Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ongkos Politik dan Perselingkuhan

16 Januari 2018   11:49 Diperbarui: 16 Januari 2018   12:40 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Desas-desus yang beredar belakangan ini di media massa adalah diperlukan minimal 300 milyar rupiah bagi seorang calon gubernur untuk modal berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah. Jumlah sebesar itu kata orang masih termasuk paket hemat, kalau paket komplitnya tidak bisa terbayang sejumlah berapa. Kata kabar angin duit yang begitu besar diperlukan buat membayar saksi, sosialisasi program calon, kampanye termasuk menanggap hiburan dan kegiatan lainnya untuk meningkatkan elektabilitas calon gubernur.

Kalau untuk calon gubernur butuh 300 milyar rupiah bagaimana dengan calon presiden, berapa puluh kali lipat alias triliunan rupiah yang harus disiapkan sebagai ongkos politik. Jadi ketika terjadi pemilihan umum untuk memilih presiden, gubernur, dan bupati bisa dibayangkan putaran uang puluhan triliunan rupiah dalam pesta demokrasi tersebut. Uang tersebut merupakan ongkos politik yang bisa kembali ataupun hilang amblas tak berbekas.

Menghitung uang politik katakanlah sebesar 300 milyar rupiah, tentu rasanya menjadi tidak masuk akal bagi seseorang untuk menghabiskannya dari dana pribadi untuk hanya sekedar menjadi seorang gubernur. Rasa-rasanya saya tidak ikhlas menghambur-hamburkan uang ratusan milyar rupiah untuk sesuatu yang tidak pasti. Tentulah ongkos politik tersebut merupakan hasil saweran dari para pendonor (cukong) si calon gubernur untuk membiayai pencalonannya dalam kompetisi PILKADA. Mungkin si Calon Gubernur ada sumbangsih modalnya, tapi hanya sebagian kecil saja.

Hitung-hitungan ekonomi, kalau kita punya uang 300 milyar rupiah dan uang tersebut didepositokan dengan bunga 6% pertahun, maka setiap tahun kita akan mendapatkan bunga sebesar 18 milyar rupiah yang artinya per bulan kita berpenghasilan sebesar 1,5 milyar rupiah dari bunga deposito atas uang 300 milyar rupiah tersebut. Bandingkan dengan gaji gubernur DKI Jakarta yang hanya sekitar 8,4 juta rupiah ditambah tunjangan operasionalnya maka pendapatannya perbulan menjadi Rp. 751.800.000.

Pendapatan perbulan gubernur DKI Jakarta saja yang pendapatan asli daerahnya termasuk besar masih kalah dengan bunga deposito dari uang 300 milyar rupiah tadi, bagaimana gubernur propinsi lainnya. Jadi kalau dari segi pendapatan, buat apa bernafsu menjadi gubernur atau pemimpin daerah apabila ongkos politiknya lebih mahal daripada pendapatan yang akan diperoleh dari jabatannya. Iya kalau terpilih dan memenangkan pemilihan, kalau tidak itu namanya rugi bandar, menguap tanpa bekas.

Tidak ada makan siang gratis, menurut saya idiom yang cukup pas untuk menggambarkan hubungan antara ongkos politik dan jabatan yang diperebutkan. Barangkali hampir tidak ada cukong yang mau membantu menopang dana kampanye sedemikian besar tanpa imbalan apa-apa. Disinilah terjadi kolaborasi antara penguasa terpilih dengan para donatur atau cukongnya untuk mengembalikan dana kampanye yang telah dikeluarkan.

Bisa jadi para cukong memperoleh kemudahan usaha atau bisnis, bisa jadi mereka mendapatkan proyek ataupun bentuk lainnya. Kalau seseorang mengeluarkan uang 300 milyar rupiah maka target utamanya adalah mengembalikan uang sebesar itu sebagai pokoknya, setelah itu tentu harus memperhitungkan cost of money dari uang tersebut, maka pasti yang dikembalikan harus lebih dari 300 milyar rupiah.

Biaya politik yang sangat besar tersebut akan memacu lahirnya perselingkuhan antara penguasa dan para cukong, atau pengusaha yang terlibat di dalamnya. Berbagai kreatifitas dibuat agar uang yang sudah diinvestasikan harus kembali. Oleh karenanya tidak heran jika di proyek-proyek negara mark up proyek masih kerap terjadi, korupsi tetap jalan, menurunkan spesifikasi dan kualitas hasil pekerjaan sudah umum terjadi, dimana ujung-ujungnya hal itu adalah usaha untuk mengembalikan uang yang sudah keluar selama masa kampanye sekaligus mengambil keuntungan dari investasi uang tersebut. Bukankah uang pengembalian tersebut berasal dari uang negara, uang yang dikumpulkan dari rakyat dan seharusnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat luas.

Bagaimana mengharapkan orang-orang baik, jujur, tapi tidak punya uang dapat tampil dan menjadi calon pemimpin atau penguasa bila ongkos politik yang harus ditanggung sangat besar? Tentu itu menjadi masalah bersama yang harus dipecahkan. Salah satu caranya adalah dengan membiayai keperluan kampanye atau ongkos politik dari semua calon kepala daerah, bupati, gubernur, atau presiden dengan porsi dana yang sama untuk semua calon.

Semua ongkos politik ditanggung oleh negara, tidak perlu ada donatur atau cukong-cukong yang memback-up dana yang diperlukan oleh seorang calon kepala daerah atau presiden. Dengan dana yang sama bagi semua calon, maka silahkan semua calon berkompetisi secara sehat dan adil, dan pada efeknya tidak ada perselingkuhan dengan para donatur, cukong dan pengusaha. Negara juga harus tegas, apabila calon mendapatkan dana dari selain yang disediakan negara, maka mereka harus didiskualifikasi. Dengan cara seperti ini ongkos politik bisa menjadi lebih murah dan para penguasa yang nantinya terpilih tidak perlu tersandera oleh para cukong yang telah membantunya.

Tampaknya perlu ada penelitian untuk membuktikan bahwa pada kondisi saat ini uang negara lebih hemat dengan negara menyediakan ongkos politik/dana kampanye bagi semua calon kepala daerah atau presiden daripada para calon tersebut mencari dan membiayai sendiri dana yang diperlukannya. Saya masih merindukan banyak orang baik dengan kepemimpinan yang bagus namun miskin untuk dapat muncul dalam pesta demokarasi di negara ini. Semakin banyak orang baik menjadi pemimpin, Insya Allah akan mempercepat kebangkitan dan kemajuan negara ini.

MRR, Jkt-16/01/2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun