Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masih Dalam Proses Belajar

19 Oktober 2017   10:40 Diperbarui: 19 Oktober 2017   10:47 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari yang lalu saya bertemu kembali dengan Daryanto, teman SD saya yang pernah diceritakan dalam tulisan saya sebelumnya dengan judul "Pendidikan Menyisakan Kepintaran". Seperti biasa saya manfaatkan momen tersebut untuk sedikit merasakan sentuhan permak bodinya yang cespleng. Sambil menikmati sentuhan pijatan, saya katakan bahwa pijatannya semakin enak dan mantap dibanding dari saat pertama kali saya rasakan sekitar 3 tahun lalu dan bulan-bulan kemarin. Pantas saja dia menjadi langganan para pejabat dari MUSPIDA kabupaten, pengusaha, bandar togel hingga rakyat biasa.

Tahu apa yang dikatakan Daryanto menanggapi pujian dan komentar saya? Dia menjawab bahwa dia masih dalam proses belajar dalam dunia pijat dan urut mengurut. What? Setiap kali dia memijat orang, biasanya ada hal-hal baru yang ditemui dalam hal per-uratan, mulai dari keluhan sederhana sampai yang kompleks. Disinilah dia belajar hal-hal baru dan mengembangkan teknik-teknik yang mungkin belum pernah diterapkan sebelumnya. Karena selalu mendapat hal-hal baru maka pengetahuan dan ilmu yang diperolehnya terus bertambah dari hari ke hari. 

Bertambahnya ilmu setiap waktu menyebabkan teman saya mengatakan "saya masih dalam tahap proses belajar" apabila ditanya orang atau mendapat pujian dari pasiennya. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa diatas langit masih ada langit, oleh karenanya dia berusaha menutup celah kesombongan dan riya' dengan mengatakan "masih dalam proses belajar". Dia sadar bahwa ilmu, pengetahuan, dan keahlian yang dimiliki masih sangat sedikit dan sempit, tidak ada apa-apanya dengan ilmu dan kuasa Allah.

Sesungguhnya bahwa akal manusia itu terbatas, sehingga untuk menyerap pengetahuan dan ilmu Allah pasti ada keterbatasan. Namun seringkali manusia merasa bahwa dirinya hebat, superior, menyombongkan dan membanggakan ilmu yang dimiliki.  Ya itulah sifat alami dari manusia, selalu merasa bahwa dirinya yang terbaik dan orang lain lebih rendah darinya.

"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."(QS Luqman:27)

Proses belajar adalah proses yang terus menerus dari saat lahir hingga sampai liang lahat. Dari bayi kita belajar merangkak, berdiri, berjalan dan mengenal nama-nama dan hal-hal lainnya. Selama di sekolah kita belajar ilmu-ilmu pasti dan sosial dilanjutkan kuliah mempelajari ilmu kesukaan kita yang dipilih saat memilih jurusan kuliah. S

elepas kuliah kita bekerja, dalam pekerjaan banyak ilmu juga yang diperoleh, ilmu ekonomi, perencanaan, sosial dan lain-lain. Dalam berumah tanggapun kita banyak mendapat ilmu kehidupan, seni mengatur rumah tangga, mendidik anak-anak. Setelah pensiun mungkin kita akan lebih mendekatkan diri kepada agama, sehingga ilmu agamapun kita pelajari. Begitu seterusnya sampai kita tidak bisa berbuat apa-apa dan meninggal. Semua fase dan umur dalam hidup akan dijalani tanpa sekalipun terlepas dari apa yang namanya proses belajar. Bukankah menuntut ilmu juga diwajibkan kepada kita sesuai dengan hadits berikut:

"Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw, bersabda: Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara, atau emas". (HR.Ibnu Majah)

Menyatakan bahwa kita punya ilmu pengetahuan atau keahlian tertentu dengan levelnya apakah expert, medium atau biasa-biasa saja tentu juga bukan suatu kesalahan apabila niatnya dalam konteks memberitahukan kepada orang lain bahwa kita memang mampu untuk melakukan suatu tugas, kegiatan, atau pekerjaan yang membutuhkan ilmu dan keahlian yang kita miliki. Tentu semua itu bukan dalam konteks untuk bersombong diri dan riya' tetapi dalam konteks untuk kemaslahatan bersama. 

Yakinlah dengan selalu menuntut ilmu dan mengembangkan keahlian yang dilanjutkan dengan mengamalkannya baik dalam pekerjaan maupun aktifitas lainnya, kemampuan kita akan terus meningkat dan orang dengan sendirinya akan mengetahui hal tersebut tanpa kita harus menggembar-gemborkannya kemana-mana. Menjadi ahli adalah sesuatu yang juga didorong untuk dicapai oleh manusia.

Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, "Jika amanat disia-siakan, maka tunggulah saatnya (kehancuran). Abu Hurairah bertanya; "Bagaimana amanat itu disia-siakan wahai Rasulullah?, Beliau menjawab,"Jika suatu urusan diserahkan pada orang yang bukan ahlinya (tidak memenuhi syarat)". ( HR. Bukhari)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun