Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 11)

3 April 2018   07:47 Diperbarui: 3 April 2018   08:24 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sementara itu Zhan Zhao, Pendekar Selatan dari desa Yujie di kabupaten Wujin, prefektur Changzhou, setelah berpisah dengan Bao di Bukit Tu Long, berkelana sendiri mengunjungi berbagai gunung yang terkenal dan tempat-tempat bersejarah serta menikmati waktu luang dengan bersenang-senang di mana pun tempat yang ia kunjungi. Suatu hari ia pulang ke rumahnya melihat ibunya yang sudah tua namun sangat baik kondisinya karena pengurus rumah mereka Zhan Zhong mengurus pekerjaan rumah dengan baik sehingga sang majikan tidak perlu mengurus segala sesuatunya lagi. Zhan Zhong adalah seorang yang jujur dan lurus serta sering menegur Zhan Zhao. Sang tuan muda menghormatinya sebagai seorang pelayan baik yang telah berumur sehingga tidak mempermasalahkan hal tersebut. Zhan sangat berbakti kepada ibunya dengan memperhatikan dan merawatnya siang malam.

Suatu hari sang ibu merasakan sakit di dalam dadanya. Zhan segera memanggil tabib yang kebingungan dengan penyakit tersebut. Siang malam ia selalu melayani ibunya di samping tempat tidurnya dan tidak berharap di usianya yang matang, ibunya jatuh sakit. Namun obat yang diberikan tidak memulihkan kondisinya dan ibunya pun meninggal dunia. Zhan meratap dengan keras memprotes kepada langit dan bumi. Semua persiapan pemakaman telah diatur oleh sang pelayan tua Zhan Zhong. Setelah memakamkan ibunya dengan layak, Zhan menjalani masa berkabung di rumah.

Setelah masa berkabung selama seratus hari, Zhan Zhao yang adalah seorang pendekar berjiwa ksatria merasa tidak mungkin ia berdiam diri di rumah saja. Setelah menyerahkan segala sesuatunya kepada Zhan Zhong, ia berkelana sendiri ke berbagai tempat menikmati keindahan alam. Jika bertemu dengan ketidakadilan, ia akan membantu mereka yang mengalami kesulitan tersebut. Suatu hari ia berpapasan dengan serombongan pengungsi laki-laki dan perempuan yang berjalan bersama sambil menangis dan meratap. Betapa suatu pemandangan yang sangat memilukan hati! Zhan pun membagikan uangnya kepada setiap orang pengungsi tersebut dan bertanya dari mana mereka berasal.

Mereka menjawab, "Tuan lebih baik tidak menanyakannya. Kami adalah para penduduk Chenzhou yang mengalami bencana kelaparan. Putra Guru Besar Pang bernama Pang Yu, bangsawan An Le, menerima perintah kaisar membagikan bantuan bagi korban bencana di Chenzhou untuk menyelamatkan rakyat. Tetapi ia dengan mengandalkan kekuasaan ayahnya, tidak hanya tidak membagikan bantuan tersebut, namun juga membawa paksa para pemuda untuk membangun sebuah taman di mana ia menculik para wanita; yang cantik dijadikan sebagai selirnya dan yang tidak menarik dijadikan pelayan. Ini menyebabkan kami orang-orang miskin tidak bisa menjalani kehidupan kami. Penderitaan ini bahkan lebih menyedihkan daripada kematian sekali pun, bagaimana kami dapat menanggungnya! Oleh sebab itu, dengan sisa napas ini kami menyelamatkan diri dari ancaman sang bangsawan dan mengharapkan kehidupan yang lebih baik di tempat lain." Setelah berkata demikian, mereka berjalan sambil meratap keras.

Mendengar hal ini, semangat kepahlawan Zhan muncul; ia berpikir, "Aku tidak memiliki hal lain untuk dikerjakan, bagaimana jika aku pergi ke Chenzhou untuk melihat kondisi ini." Ia pun berjalan ke arah Chenzhou.

Dalam perjalanan ia melihat seorang wanita tengah duduk di samping sebuah makam sambil menangis. Sungguh suatu pemandangan yang menyedihkan! "Wanita setua itu memiliki masalah apakah sehingga menangis begitu getirnya? Ini sungguh aneh," pikir Zhan. Ia bermaksud mendekatinya, tetapi khawatir kedekatan pria dan wanita ini akan menimbulkan kecurigaan orang-orang. Kebetulan terdapat selembar kertas sembahyang tergeletak di atas tanah lalu Zhan memungutnya sebagai alasan untuk mendekati wanita tua itu. Ia mendekati wanita itu dan berkata, "Ibu jangan menangis lagi, ini ada kertas sembahyang yang belum dibakar." Wanita tua tersebut pun berhenti menangis dan mengambil kertas itu lalu membakarnya dalam tumpukan kertas sembahyang yang terbakar.

Zhan membuka percakapan dengan bertanya, "Siapakah nama ibu? Mengapa menangis di sini sendirian?" "Dulunya kami adalah sebuah keluarga yang baik-baik saja, sekarang karena suatu masalah tinggallah aku seorang. Bagaimana aku tidak menangis?" jawab sang ibu seraya menitikkan air mata. "Apakah seluruh keluarga ibu mendapatkan bencana?" "Jika semuanya meninggal, aku pasti akan memasrahkannya. Tetapi ini situasi yang bukan mati juga bukan hidup, karenanya aku bersedih." Kemudian ibu itu kembali menangis dengan keras.

Zhan kebingungan dengan perkataan wanita tua tersebut lalu bertanya, "Jika ibu memiliki masalah yang begitu pelik, mengapa tidak mengatakannya kepadaku?" Akhirnya ibu itu mengusap air matanya dan melihat bahwa Zhan berpakaian seperti seorang pendekar ksatria dan tidak seperti orang jahat lalu berkata, "Aku bermarga Yang, istri dari Tian Zhong." Sambil menangis terisak-isak ia menceritakan bagaimana tuannya Tian Qiyuan bersama istrinya mendapatkan bencana dan melanjutkan, "Suamiku Tian Zhong pergi ke ibukota untuk melaporkan ketidakadilan ini, tetapi sampai saat ini tidak ada kabar berita darinya. Sekarang tuan muda sedang menderita di penjara dan aku tidak bisa mengirimnya makanan."

 Mendengar hal ini, pendekar Zhan merasa sedih sekaligus marah dan berkata, "Ibu tidak perlu menangis lagi. Aku dan Tian Qiyuan adalah teman baik. Karena sedang bepergian jauh dari rumah, aku tidak mengetahui ia mendapatkan masalah ini. Karena ibu sedang mengalami kesulitan, aku memiliki sepuluh uang perak ini. Ambil dan gunakanlah." Setelah memberikan uang tersebut, ia pergi menuju taman milik putra mertua kaisar tersebut.

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun