Mohon tunggu...
Mozes Adiguna Setiyono
Mozes Adiguna Setiyono Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang keturunan Tionghoa tetapi hati tetap Merah Putih.

Lahir di Semarang, 2 Maret 1995

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Relakah Kampus Anda Menjadi Sarang Teroris?

8 Mei 2016   16:18 Diperbarui: 14 Agustus 2017   23:43 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin, 7 Mei 2016, merupakan tanggal yang ditunggu-tunggu para siswa SMA kelas 12. Hasil Ujian Nasional diumumkan secara serentak di seluruh Indonesia kemarin. Saya ucapkan selamat untuk adik-adik SMA kelas 12 yang lulus Ujian Nasional. Perjuangan kalian masih panjang. Saya mengapresiasi adik-adik SMA yang memilih tidak mencorat-coret seragamnya dan memilih menyumbangkan seragamnya. Bagi adik-adik yang tidak lulus, jangan patah semangat. Belajarlah yang rajin dan jadilah generasi muda yang berguna bagi bangsa dan negara.

Perguruan tinggi adalah institusi pendidikan terakhir sebelum seseorang terjun ke dalam masyarakat. Setiap perguruan tinggi tentu ingin mencetak alumni-alumni yang kelak berguna bagi bangsa dan negara. Seorang alumni yang melakukan tindakan tidak terpuji bahkan tergolong kriminal akan membuat malu almamaternya. Sebagai contoh kasus, Hakim Sarpin dianggap telah membuat malu Fakultas Hukum Universitas Andalas sebagai almamaternya karena memutuskan bahwa penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan tidak sah. Padahal beliau hanya salah mengambil keputusan dalam pengadilan, bukan melakukan tindakan yang bersifat kriminal atau amoral.

Kepala dinas pendidikan Kota Jayapura I Wayan Mudiyasa berpesan agar siswa-siswi SMA atau SMK yang lulus agar tidak melakukan aksi corat-coret. Beberapa siswa di Papua melakukan tindakan yang tidak saja kurang terpuji tetapi sudah bersifat makar alias melawan negara. Mereka tidak hanya mencorat-coret seragam SMA mereka seperti yang sering dilakukan banyak siswa SMA pada umumnya setelah lulus UN, mereka menggambar bendera Bintang Kejora pada seragam mereka. Bintang Kejora merupakan simbol kelompok separatis di Papua. Berdasarkan informasi yang didapat dari pacekribo.blogspot.com, nama dua siswi yang berfoto dengan seragam bergambarkan Bintang Kejora adalah Mina Mabel dan Anasthasya Mabel. Mereka berasal dari Timika.

Mina Mabel dan Anasthasya Mabel (Sumber gambar : pacekribo.blogspot.com)

13100747-10206413130027771-1309907840550021491-n-572f2df8d77e618014cef060.jpg
13100747-10206413130027771-1309907840550021491-n-572f2df8d77e618014cef060.jpg
Tiga siswi SMA asal Papua mencorat-coret seragam SMA membentuk gambar Bintang Kejora (Sumber gambar : www.harianpapua.com)

Para pimpinan perguruan tinggi sudah seharusnya tidak saja memikirkan mendapatkan mahasiswa yang berprestasi tetapi juga mahasiswa yang tidak terlibat dengan organisasi terlarang. Bahkan ada beberapa perguruan tinggi yang menyamakan biaya kuliah mahasiswa Timor Leste sama seperti mahasiswa Indonesia padahal mereka dulu pernah ikut berdemo menuntut Timor Timur lepas dari Indonesia. (Baca lebih lanjut : http://www.kompasiana.com/mozesadiguna/jangan-samakan-mahasiswa-timor-leste-dengan-mahasiswa-lokal_5528a8c66ea834ed668b45b0) Kepentingan bangsa sudah seharusnya lebih diutamakan daripada kepentingan institusi. Mungkin beberapa dari antara kita berpikir "Ah mereka cuma anak-anak!" atau "Itu adalah hak mereka untuk berpendapat." Kita perlu memikirkan jangka panjangnya. Bagaimana perasaan Anda jika ada alumni perguruan tinggi Anda yang kelak menyerang aparat atau membuat malu nama Indonesia di dunia internasional? Tentu saja Anda akan merasa malu karena almamater Anda dianggap telah menghasilkan pemberontak.

Menurut saya, siswa-siswa yang terlibat dengan tindakan makar ini sudah selayaknya tidak diterima di perguruan tinggi manapun di Indonesia. Walaupun mungkin mereka telah mendaftar dan diterima di berbagai perguruan tinggi, para pimpinan perguruan tinggi yang menjadi tujuan mereka untuk melanjutkan studi perlu memertimbangkan kembali keputusan untuk menerima mereka. Bayangkan jika ada mahasiswa teknik industri di Universitas X yang terlibat dengan organisasi teroris kemudian setelah lulus dari Universitas X ia memakai ilmu yang ia dapat untuk merakit bom dan meledakkan pos militer kemudian tertulis di surat kabar bahwa pelaku pengeboman merupakan alumni Universitas X. Siapa yang akan menanggung malu? Tentu saja semua pimpinan, karyawan, alumni, dan mahasiswa Universitas X.

Lantas apa solusinya supaya kejadian ini tidak terulang kembali? Saya akan memberikan solusinya dari sisi pendidikan. Yang pertama, kurikulum mata pelajaran sejarah perlu dirubah dengan diwajibkan adanya bab khusus yang membahas sejarah integrasi Papua ke dalam Republik Indonesia. Dalam bab tersebut harus dipaparkan kisah perjuangan orang-orang Papua yang melawan penjajahan Belanda dan memerjuangkan penyatuan Papua Barat ke Republik Indonesia. Kemudian dalam bab tersebut juga harus dijelaskan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa hasil PEPERA tahun 1969 adalah sah dan telah diakui oleh PBB. (Baca lebih lanjut : http://www.kompasiana.com/mozesadiguna/integrasi-papua-ke-indonesia-adalah-sah_552a1cf26ea8340003552d28) Yang kedua, diadakannya UN mata pelajaran sejarah. Memang kelihatannya ini akan semakin memberatkan para siswa. Akan tetapi, ini dapat membantu generasi muda Indonesia semakin paham akan sejarah bangsanya. Dengan pemahaman sejarah yang benar, diharapkan para generasi muda Indonesia tidak mudah dicuci otak oleh sejarah versi kelompok-kelompok anti NKRI yang sudah memutarbalikkan fakta.

Perguruan tinggi sudah seharusnya tidak hanya menjadi tempat menanamkan ilmu pengetahuan tetapi juga tempat menanamkan rasa nasionalisme. Setiap perguruan tinggi harus berusaha tidak hanya mencetak manusia yang berprestasi tetapi juga mengharumkan bangsa Indonesia. Jika ada sekelompok mahasiswa suatu perguruan tinggi yang memiliki pandangan anti Pancasila dan NKRI, maka perguruan tinggi tersebut tidaklah lebih daripada sarang teroris. Mereka dapat menggunakan ilmu yang mereka peroleh untuk menghancurkan negara ini. Relakah kampus Anda menjadi sarang teroris?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun