Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pagi Kesiangan

1 September 2017   08:38 Diperbarui: 1 September 2017   09:23 1365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu di Handphone menunjukkan pukul 04.23 WIB ketika alarm berbunyi  dan membangunkan saya dari tidur di hari Minggu. Pikir saya wah lumayan  nyantai dulu sebelum waktu shalat subuh yang akan datang kira-kira 20  menit kemudian. Sayapun bersantai dg kembali ambil posisi tidur dg  harapan 20 menit kemudian bangun dan masih ada cukup waktu sholat Subuh  berjamaah di masjid. Namun apa hendak dikata, ketika mata ini terbuka  kembali ternyata waktu telah menunjukkan pukul  05.52 WIB. Wah lagi-lagi kesiangan nih. Kenapa saya bilang lagi-lagi, karena fenomena ini menimpa saya tiap akhir pekan yaitu Sabtu dan/atau  Minggu, sementara di hari Senin-Jumat (hari kerja) berjalan aman-aman  saja.

Kerja di Jakarta  menuntut bangun lebih pagi untuk menghindari kemacetan yang kian akut.  Pukul 03.45 WIB dan setelat-telatnya 04.15 WIB saya sudah terjaga,  selanjutnya aktivitas mandi, ibadah, makan pagi bisa diselesaikan sampai  pukul 05.40 WIB. Selebihnya saya masih punya kesempatan naik motor  pergi ke masjid untuk sholat subuh berjamaah. Bangun lebih dari 04.30  WIB di hari kerja sudah masuk kategori kesiangan bagi saya. 

Dengan  sering kesiangan di akhir pekan membuat saya bertanya, apakah sholat  saya subuh berjamaah di masjid tiap hari kerja murni karena Allah SWT  atau karena ketakutan saya berangkat kesiangan yang bisa berpengaruh  kepada kondite pekerjaan saya. Mengapa saya bisa disiplin di hari  Senin-Jumat tetapi amburadul di akhir pekan. Nampaknya kontemplasi lebih  dalam harus dilakukan karena kekhawatiran saya bahwa kedisiplinan  tersebut muncul lebih karena ketakutan saya pada dunia, pada pekerjaan  bukan kepatuhan saya pada Allah SWT. 

Bukannya segala amal tergantung  pada niatnya, apabila niat saya karena dunia bagaimana mungkin amal saya  diterima. Tampaknya saya harus kembali meluruskan niat agar menjalankan  kedisiplinan bangun pagi karena niat beribadah Subuh kepada Allah SWT. Wong sholat sunah 2 rakaat sebelum Subuh saja lebih baik dari dunia dan  seisinya lho, kenapa niat saya lebih ketakutan pada hal yang bersifat duniawi.

 Ada  dalil yang menunjukkan keutamaan shalat sunnah qobliyah Shubuh yaitu  hadits dari 'Aisyah di mana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 "Dua raka'at fajar Dua raka'at fajar (shalat sunnah qobliyah shubuh)  lebih baik daripada dunia dan seisinya." (HR. Muslim no. 725). 

 Jika  keutamaan shalat sunnah fajar saja demikian adanya, bagaimana lagi dengan keutamaan sholat subuh itu sendiri.

 Saya meyakini kedisiplinan dapat dilatih karena hal itu hanya masalah  kebiasaan yang harus diulang-ulang. Tapi agar kedisiplinan itu lebih  dahsyat lagi maka harus ditambahkan sentuhan ruhani dengan cara  meniatkan disiplin itu kepada sang Pencipta, sehingga seluruh amal kita  bisa menjadi lebih bermakna. Ah rupanya saya yang harus melakukan hal  tersebut terlebih dulu, ternyata.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun