Mohon tunggu...
M. Ridwan Umar
M. Ridwan Umar Mohon Tunggu... Dosen - Belajar Merenung

Warga Negara Biasa

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tomorrow Indonesia

21 September 2019   01:11 Diperbarui: 21 September 2019   11:32 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tomorrow you promise yourself will be different, yet tomorrow is too often a repetition of today."
James T. Mccay

(Besok, kamu akan menjanjikan dirimu menjadi beda, meskipun besok sering menjadi pengulangan hari -- james T. Mccay)

Saya menyebutnya Tomorrow Indonesia atau Indonesia Esok. Indonesia esok adalah Indonesia yang sedang MENCARI. Salah satunya, ketika pencoblosan Pilpres dan Pileg beberapa bulan lalu, untuk mencari siapa PRESIDEN dan WAKIL RAKYAT sejati. Tapi, Indonesia Esok itu, bukan sekedar mencari sosok itu, lho.

Yes, Pilpres memang ajang mencari seorang presiden dan wakilnya. Pileg adalah ajang mencari wakil rakyat. Pemenangnya pasti kandidat yang telah memperoleh suara dominan dari sekitar 190 juta pemilih. Dapat dibayangkan bagaimana serunya proses pemenangan, pencoblosan dan tentunya penghitungan lalu.

Tapi, kalau mau jujur, terlepas dari siapapun pilihan warga negeri ini besok, sesungguhnya negeri ini memang harus mempersiapkan KEKUATAN dan KEWIBAAN di mata dunia. Inilah yang saya maksud dengan INDONESIA ESOK. Itulah yang harus DICARI..!!

KEKUATAN dan KEWIBAAN itu tentu didukung oleh banyak variabel atau penyebab. Entah itu kekuatan mata uang, pendapatan perkapita, kualitas masyarakat yang tinggi, nilai-nilai yang dijunjung tinggi,  sampai dengan kekuatan militer yang dimiliki. Apakah kita disegani atau tidak?.  

Kalau mau melakukan sedikit riset kecil-kecilan, bawa saja mata uang Rupiah ke negeri jiran sebelah, entah itu Malaysia, Singapura atau Thailand. Betapa kita harus menggigit jari, ketika Rupiah memang kalah kuat dibandingkan mata uang mereka. Nilai tukarnya itu, bro. Menyedihkan..!!. Itu Fakta, mau apa lagi?

Bahkan, kalau Anda pergi ke Eropa atau Amerika, maka dipastikan Rupiah kita tidak akan laku dan tidak ada money changer yang mau membelinya. Saya pernah memberikan mata uang 5000 ribu Rupiah kepada seorang gelandangan di Inggeris. Dan, ia menolak . Bayangkan kalau di tangan saya ada ada 5000 Poundstering atau Dollar Amerika,,Pasti matanya akan hijau. Iya kan?

Lihat bagaimana para TKI kita dipandang sebelah mata oleh para majikannya di luar negeri. Lapangan kerja yang sedikit membuat warga negeri ini harus berjuang di negeri lain, tak peduli perempuan atau anak muda. Entah bagaimana perasaan suami, isteri atau anak, ketika melepaskan mereka di negeri rantau. Nun jauh jauh di sana, terkadang diperlakukan tidak baik pula.

Memang, ada para pekerja profesional yang dipekerjakan di perusahaan luar negeri, namun jumlah mereka pasti kalah dibandingkan ratusan ribu TKI yang melakukan diaspora di luar negeri. Sayangnya, karena kualitas SDM yang kurang, perlakuan dan mereka terima di sana cukupmemprihatinkan. Kendati, dari hari ke hari, tetap ada upaya perbaikan, namun tetap saja kita masih kalau WIBAWA dengan negeri sebelah. Upss, jangan bilang, bahwa jumlah kita yang banyak menjadi penyebabnya. Itu sama saja dengan mencari pembenaran. Akui saja deh

Saya tidak sedang menebarkan pesimisme. Itu adalah problem. Itulah kenyataan yang harus kita hadapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun