Dan saya juga penasaran kenapa bisa dinamakan lesehan Tymas, lalu saya bertanya lagi kepada ibunya, "Nama Tymas sebenarnya terinspirasi dari nama anak saya sendiri mas, tyo dan dimas. jadi klo digabung jadinya tymas," tutur ibunya.
Menu yang tersedia disini sebenarnya sama dengan lesehan-lesehan pada umumnya seperti ayam ,lele, tempe, tahu, terong dan telor. Yang spesial dari lesehan ini adalah bakar dan kremesannya.
Sambal yang disediakan cuma ada satu jenis yaitu sambal matang. Eits jangan salah sambal matang di sini tenyata juga pedas dan cocok untuk kalian para penikmat sambal.
Sembari menunggu makanan matang, saya juga bertanya kepada bu Lilah tentang Covid-19,apakah mempengaruhi pendapatan warung tersebut.
Ibu Lilah pun bercerita sedikit tentang apa yang dialaminya. "Ya kalau pas sekarang gini kadang sepi kadang ramai yang beli, mas. Jadi ngga tentu. Kadang juga malah seharian tidak ada yang beli," ungkap ibu Lilah. "ya walaupun untungnya ga seberapa yang penting sudah cukup untuk memutar uang modal dan cukup untuk makan sendiri."
Mendengar pernyataan tersebut, ternyata memang benar jika pandemi ini sangat mempengaruhi pendapatan UMKM khususnya di kota Jogja ini.
Belum lama juga tersiar berita bertambahnya kasus Covid-19 di Indonesia yang membuat masyarakat resah. Sudah hampir genap 2 tahun pandemi ini membuat masyarakat menderita.
Akan tetapi, semangat bu Lilah dalam menjalankan usaha lesehan tersebut sangat menginspirasi saya dan mungkin dapat menginspirasi para pembaca sekalian.
Makanan yang saya pesan pun juga sudah matang tanpa saya sadari karena saya keasyikan bertanya kepada ibu Lilah. Saya memesan lele kremes, tempe kremes, dan es teh dengan harga Rp 15.000.
Ternyata memang benar, kremesnya kriuk dan enak, apalagi diduetkan bersamaan dengan sambal gorengnya, mantap!
Lele yang disajikan di sini ternyata sudah digoreng setengah matang dengan tujuan agar lebih mudah untuk di kremes maupun bakar sesuai keinginan pembeli.