Mohon tunggu...
Monique Rijkers
Monique Rijkers Mohon Tunggu... profesional -

only by His grace, only for His glory| Founder Hadassah of Indonesia |Inisiator Tolerance Film Festival |Freelance Journalist |Ghostwriter |Traveler

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Zionisme Vs Iman Kristen

16 Desember 2017   08:33 Diperbarui: 16 Desember 2017   09:26 5507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zionisme  vs Iman Kristen

Pasca pengumuman pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem yang disampaikan Presiden Donald Trump, dunia riuh memberikan tanggapan. Gejolak ini bisa dimaklumi karena ketidaktahuan banyak orang tentang keterkaitan antara Yerusalem dan bangsa Israel. Dengan mudah, orang lantas mengaitkan pada zionisme dan kembali mempersoalkan lahirnya Israel sebagai negara. 

Karena topik ini sangat hangat dibicarakan di Indonesia, bukan saja di kalangan pro-Israel atau pro-Palestina tetapi juga menimbulkan perbedaan pendapat di antara kalangan Kristen sendiri. Dikotomi dalam memaknai status Yerusalem, khususnya dan Israel secara umum tentu menarik dicermati dan dapat menambah khazanah pengetahuan bagi non-Kristen sebagai mayoritas di Indonesia.

Jika mengulas tentang Israel, maka ada satu kata yang sering mencuat yakni zionisme yang bisa dimaknai sebagai kembalinya diaspora bangsa Yahudi ke Tanah Perjanjian. Zionisme digagas oleh Theodor Herzl, seorang wartawan berdarah Yahudi tetapi beragama Kristen Protestan dan belakangan memeluk Yudaisme. Herzl terkenal dengan slogannya, "If you will it, it is no dream". Dalam buku yang diterbitkan pada tahun 1896 yang berjudul "Negara Yahudi atau Der Judenstaat", Herzl berusaha mencari solusi bagi bangsa Yahudi yang hidup di negara-negara Eropa di masa itu yang mengalami persekusi akibat sikap anti-semitisme (saat ini dimaknai sebagai anti terhadap orang Yahudi). 

Solusi yang digagas Herzl adalah memilih sebuah wilayah yang bisa didiami dan menjalankan hukum Yahudi. Sebenarnya ide Herzl yang dituang dalam buku bukan hal baru. Malah boleh dibilang sangat terlambat dibandingkan apa yang ditulis dalam Kitab Suci umat Yahudi dan Kristen. Di dalam Kitab Suci, dengan mudah kita akan menemukan ayat-ayat suci tentang "kembali ke Sion" atau aliyah. Aliyah adalah kata dalam Bahasa Ibrani yang bermakna "naik ke atas". 

Maksud "naik ke atas" ini adalah naik ke Bukit Sion atau Zion (dalam Bahasa Inggris) yang terletak di Yerusalem. Secara singkat aliyah adalah kembali ke Sion atau kembali ke Yerusalem sehingga aliyah bisa diasumsikan sebagai bahasa teologi dari zionisme. Tanpa disadari, Herzl mewujudkan aliyah yang sudah dinubuatkan (prophecy).

Herzl kemudian mengumpulkan 200 orang Yahudi dari 70 negara untuk bertemu di Basel, Swiss pada 1897, inilah Kongres Zionis pertama. Baru pada 1903 Kongres Zionis kedua menentukan pilihan untuk kembali ke Sion, kembali ke Tanah Perjanjian. Menurut sejarah bangsa Israel, Tanah Perjanjian sudah dijanjikan kepada nenek moyang mereka yaitu Abraham, Ishak dan Yakub serta dilanjutkan kepada Nabi Musa yang membawa bani Israel eksodus dari Mesir. 

Pengganti Nabi Musa yakni Yosua, bertugas membagi-bagikan Tanah Perjanjian bagi 12 suku Israel. Lokasi Tanah Perjanjian berada di wilayah Kanaan, bukanlah sebuah tanah kosong namun didiami tujuh kerajaan yang semuanya harus ditaklukkan oleh Yosua. Setelah berhasil menguasai Kanaan, bangsa Israel berproses menjadi kerajaan. Jika berbicara kerajaan, artinya berbicara mengenai wilayah dan rakyat yang diperintah. Tanpa wilayah tentu tidak bisa disebut kerajaan dan tanpa rakyat tentu tidak valid menjadi pemimpin (raja).

Sejarah bangsa Israel mencatat raja pertama adalah Saul, raja kedua adalah Daud dan ketiga adalah Salomo. Daud dan Salomo adalah dua raja penting Kerajaan Israel karena Raja Daud membangun dan memerintah di Yerusalem selama 33 tahun sedangkan Raja Salomo membangun Bait Suci (Temple Mount) yang kemudian dihancurkan oleh Nebukadnezar, Raja Babilonia pada 586 SM dan dibangun kembali oleh Koresh, Raja Persia pada 539 SM. 

Raja Koresh memulangkan bangsa Israel dari pembuangan di Persia, kembali ke Yerusalem untuk mendirikan Bait Suci. Namun Bait Suci itu dihancurkan oleh Titus dari Kerajaan Romawi pada 70 Masehi. Kehadiran penjajahan bangsa lain di wilayah pemerintahan Israel menunjukkan eksistensi Israel. Bait Suci sebagai pusat ibadah Yahudi menunjukkan entitas Yudaisme sebagai sebuah otoritas keagamaan adalah fakta berabad-abad.

Sesungguhnya yang menarik dari ide kembali ke Sion (aliyah) adalah kenapa harus ke Sion? Apakah karena Bukit Sion terletak di Yerusalem? Kenapa bukan ke Gaza yang juga terletak di wilayah Israel dan dulu adalah kota milik suku Yehuda (Kitab Yosua 15:47)? Tentu saja kita harus kembali ke Kitab Suci untuk menemukan jawaban mengapa Sion atau Yerusalem sebagai sebuah lokasi khusus yang disebutkan secara spesifik. Tak kurang dari 600 ayat memuat kata Yerusalem dan sekitar 20 ayat merujuk pada alasan TUHAN memilih Yerusalem sebagai sebuah tempat khusus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun