Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kartini Hidup di Batinku

6 April 2021   21:48 Diperbarui: 6 April 2021   22:24 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
R.A Kartini ( katamutiara.com)

Dia juga selalu memburu leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Semua itu menggambarkan kelaparan dan kehausan Kartini akan ilmu pengetahuan sekaligus menunjukkan kekuatan serta keluasan ilmu kehidupan dari hasil membaca.

Sayang, waktu itu belum ada internet. Andai ketika itu sudah ada, dapat dibayangkan Putri Sejati itu pasti rajin berselancar di dunia maya untuk mendapat pengetahuan sebagai amunisi mencapai cita-cita mengangkat dan memperkaya wanita agar menjadi cerdik pandai, mandiri, dan memiliki hak sama untuk belajar seperti kaum Adam.

Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum dan agama. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh persamaan hukum, kebebasan, otonomi sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. "... Agama harus menjaga kita dari berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu ..." kalimat yang ditulis dalam sebuah surat itu memperlihatkan sikap kritis Kartini sekaligus gugatan dari lubuk nuraninya.

Kartini memprotes kaum laki-laki yang berpoligami. Bagi dia, kalau itu diamini setiap lelaki, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.

Itulah yang hendak didobrak. Dia juga mengkritisi kehidupan beragama. Menurut dia, dunia akan lebih damai jika tidak ada umat yang sering menjadikan agamanya sebagai alasan untuk berselisih, cekcok, dikotomi, dan saling menyakiti.

Pemikiran itu sangat berani di zamannya, apalagi yang mengungkapkan adalah wanita. Kartini ternyata memang berjiwa penulis. Itu tampak dari sejumlah karyanya, di antaranya, Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen, Zelf-werkzaamheid dan Solidariteit. Tulisan tersebut didasari Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (ketuhanan, kebijaksanaan, dan keindahan), ditambah humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan nasionalisme (cinta tanah air).

Semua itu merupakan gugatan sekaligus gagasannya untuk mengubah posisi dan kondisi wanita Indonesia yang terbelenggu situasi sosial saat itu, khususnya budaya Jawa yang dipandang menghambat kemajuan kaum perempuan. Pejuang kaum wanita itu ingin agar perempuan bebas belajar dan menuntut ilmu.

Dia menginginkan wanita pintar agar anak-anaknya juga menjadi generasi yang cerdas, pandai, dan berbudi luhur karena seorang wanita memegang peranan penting bagi pendidikan dan perkembangan dalam keluarga.

Belum Selesai

Zaman pun terus bergerak. Jerih payah dan perjuangan Kartini akhirnya berbuah. Banyak wanita yang menduduki posisi penting di bumi pertiwi ini. Contoh Megawati Soekarno Putri yang pernah menjabat presiden. Ibu  Susi  Pujiastuti  menjabat  Menteri  Kelautan, Ibu  Sri  Mulyani, sebagai  Menteri  Keuangan, Ibu  Tri Rismaharini dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Sosial pada tanggal 23 Desember 2020. Pimpinan Radio Republik Indonesia untuk pertama kalinya dipimpin seorang wanita, Rosarita Niken Widiastuti. Banyak wanita pengusaha yang sukses sehingga namanya mendunia.

Tidak sedikit wanita yang bergelar doktor. Tak terhitung perempuan yang jabatannya jauh lebih tinggi dari kaum pria. Namun, kita tidak boleh menutup mata dan hati, mungkin karena kepandaiannya, sulit dihitung jumlah wanita yang jatuh ke dalam kehidupan negatif. Mereka menjadi koruptor. Banyak pula yang justru merusak kaumnya sendiri dengan menjadi induk semang penjualan perempuan.

Mata kita juga harus terbuka, jutaan wanita Indonesia masih terbelakang dan buta huruf, khususnya yang tinggal di pedalaman. Masih banyak wanita korban trafficking menjadi komoditas perdagangan manusia.

Jadi, perjuangan Raden Ajeng belum selesai. Kaum wanita sekaranglah yang memiliki kewajiban menyelesaikannya agar segenap perempuan Indonesia sungguh-sungguh menjadi diri sendiri, mandiri, dan bebas dari kebodohan, kemiskinan, serta penindasan.


Mampukah wanita Indonesia yang diwarisi harta terindah dan cita-cita mulia Kartini untuk berjuang membebaskan perempuan dari penindasan: kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan, ketidakjujuran, ketidakbenaran, dan objekan? Mereka masih tertinggal dan terbelenggu budaya modern yang sarat tantangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun