Mohon tunggu...
moza aura
moza aura Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

saya seorang mahasiswi yang sedang berjuang untuk mental health

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mood Swing atau Bipolar? Stop Self Diagnose!

24 Mei 2023   18:40 Diperbarui: 24 Mei 2023   18:48 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://beautymumsbabies.com/

sama seperti kesehatan fisik, kesehatan mental setiap orang juga harus dijaga. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai kondisi kesejahteraan yang memungkinkan orang untuk mencapai potensi penuh mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mampu menangani tantangan khas kehidupan, bekerja secara efektif dan berhasil, serta berkontribusi pada komunitas mereka. 

Istilah "kesehatan mental" dan "masalah kesehatan mental" terkadang digunakan secara bergantian, namun keduanya bukanlah hal yang sama. Kesehatan mental tidak sama dengan masalah kesehatan mental, yang meliputi skizofrenia, gangguan kecemasan, depresi, dan kondisi lainnya. Kita harus menjaga kesehatan mental kita karena memiliki pikiran yang sehat dan pandangan hidup yang bahagia sangat penting untuk dapat bekerja dengan baik.

Akhir-akhir ini sering kita temukan banyak generasi muda yang selalu mendiagosis jika dirinya mengalami mental illness. Menurut Kemenkes, mental illness sering disebut juga dengan penyakit mental atau gangguan kejiwaan seseorang yang tergolong sebagai masalah medis yang dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, maupun kombinasi dari semua yang berhubungan dengan emosional seseorang. 

Kecemasan berlebihan, ketakutan, melankolis berkepanjangan, tawa tak terduga, halusinasi, dan banyak gejala lainnya adalah awal dari mental illness. Mental illness bukanlah hal yang sepele dan dibuat mainan. Namun sayangnya banyak remaja zaman sekarang yang mendiagnosis diri mereka sendiri dengan berbagai jenis gangguan mental seperti bipolar.

Banyak remaja saat ini secara terbuka menyatakan penyakit mental mereka, yang mereka diagnosa sendiri menggunakan sumber online seperti Google. Self Diagnose adalah diagnosis suatu penyakit atau pernyataan bahwa seseorang memiliki kondisi tersebut berdasarkan pengetahuan dan informasi yang diperoleh secara mandiri tanpa berkonsultasi dengan spesialis di bidang itu. Karena kita sering salah memahami diri kita sendiri dan situasi aktual yang kita rasakan serta cenderung membesar-besarkan masalah tersebut, mencari informasi sendiri melalui internet tidak dapat dianggap sepenuhnya akurat. Karena ada kemungkinan mendapatkan diagnosis yang salah dan menerima terapi yang salah, diagnosis sendiri sangat tidak dianjurkan. Kesehatan mental yang sebenarnya juga dapat dipengaruhi oleh diagnosis diri.

Postingan terbaru remaja di media sosial telah dibanjiri bukti masalah kesehatan mental mereka, terutama depresi dan bipolar. Biasanya, mereka melakukannya dengan mengupload beberapa video pendek tentang orang-orang yang melukai diri sendiri, mencukur rambut pendek untuk wanita, dan menangis di tempat yang gelap gulita dengan musik sedih diputar di latar belakang. 

Mereka kadang-kadang juga berbagi mengenai penyebab terkait depresi mereka juga. Bahkan, mereka menciptakan sebutan keren yang terkesan lebih biologis sehingga segala tindakan dan perkataan mereka menjadi lebih dramatis. Misalnya, memiliki orang tua yang terlalu protektif sering disebut dengan strict parents, menggunakan kata-kata yang sedikit sarkastik dan kejam kepada mereka disebut savage, menyayat tangan untuk merusak diri sendiri disebut cutting, dan masih banyak lagi contoh istilah yang membantu mereka mengungkapkan hal yang mereka alami  secara visual sebagai informasi kesehatan mental mereka.

Penulis pernah menemukan video pendek yang diupload di suatu platform media sosial terkenal yang sebagian besar penggunanya merupakan remaja, dalam video tersebut ada seorang nakes yang membuat konten mengenai ciri-ciri orang yang mengalami gejala awal dari gangguan kejiwaan. Dalam kontennya, nakes tersebut menyebutkan beberapa ciri-ciri yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan masalah kejiwaan, seperti malas mandi, rebahan seharian tapi sulit tidur, mudah lupa dan sulit berkonsentrasi. Video tersebut mendapat ratusan ribu like dan puluhan ribu komen dari warganet. 

Kebanyakan remaja yang berkomentar pada video tersebut mempercayai isi dari video yang tidak ada dasar teorinya. Hal itu memperparah keadaan self-diagnosed yang dilakukan oleh para remaja. Psikolog klinis Universitas Indonesia, Agustine Dwiputri turut menanggapi video yang viral tersebut. Beliau mengatakan jika itu bukan termasuk gejala awal dari gangguan kejiwaan.

Para remaja seharusnya mulai berhenti untuk self-diagnosed diri mereka sendiri dengan berbagai jenis gangguan mental. Karena sejatinya, masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Dimana masa itu akan terjadi perubahan emosional remaja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun