunyai jabatan tinggi dengan gaji selangit, adapula sebaliknya. 

Apakah kemudian kita berhak mengatakan bahwa seseorang dengan jabatan rendah bahkan dianggap hina dengan pendapatan tidak tentu sebagai rujukan agar kita tidak menjadi seperti mereka dan membandingkannya?

Padahal kalau dirunut ke belakang, dahulu kalau ditanya orang mengenai cita-cita saat saya masih sangat kecil yaitu waktu TK sampai SD adalah menjadi kernet bus Mandalasari, sebuah bis malam dengan bodi besar. 

Saya belum tahu apa itu presiden, astraunot, Banker dan profesi-profesi lainnya yang saat ini dianggap keren. Bagi saya dulu menjadi kernet bus tersebut keren, bisa bepergian kemana saja gratis. Jadi kalau sekarang saya menjadi pegawai perusahaan papan atas berarti sudah melebihi target dari cita-cita pertama saya menjadi kernet bus.

Bagi saya semua profesi yang baik dan halal maka sudah pasti mulia. Kemuliaan tidak diukur dari jumlah pendapatan yang dihasilkan, namun dari niat dan usaha tiap orang dalam menjalankan profesinya dengan baik dan benar. Oleh karenanya saya tidak memaksa kelak anak-anak harus mempunyai atau menjalanai profesi tertentu. Terserah mereka mau jadi pedagang, pengusaha, karyawan, dokter dan lain sebagainya asalkan pekerjaan itu halal dan mereka harus mempunyai rasa tanggung jawab atas pilihannya.

Tugas saya sebagai orang tua hanya memfasilitasi pendidikan sebaik dan setinggi mungkin bagi anak-anak sembari mengajarkan arti tanggung jawab. Memantau dan memotivasi agar mereka semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar tentu menjadi tugas lainnya yang juga tidak terpisahkan. Pada saat nanti mereka memilih profesi yang akan ditekuninya maka sebagai orang tua, saya harus memastikan bahwa mereka memilih karena memang merasa senang dan menjalaninya dengan penuh passion.

Oleh karenanya saya tidak memusingkan bila anak saya mendapat nilai matematika 5, olahraga 7 serta angka merah untuk mata pelajaran lainnya di buku raport. Bahkan anak tidak naik kelas pun saya tidak akan malu dan lantas memarahinya selama saya tahu bahwa dia telah sungguh-sungguh berusaha. Setiap anak itu unik, dibekali dengan kemampuan, kelebihan dan kekurangan masing-masing. 

Saya mempercayai setiap anak punya bakatnya masing-masing dan jalan rezeki sendiri-sendiri. Jangan pernah khawatir, rezeki mereka tidak tergantung dari bagusnya nilai-nilai akademik atau tingginya gelar pendidikan.

Sekali lagi sebagai orang tua tugas kita pada anak-anak hanya mengajarkan kebaikan, memfasilitasi pendidikan mereka dan mengajarkan nilai-nilai agama serta tanggung jawab. Urusan cita-cita dan profesi biarlah menjadi pilihan mereka masing-masing. Toh pada akhirnya kemuliaan seseorang itu tidak dinilai dari bergengsinya profesi, namun sekali lagi dinilai dari ketakwaan kita pada Allah subhanahu wa ta'ala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun