Mohon tunggu...
Lay Monica Ratna Dewi
Lay Monica Ratna Dewi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ekonomi, Nasionalisme, Pilihan Individu

30 Desember 2012   01:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:49 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 1998 menjadi salah satu tahun terkelam bagi kehidupan bangsa kita. Enam dimensi krisis sekaligus kita alami, mengukuhkan posisi kita sebagai negara Asia yang mengalami krisis paling lama dan paling mahal biayanya.

Pada tahun yang sama ekonom India, Amartya Kumar Sen (64) memperoleh penghargaan Nobel Ekonomi. Sungguh menjadi suatu kebanggaan bagi masyarakat Asia yang saat itu sedang ditempa krisis. Fenomena yang menarik adalah karya-karya Sen yang sebenarnya tidak condong ke arah teori murni justru mendapatkan penghargaan pada tahun itu.

Amartya Sen dalam karya-karyanya menekankan pada perlunya dimensi kemanusiaan dalam menangani masalah-masalah ekonomi yang vital. Dalam tulisannya yang berjudul "The Economics of Life and Death" yang dimuat dalam jurnal Sains Scientific American edisi Mei 1993, Sen menuliskan demikian:

"Ilmu ekonomi tidak hanya semata peduli pada pendapatan dan kekayaan namun juga menyangkut pemanfaatan sumber daya ini sebagai sarana untuk tujuan yang nyata, mencakup peningkatan dan dinikmatinya kehidupan yang panjang dan layak {cetak tebal oleh penulis}. Jika saja, sukses ekonomi suatu bangsa hanya ditentukan oleh pendapatan dan indikator-indikator kemewahan tradisional lainnya serta kesehatan finansial, tujuan utama tercapainya kesejahteraan telah meleset {cetak tebal oleh penulis}".

Idealnya... Seluruh sumber daya semestinya menjadi SARANA untuk membangun kesejahteraan bersama, bukannya menjadi TUJUAN akhir dari kehidupan ekonomi itu sendiri. Dalam hubungannya dengan istilah nasionalisme (yang penulis pahami secara pribadi sebagai kemauan untuk memperhatikan kehidupan bersama dalam komunitas suatu bangsa) ilmu ekonomi semestinya mampu menjawab bagaimana cara mengakomodasi kebutuhan bersama dengan melibatkan seluruh komponen: rumah tangga konsumen, produsen, dan pemerintah untuk membangun cara yang paling adil sekaligus efisien dalam implementasi kebijakan-kebijakan yang ada, seperti semangat Dr. Sen.

Sumber daya semestinya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kolektif dan bukannya menjadi sarana bagi para konglomerat untuk memperkuat posisinya sebagai "yang terkaya, yang terhebat". Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi ilmu ekonomi dalam hubungannya dengan kehidupan nasion di mana pilihan kolektif sangat terkait dengan pilihan individu. Jika para individu memiliki kecenderungan untuk "saling berebut" maka terjadilah hukum alam: Homo homini lupus di mana yang kuat yang akan menang sementara yang lemah akan semakin tertindas.

Kenyataannya... Bagaimana kehidupan bersama akan dapat dibangun adalah hasil dari kumpulan pilihan para individu. Maka secanggih atau sebaik apa pun ilmu ekonomi, cita-cita untuk menciptakan kesejahteraan hanya akan berhasil jika setiap individu (atau paling tidak sebagian besar individu; karena tidak mungkin menyeragamkan semua orang)memiliki kesejahteraan moral yang tinggi pula: bahwa ketamakan dan keserakahan hanya akan membawa petaka. Seperti apa yang diungkapkan oleh Mahatma Gandhi: "Dunia ini akan menjadi tidak cukup bila satu saja orang menjadi serakah..."

Pada akhirnya pilihan terletak pada para individu sendiri: Apa yang kupilih dalam posisi yang sedang dan akan kualami: semua hanya untukku atau orang lain turut menjadi pertimbanganku? Pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita masing-masing.

Selanjutnya, jika pun ada kemauan yang baik dan sekecil apa pun kontribusi yang dapat kita berikan sesuai dengan kapasitas kita, maka lakukanlah... saat ini juga untuk kehidupan yang harus kita bangun bersama...

-Carpe diem, quam minimum credula postero-*

*Salah satu frasa dari puisi Horace. Terjemahannya dalam bahasa Inggris: Seize the day and place no trust in tomorrow. Artinya: lakukan apa yang dapat kita lakukan pada hari ini karena kita tidak pernah tahu apakah pada hari esok kita masih memiliki kesempatan untuk melakukannya... Maka janganlah menunda segala hal baik yang dapat kita lakukan pada kesempatan yang kita miliki pada saat ini...

-Sekian-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun