Mohon tunggu...
Muhammad Rizki
Muhammad Rizki Mohon Tunggu... -

Sipil ITB dan MSc Sustainable Energy Futures Imperial College. Bekerja di PLN sejak tahun 2010.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Lesson Learned", Belajarlah ke Negeri China

20 April 2018   12:56 Diperbarui: 20 April 2018   16:06 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa harus China? Pertanyaan tersebut muncul ketika Pimpinan PLN berkunjung ke beberapa lokasi pembangkit dan pabrik peralatan listrik di China. Kunjungan ini juga mengikutsertakan sejumlah akademisi, seperti rektor dari kampus-kampus top di Indonesia, opinion leader, dan media. Tempat yang kami datangi adalah pabrik solar panel, PLTU Ninghai, dan Bendungan Three Gorges.

Jika mendengar pembangkit buatan China, setiap orang hampir pasti mengamini bahwa pembangkit tersebut kurang berkualitas apalagi, jika dibandingkan dengan pembangkit buatan negara Eropa dan Jepang. Melihat histori pembangkit Fast Track Program (FTP) 1 yang menggunakan mesin China, performanya relatif rendah. Hal itu menjadi tolok ukur mengapa barang buatan China tidaklah diinginkan.

Ternyata, setelah satu demi satu lokasi kami kunjungi, apa yang sebelumnya kita bayangkan tidak sepenuhnya benar. Hari pertama, kami mengunjungi perusahaan penyedia solar panel Dongfang Photovoltaic. 

Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan manufaktur solar panel ternama di China yang baru berdiri tahun 2015. Namun demikian, di usianya yang baru tiga tahun, perusahaan ini berhasil menciptakan modul solar panel dengan efisiensi sebesar 21,4%. Sebagai informasi, solar panel yang diproduksi di seluruh dunia rata-rata hanya memiliki efisiensi sebesar 15%.

Hari kedua, kami mendatangi salah satu PLTU terbesar di China, yaitu PLTU Ninghai dengan total kapasitas 4.500 MW. PLTU Ninghai ini menggunakan teknologi Ultra Super Critical (USC) di mana dalam operasinya, PLTU ini dapat mengeluarkan emisi yang lebih rendah daripada jenis PLTU biasa. 

Teknologi ini akan diterapkan juga pada beberapa proyek pembangkit di Indonesia, salah satunya PLTU Jawa 7 di Banten. Hal yang istimewa dari PLTU Ninghai adalah mampu dioperasikan 96% selama satu tahun dengan efisiensi penggunaan batu bara sebesar 285 gram/kWh. Hal ini menjadikan PLTU Ninghai merupakan salah satu pembangkit batu bara paling efisien dan ramah lingkungan di dunia.

Hari terakhir, kami mengunjungi PLTA di Three Gorges atau Three Gorges Dam. PLTA ini adalah pembangkit air terbesar di dunia dengan kapasitas 22.500 MW atau hampir sebesar beban puncak Pulau Jawa. Lokasi pembangkit melintang sepanjang 2,3 kilometer di Sungai Yang Tze. 

PLTA ini baru dapat diselesaikan dalam waktu 15 tahun sejak tahun 1994 dan mulai beroperasi pada tahun 2008. Dengan kapasitas yang sangat besar, bendungan ini  dapat menghasilkan listrik sebesar 98 TWh dalam satu tahun. Selain itu, dengan keunggulan sebagai pembangkit air, PLTA ini menjadi poros ekosistem dan media peningkatan kualitas lingkungan.

Setelah kami mengunjungi ketiga lokasi di atas, kami pelajari bahwa tidak sepenuhnya benar pembangkit dan peralatan buatan China memiliki kualitas yang buruk. Kunjungan tahun kemarin membuat kami tahu bahwa bangsa China tetap mampu bersaing dengan bangsa lain dengan memproduksi barang yang bermutu baik. Selain dari hal di atas, ada dua hal lain yang kami dapatkan di China.

Pertama, meskipun kita tahu bahwa China sering sekali membuat barang tiruan yang kualitasnya jauh di bawah barang aslinya. Namun, untuk peralatan-peralatan penting terutama untuk kelistrikan, China mampu membuat barang yang berkualitas. Caranya adalah dengan menggunakan skema "ATM" atau Amati, Tiru, dan Modifikasi. Pada awalnya, China mengontrak konsultan-konsultan dari Eropa. Namun, setelah mempelajari teknis dan spesifikasi dari konsultan-konsultan, akhirnya mereka dapat membuat dan memproduksi sendiri peralatan tersebut.

Kedua, tingginya kolaborasi perusahaan manufaktur China dengan kampus-kampus ternama lokal. Hal ini ditandai dengan besarnya sumbangan biaya penelitian yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur kepada universitas lokal. Kolaborasi ini tidak hanya menghasilkan produk dari hasil penelitian yang matang, namun juga dapat mencetak tenaga-tenaga ahli baru lulusan universitas tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun