Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuntaskan Akar Masalahnya

14 Januari 2018   12:26 Diperbarui: 14 Januari 2018   12:29 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam suatu pertemuan RT di suatu pemukiman banyak warga yang prihatin dengan perilaku anak-anak muda yang suka ngebut ketika naik motor di dalam komplek perumahan. Mengingat di dalam perumahan banyak anak-anak kecil yang bermain bebas di jalanan, maka perilaku ngebut itu dikhawatirkan akan menyebabkan hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya kecelakaan, anak-anak yang bermain tertabrak dan menjadi korban. Salah satu solusi preventif yang menguat adalah pembuatan polisi tidur di jalan-jalan dalam perumahan.

Pembuatan polisi tidur rupanya tidak secara bulat disetujui oleh seluruh warga. Diakui atau tidak polisi tidur di jalan-jalan bagi pengendara motor dan mobil menimbulkan ketidaknyamanan. Pengguna kendaraan bermotor harus mengerem dan pelan-pelan ketika melintasi polisi tidur. Itupun kalau polisi tidurnya terlihat jelas, kalau tidak jelas karena tidak diwarnai berbeda dengan jalannya, salah-salah kendaraan kita akan meloncat ketika melaluinya dan itu sangat tidak nyaman. 

Polisi tidur membuat kerja shockbreaker menjadi lebih berat dan kanvas rem lebih cepat menipis. Mengapa bukan para pengendara motor dan mobil yang ngebut dikasih nasehat dan pengertian akan bahayanya perilaku mereka, kalau masih ngeyel langsung sikat saja, masa gara-gara oknum pengendara yang suka ngebut seluruh warga menjadi tidak nyaman, demikian argumen dari yang tidak setuju adanya polisi tidur. Tambahan lagi sanksi dalam undang-undang sudah sangat jelas dan harusnya bisa menimbulkan efek yang menjerakan bagi para para pengguna jalan yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas serta menyebabkan orang lain celaka, luka, cacat maupun meninggal dunia.

Cerita yang lain adalah tentang sanksi buat para pekerja yang suka datang terlambat ke kantor di perusahaan saya dahulu. Peraturan sebelumnya menyatakan bahwa seorang pekerja apabila datang terlambat dipotong upahnya berbanding lurus dengan lama keterlambatannya. Sementara itu masih di peraturan yang sama, keterlambatan tersebut ketika diakumulasi dalam satu bulan dan telah melebihi batas yang diperbolehkan maka pekerja yang melanggar akan mendapatkan sanksi berupa surat peringatan, dan kalau terus-terusan mengulangi bisa berujung pada pemecatan. 

Usut punya usut ternyata dobel hukuman tersebut terjadi karena awalnya para pekerja yang terlambat dan telah melebihi batas yang diperbolehkan ternyata tidak mendapat sanksi teguran maupun surat peringatan. Hal itu terjadi karena atasan merasa sungkan dan kurang keberanian untuk memberikan sanksi tersebut, hingga akhirnya Direksi menambahkan pemotongan upah untuk tiap keterlambatan yang langsung dipotong dari gaji melalui sistem payroll tanpa perlu sentuhan manusia antara atasan dan bawahan.

Mengingat prinsip tidak boleh ada double punisment atau double jeopardy, dan dalam rangka meningkatkan jiwa leadership, maka pemotongan upah pekerja untuk keterlambatan kedatangan akhirnya dihilangkan dalam peraturan baru. Semua atasan didorong untuk mempunyai hubungan dan perhatian yang lebih baik lagi terhadap buahnya, istilahnya meningkatkan human touch, tidak berlindung di balik sistem. Bagaimana leadership bisa meningkat bila memberikan nasehat, teguran maupun sanksi pada anak buahnya tidak berani atau tidak bisa.

Sesungguhnya yang terjadi dengan kasus polisi tidur dan pemotongan upah karena keterlambatan adalah karena seringkali kita berusaha menyelesaikan suatu masalah tidak pada penyebab dasarnya atau akar masalahnya. Kadang-kadang kita tahu akar masalah dari suatu kejadian atau kondisi, namun keyakinan diri kita tidak cukup kuat dan berani untuk membereskan akar masalahnya karena berbagai aspek sehingga pada akhirnya kita cenderung untuk sekedar menggeser permasalahan malah terkadang menutupinya.

Masalah untuk dihadapi, bukan untuk membiarkan diri kita berlari dari masalah. Penyelesaian masalah kadang dapat dilakukan secara sementara, namun solusi permanen dengan membereskan akar persoalannya harus tetap dilakukan. Jangan menggeser masalah kepada orang lain dan berharap mereka menyelesaikannya, namun kita sendiri lah sebagai orang yang punya masalah untuk bertanggung jawab menyelesaikannya. 

Jangan pernah berpikiran untuk membiarkan masalah dan meninggalkannya untuk orang lain. Mungkin kita lelah, kadang kita putus asa, seringkali pula kita stress karena masalah yang datang. Jangan khawatir, ada Allah Subhanahu wa ta'ala tempat kita meminta dan berharap solusi terbaik dari tiap masalah yang ada. Yakinlah pasti ada kemudahan di setiap masalah yang kita hadapi, sehingga tanpa perlu berlari akar persoalannya bisa kita atasi. Firman Allah dalam Surat Al-Insyirah ayat 5:

"Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan,"

MRR, Krw-14/01/2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun