Mohon tunggu...
Alfiandi Jastitama P
Alfiandi Jastitama P Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Binus Online Learning

When we are open to new possibilities, we find them. Be open and skeptical of everything.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Isu Pemerintah akan pungut PPN Belanja Online

1 Mei 2020   13:50 Diperbarui: 2 Mei 2020   11:08 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini dunia maya tanah air kembali memanas setelah Kementerian Keuangan menerbitkan PMK No.210/PMK.010/2018 tentang perlakuan perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. 

Isu perpajakan memang terbilang sensitif, karena menyangkut uang yang harus disetorkan kepada pemerintah. 

Kalau masalah uang, orang memang cepat panas. Selama ini, masyarakat merasa bebas bertransaksi jual-beli secara online tanpa harus memikirkan pajaknya. 

Bagaimana tidak, hanya dengan membuat akun secara gratis di marketplace tertentu seseorang langsung dapat menjajakan barang dagangannya dan bertransaksi dengan bebas.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam waktu dekat bakal memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Sehingga, seluruh konsumen yang melakukan aktifitas pembeliaan barang/jasa secara digital harus bayar pajak konsumsi sebesar 10% dari harga beli. 

Hal tersebut berlandaskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Beleid ini mengatur PPN dan pajak penghasilan (PPh) dalam PMSE. 

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) John Hutagaol menyampaikan PPN sangat relevan untuk ditarik saat ini, sebab beberapa negara sudah lebih dahulu seperti Australia, Inggris, dan Prancis.

launching-a-successful-ecommerce-marketplace-5eac1e9ad541df7e313fd1f2.jpg
launching-a-successful-ecommerce-marketplace-5eac1e9ad541df7e313fd1f2.jpg
John menjelaskan, pada the Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shiftinga (BEPS) yang beranggotakan 137 Yurisdiksi termasuk di dalamnya Indonesia, menganjurkan kepada anggotanya untuk memungut pajak tidak langsung misalnya PPN, sales tax atau goods and service tax (GST) atas transaksi digital economy. 

“Karena dapat memberikan tambahan penerimaan pajak yang besar dan tidak menimbulkan isu double taxation karena pengenaan pajaknya berdasarkan destination principle,”kata john seperti dilansir Kontan.co.id, Minggu (26/4/2020).

Sebagai gambaran, Kemenkeu mengkaji ada tujuh bentuk dan nilai transaksi barang digital. 

- Pertama, sistem perangkat lunak dan aplikasi dengan nilai transaksi mencapai Rp 14,06 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun