Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pusing yang Lebih Pusing

30 Januari 2018   14:21 Diperbarui: 30 Januari 2018   14:27 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jaman SD sampai SMP saya termasuk seorang pemabuk berat, baru jalan sebentar sudah mabuk. Bagi saya naik angkutan umum, baik model mobil MPV maupun bus membuat hati deg-degan karena sebagai golongan pemabuk maka muntah-muntah dalam angkutan umum sudah menjadi rutinitas setiap kali bepergian. Beberapa buah tas kresek tidak pernah lepas dari kantong celana, sebagai persiapan jika mabuk dan harus muntah. Sebelum berpegian jauh menggunakan mobil atau bus biasanya saya meminum obat anti mabuk seperti antimo, karena kadang antimo tidak mempan maka petuah orang tua agar makan ubi kayu mentah juga saya lakoni semata-mata untuk menghindari mabuk kendaraan. Sampai akhir SMP rasa-rasanya obat pabrikan atau ramuan tradisional orang tua tidak bisa menghilangkan mabuk kendaraan dari diri saya.

Hingga akhirnya saat kelas 2 SMA saya ikut sebuah seni bela diri tenaga dalam yang berpusat di Yogyakarta. Saat mencapai jurus Mim, saya harus mengikuti gerakan berputar putar, ke kanan dan ke kiri. Saat menjalankan gerakan jurus Mim ini sangat berat rasanya, karena perputaran tubuh ini membuat saya sangat pusing, namun karena dilakukan bersama-sama dengan kawan-kawan lainnya maka semangat saya tetap tinggi untuk melakukannya. 

Setiap minggu saya latihan 2 kali, setiap bulan secara kasar berarti 8 kali latihan, setiap menjalankan jurus Mim taruhlah waktu yang dibutuhkan 5 menit, maka dalam sebulan minimal saya 40 menit muter-muter dan berada dalam kepusingan. Lambat laun setelah sebulan menjalankan jurus Mim maka kepala sudah terasa enteng, tidak sepusing saat dulu pertama kali melakukannya.

Ajaib, setelah familiar dengan jurus Mim, saat bepergian menggunakan mobil pribadi maupun angkutan umum perilaku mabuk dan muntah yang dulu selalu menghinggapi tiba-tiba hilang. Meskipun menempuh jalan berkelok-kelok, pegunungan, naik turun, ternyata tidak lagi membuat saya mabuk dan muntah. Akhirnya saya terbebas dari kebiasaan mabuk dan muntah ketika bepergian menggunakan kendaraan roda empat maupun bus. 

Rupa-rupanya kepusingan yang saya alami ketika memperagakan jurus Mim lebih menyiksa dan lebih berat daripada pusing akibat mabuk darat, sehingga ketika menggunakan angkutan darat rasa pusing yang sebelumnya berpengaruh menjadi sangat tidak terasa alias hilang. Ibarat orang biasa mengangkat beban 10 kg maka ketika disuruh mengangkat beban 1 kg menjadi sangat tidak terasa.

Kejadian yang sama saya alami dengan makanan yang dikenal dengan Bakso. Dulu jaman SD sampai kuliah ada satu bakso di daerah asal saya yang sangat terkenal, sebut saja Bakso si Doel, bagi saya rasanya terbaik diantara yang pernah saya makan. Belakangan ketika saya sudah merantau dan bekerja di Jakarta, kerapkali ketika mudik saya mencoba mencicipi bakso si Doel, namun saya tidak merasakan sensasi, keenakan dan kenikmatan rasa seperti dulu jaman SD sampai kuliah. Sempat saya tidak percaya, dan di kesempatan yang lain saya ulangi lagi makan Bakso si Doel, namun tetap saja sudah hilang kenikmatan yang dulu saya rasakan.

Usut punya usut perihal Bakso si Doel saya punya jawabannya. Saat sudah bekerja dan berkeliling banyak tempat, maka khasanah kuliner saya bertambah, merasakan rasa bakso di berbagai tempat, berbagai warung atau restoran dengan rasa yang sangat beragam dari kurang enak hingga enak sekali. Nah karena terbiasa merasakan bakso yang lebih enak dari bakso si Doel, maka standar lidah saya menjadi naik, sehingga ketika mencicipi bakso si Doel rasanya menjadi kurang enak. Hal ini tidak terjadi karena bakso si Doel mengubah resep, bumbu, dan teknik pembuatan baksonya, namun semata-mata standar lidah saya naik kelas.

Begitulah yang terjadi dalam kehidupan sehari hari, kepahitan hidup yang kita alami seharusnya membuat kita semakin kebal dan meningkatkan rasa syukur. Semakin pahit hidup yang kita alami, semakin bisa kita menghargai arti usaha, arti rejeki, arti kenikmatan. Bagi orang yang terbiasa makan dengan lauk garam, maka makan dengan lauk ayam terasa akan sangat nikmat, sangat mewah kalau bisa dikatakan demikian. 

Dalam cobaan hidup, pasti ada pelajaran yang akan membuat kita tambah kuat dan menjadi lebih baik. Semua kesuksesan diraih dari perjalanan selangkah demi selangkah, jarang sekali yang tidak melalui suatu proses namun bisa langsung sukses, kecuali berjudi maupun menang lotere.

Tentu saja proses perjalanan hidup, baik pahit maupun manisnya harus selalu kita ingat. Kalau sekarang kita kaya, harus diingat bahwa dulu kita pernah melarat sehingga sikap dan jiwa kita masih menginjak bumi, tidak menjadi sombong dan meremehkan orang miskin. Begitu pula ketika sampai sekarang hidup kita masih pahit, ingatlah pahit yang lebih pahit dari yang sedang kita alami, maka niscaya kita akan bersyukur dengan kondisi saat ini.

Firman Allah dalam Surat Ibrahim ayat 7:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun