Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 5)

1 Februari 2018   21:47 Diperbarui: 11 September 2018   13:04 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 5 – PENGGARIS SAKU TUKANG KAYU MENGUNGKAPKAN PELAKU KEJAHATAN, POT HITAM MENGADUKAN KETIDAKADILAN

Mendengar pelayan menjawab bahwa baru saja ada seseorang yang kepalanya mengeluarkan banyak darah datang mengikuti dan seketika itu juga tidak terlihat lagi, orang itu tampak pucat mukanya dan menjadi salah tingkah. Tidak seperti penampilannya pada waktu baru saja datang tadi yang tampak sombong. Baru saja ia duduk, tidak lama kemudian berbalik menatap dengan tatapan kosong. Belum menghabiskan botol araknya, ia segera membayar tagihan dan pergi.

Bao Zheng melihat kejadian ini dan bertanya kepada pelayan, "Siapakah orang itu?" Pelayan itu menjawab, "Orang itu bermarga Pi dan bernama Xiong, ketua dari dua puluh empat orang pedagang kuda." Bao mengingat nama orang itu dan setelah selesai makan, menyuruh Bao Xing pergi ke kantor pemerintah daerah Dingyuan untuk menyampaikan perintah kerajaan. Ia pun segera pergi. Bao tak lama kemudian keluar dari rumah makan. Belum sampai di kantor pemerintah, terlebih dulu tiga orang petugas pemerintah menyambutnya. Di dalam kantor, seorang petugas menyerahkan stempel pemerintahan dan segala sesuatunya diserahterimakan kepadanya.

Bao langsung memeriksa dengan seksama buku catatan kasus-kasus pengadilan. Di antaranya terdapat kasus Shen Qing yang membunuh seorang bhiksu di aula Qielan [Sangharama], tetapi rincian kasusnya membingungkan. Kemudian ia mengeluarkan perintah segera ke ruang pengadilan memeriksa kasus Shen Qing. Ketiga orang petugas itu telah mengetahui sebelumnya kabar bahwa Bao sudah diam-diam sepanjang perjalanan menyelidiki keadaan. Mereka mengetahui kehebatan orang ini sehingga masing-masing berhati-hati dan teliti dalam mempersiapkan laporan tersebut. Ketika mendengar panggilan, satu tim petugas masuk ke ruang sidang dan memisahkan diri ke kedua sisi, meneriakan kekuasaan pengadilan. Bao mengambil tempat duduknya dan memanggil petugas penjara dengan memerintahkan, "Bawa masuk Shen Qing."

Tak lama kemudian Shen Qing dibawa keluar penjara menuju ruang sidang. Takut menerima hukuman, ia bersujud. Bao dengan cermat melihat bahwa ternyata orang ini baru berusia tiga puluh tahun. Bergemetar ketakutan, ia merangkak di atas lantai dan tidak tampak seperti seorang penjahat. Bao bertanya, "Shen Qing, mengapa engkau membunuh orang? Katakan yang sebenarnya!"

Shen Qing seraya meratap menjawab, "Hamba pulang dari mengunjungi keluarga, tetapi hari sudah terlalu malam dan juga hujan gerimis sehingga tanah berlumpur dan sangat sulit dilewati. Hamba adalah seorang yang penakut dan tidak berani berjalan pada malam hari. Di kabupaten ini kurang lebih tiga li ke selatan terdapat sebuah kuil kuno. Di sana hamba sementara berlindung dari angin dan hujan. Keesokannya ketika hari belum terang, ada seorang petugas di jalan. Melihat di belakang badan hamba ada noda darah, petugas itu bertanya hamba datang dari mana. Hamba menceritakan bagaimana kemarin pulang dari mengunjungi keluarga ketika hari sudah terlalu malam dan singgah di dalam kuil di aula Qielan berlindung dari hujan. Setelah mengatakan demikian, tidak disangka petugas itu menghentikan dan tidak melepaskan hamba. Dengan segala cara ia membawa hamba ke dalam kuil. Aiya, Tuan! Ketika hamba bersama dengan petugas itu sampai di kuil, ternyata di samping patung Buddha terdapat seorang bhiksu yang tewas terbunuh. Hamba tidak mengetahui siapakah yang membunuh bhiksu itu. Akibatnya hamba dibawa dengan paksa ke kantor pemerintah dan dituduh membunuh bhiksu itu. Hamba benar-benar diperlakukan dengan tidak adil, mohon Tuan Langit Cerah [yaitu, pejabat yang bersih dan jujur] menyelidikinya!"

Bao bertanya, "Kapan kamu keluar dari kuil itu?" Shen Qing menjawab, "Sewaktu hari belum terang." Bao bertanya lagi, "Kenapa bajumu terkena noda darah?" Shen Qing menjawab, "Hamba sebelumnya berada di bawah meja altar, ada darah mengalir membasahi baju hamba." Bao setelah mendengarkannya menganggukkan kepala dan memerintahkan agar Shen Qing kembali dibawa ke dalam penjara. Lalu ia memerintahkan agar tandu dipersiapkan untuk membawanya ke aula Qielan. Bao Xing melayani tuannya naik ke atas tandu dengan baik. Kemudian ia mengikuti tandu dengan menunggangi kuda.

Bao berada di dalam tandu seraya berpikir, "Jika ia telah merencanakan pembunuhan ini, kenapa seluruh bajunya sama sekali tidak berlumuran darah, hanya bagian belakang badannya saja? Selain itu, walaupun ada luka akibat pisau pada tubuh bhiksu tersebut, pisaunya sama sekali tidak ditemukan." Sepanjang perjalanan ia memikirkan hal ini. Sesampainya di aula Qielan, Bao turun dari tandu dan memerintahkan para petugas tidak mengikuti masuk ke dalam, hanya membawa Bao Xing masuk ke dalam kuil. Di depan aula melihat patung Buddha yang hancur dan kedua sisinya sepenuhnya runtuh. Ia berbalik ke belakang patung Buddha, memeriksa bagian atas dan bawahnya, dan diam-diam menganggukkan kepala. Ia membalikkan badan memeriksa di bawah meja altar. Di atas lantai ada buah yang terkena noda darah yang membingungkan. Tiba-tiba ia menemukan di atas lantai suatu benda. Ia mengambilnya dan tidak mengatakan satu kata pun. Setelah memasukkannya ke dalam lengan baju, ia segera kembali ke kantor pemerintah.

Sampai di ruang baca, Bao Xing memberikan teh dan mengatakan bahwa Li Bao telah kembali setelah menggadaikan barang bawaan. Mendengar hal ini, Bao menyuruhnya masuk. Li Bao masuk dan memberikan penghormatan kepada Bao. Bao menyuruh Bao Xing memanggil masuk kepala petugas yang sedang bertugas. Tak lama kemudian, datanglah kepala petugas itu menghadap dan memberi penghormatan, "Hamba, Hu Cheng, memberi penghormatan kepada Tuan." Bao bertanya, "Di kabupaten kita apakah ada tukang kayu?" Hu Cheng menjawab, "Ada." Bao berkata, "Kamu panggilkan beberapa orang ke sini, saya memiliki pekerjaan penting untuk dikerjakan. Besok pagi mereka harus datang ke sini." Hu Cheng mengiyakan lalu pergi.

Keesokan harinya Hu Cheng datang berkata, "Hamba telah mengumpulkan para tukang kayu. Sekarang mereka sedang menunggu di luar." Bao berkata, "Persiapkan meja pendek, alat tulis dan batu tinta. Suruh para tukang kayu itu ke ruang tamu, jangan ada yang salah. Pergilah." Hu Cheng segera pergi mempersiapkan barang-barang yang diminta. Setelah mandi, Bao segera bersama dengan Bao Xing pergi ke ruang tamu, memerintahkan tukang kayu datang satu per satu. Masuklah sembilan orang yang masing-masing memberikan penghormatan dengan berkata, "Tuan, hamba memberi penghormatan." Bao berkata, "Hari ini aku ingin membuat rak untuk pot bunga, yang memiliki corak unik yang beranekaragam. Kalian masing-masing membuat gambarnya untukku. Aku akan memilih yang paling bagus untuk digunakan, dan yang terpilih akan mendapatkan banyak hadiah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun