Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Darah Juang, Demonstrasi, dan Nasib Reformasi

21 Mei 2018   21:10 Diperbarui: 22 Mei 2018   01:32 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami mahasiswa UGM saat itu dari semua fakultas berjalan kaki dari Bulaksumur menuju alun-alun utara. Sepanjang jalan masyarakat Yogyakarta menyediakan makanan dan minuman gratis untuk semua peserta aksi damai Pisowanan Agung. Pisowanan Agung diakhiri dengan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam VIII yang mendukung gerakan reformasi.

Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:

  • Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
  • Laksanakan amandemen UUD 1945,
  • Hapuskan Dwi Fungsi ABRI,
  • Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,
  • Tegakkan supremasi hukum,
  • Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN

Dari semua agenda reformasi tersebut sebenarnya yang paling menjadi ruhnya adalah melengserkan rezim Soeharto yang saat itu dianggap sebagai musuh utamanya.

Tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto memutuskan mundur dari jabatannya dan seketika pula BJ Habibie diambil sumpahnya sebagai presiden Republik Indonesia. Mulailah dimulainya era baru dalam demokrasi Indonesia yaitu orde reformasi.

Nasib Orde Reformasi

Perjalanan reformasi telah 20 tahun lamanya sejak mundurnya Soeharto sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Beberapa agenda telah tercapai seperti turunnya Soeharto, dihapusnya Dwi fungsi ABRI dan adanya otonomi daerah. 

Namun agenda besar untuk membawa Indonesia menuju lebih baik dalam hal kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan menjadi hal yang pantas untuk dikritisi bersama.

Tumbangnya Soeharto sebagai musuh bersama tidak lantas digantikan dengan kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan sebagai musuh bersama. Pelaku reformasi telah berhasil menumbangkan rezim namun masih gagal mengangkat kesejahteraan rakyat sebagi suatu tujuan bersama.

Keran demokrasi yang tiba-tiba terbuka setelah 32 tahun dikekang ditandai dengan lahirnya puluhan partai politik, bandingkan dengan sebelumnya yang cuma tiga yaitu PPP, PDI dan Golongan Karya. 

Para pelaku reformasi pun berbondong-bondong masuk ke dalam partai politik, paling jelek sebagi simpatisan. Mungkin tujuan awalnya mulia untuk tetap membawa agenda reformasi dalam salah satu pilar Trias politica, namun saat masuk dalam partai politik banyak di antaranya yang mengalami kegagalan.

Kegagalan mewujudkan agenda reformasi secara menyeluruh, karena kemudian para pelaku reformasi menjadi para politisi yang cenderung memikirkan diri dan kelompoknya sendiri. Rasa-rasanya kegagalan menemukan musuh bersama layaknya tahun 1998 telah turut menghantarkan partai politik yang kemudian mengaku reformis gagal dalam menawarkan ide-idenya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun