Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nyetrum, Sebuah Proses Memperbaiki Diri

4 Januari 2018   14:56 Diperbarui: 4 Januari 2018   15:24 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekitar tahun 2003, ketika masih asyik di dunia peternakan ayam, saya bersama rekan saya, Katamso, sesama pengurus sekaligus pemilik kandang ayam punya kebiasaan nyetrum. Biasanya kegiatan nyetrum dilakukan diantara atau diluar proses rutin memberi makan ayam-ayam di pagi dan sore hari. 

Kegiatan memberi makan ayam itu paling lama 2 jam, jadi mulai jam 7 sampai 9 pagi, dilanjutkan jam 3 sampai 5 sore, selebihnya banyak waktu luang yang sayang kalau tidak dimanfaatkan apalagi kami juga tidur di area kandang tiap harinya. Nyetrum disini bukan berarti memakai energi listrik untuk membuat orang atau binatang tersengat aliran listrik. 

Berkeliling ke kyai-kyai sekitar kandang ayam, meminta petuah, nasehat dan bercengkrama dengan para alim ulama itu lah yang kami namakan nyetrum, karena filosofi nyetrum itu adalah mengalirkan energi listrik ke suatu baterai sehingga dari kondisi kosong menjadi penuh dan siap digunakan untuk memberikan daya pada jam, radio, lampu, mobil dan alat-alat elektronik lainnya.

Kami samakan kondisi kami dengan sebuah baterai yang harus disetrum, diisi ulang, dikalibrasi sehingga bisa tetap segar, tetap jernih dalam berfikir, tetap berjalan lurus dalam ketentuan-ketentuan Ilahi. Nasehat-nasehat dari para Kyai, alim ulama beserta ilmu yang diajarkan itu ibarat arus listrik yang memberikan energi dan mengembalikan kekuatan kami.

 Yang menarik itu untuk mendapatkan transfer nasehat dan ilmu tidak perlu janjian dan modal khusus, hanya dengan membawa gula+kopi+teh sekedarnya (itupun kalau lagi punya duit) semuanya bisa kami dapatkan. Para Kyai yang kami datangi sangat ramah dan selalu menerima dengan baik, meskipun kami bukan santrinya dan baru pertama kali datang. 

Kalau saat bertamu bertepatan dengan jam makan siang, maka kami dan semua tamu yang hadir (tidak peduli berapa jumlahnya) di rumah pak Kyai pasti diminta menyantap makan siang yang sudah disiapkan oleh pak Kyai dan hebatnya semua gratis. Bagi kami sebagai anak kandang, makan siang gratisan apalagi disediakan oleh pak Kyai tentu berkah tersendiri. 

Saya yakin menjamu makan siang adalah bagian dari pertunjukkan adab, akhlak mulia para Kyai dalam memuliakan para tamunya, yang membuat rezeki para Kyai tidak pernah kekurangan.

Selalu menyenangkan bertamu dan bercengkrama dengan para kyai, alim ulama yang mempunyai pengetahuan luas, baik agama maupun pengetahuan lannya. Rata-rata para kyai yang kami datangi mempunyai pengetahuan dan pergaulan yang luas, jadi kami bisa bercerita dari topik A sampai Z, dari meminta pendapat tentang hukum suatu perkara secara fiqh, bermacam permasalahan dari sudut pandang agama, hingga soal politik dan pemerintahan. 

Bahkan kami pernah bercerita kepada seorang Kyai perihal ayam pedaging yang kami pelihara ternyata gampang kaget dan tiba-tiba mati, dan Sang Kyai pun memberikan saran pada saat ayam masih kecil (berumur kurang dari 10 hari) agar tiap pagi kami membuat gaduh kandang baik dengan memukul-mukul kandang yang terbuat dari bambu maupun dengan cara lainnya. 

Kamipun menuruti nasehat pak Kyai, tiap pagi saat memberi makan, keramaian pun kami ciptakan dengan berteriak-teriak dan memukul-mukul bambu. Walhasil ayam yang kami pelihara (sekitar 10.000 ekor) menjadi tidak kagetan, namun efeknya jadi susah diatur dan digiring ketika mau diberi vaksin dan dipanen, ayam-ayam menjadi lebih berani dan mengagetkan pemiliknya. Rumus yang joss untuk membuat ayam tidak kagetan dan mengurangi kematian karenanya.

Begitulah hidup itu seperti baterai, kadang perlu disetrum untuk mengembalikan daya listrik yang ada didalamnya. Tidak semua bisa dilakukan sendiri, kita pasti perlu bantuan orang lain dalam hidup di dunia ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun