Mohon tunggu...
Mongabay Indonesia
Mongabay Indonesia Mohon Tunggu... -

Mongabay Indonesia merupakan situs berita yang berfokus pada penyampaian informasi berkaitan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bunga Bangkai Ternyata Bisa Dijadikan Diversifikasi Pangan, Seperti Apa?

12 Oktober 2017   21:00 Diperbarui: 12 Oktober 2017   21:09 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemunculan tumbuhan Amorphophallus paeniifoliusacapkali menyedot perhatian. Tumbuhan yang temasuk Famili Araceae (suku talas-talasan) ini seringkali dikelirukan awam dengan bunga Raflesia Sp.

Dengan rupa bunga berwarna merah kecoklatan dengan bentuk kuncup semu ungu serta mengeluarkan bau tak sedap. Seolah membenarkan kekeliruan.

Padahal, bunga Raflesia dan bunga bangkai merupakan dua jenis tumbuhan berbeda. Meski kadang kedua jenis tumbuhan ini dianggap sama atau bahkan tertukar oleh masyarakat.

Sepekan sudah, tumbuhan dengan dominasi warna krem pada kelopaknya itu tumbuh membesar di Gang Sukamulya RT.05 RW.09 Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying, Kota Bandung.

Dari hasil kasak -- kusuk di lapangan, tidak semua warga mengetahui nama tumbuhan tersebut. Warga hanya menyadari ketika kuncupnya telah mencapai tinggi 30 sentimeter. Setelah itu diterka bahwa tumbuhan tersebut adalah suweg.

"Tumbuhnya mah sekitar sebulan lalu, namun baru kelihatan besar sekitar semingguan ini. Katanya sihsuweg," ujar salah satu warga Maesaroh (40).

Mongabay, mencoba konfirmasi kepada Ketua Forum Komunikasi Riset dan Pengembangan Rafflesia dan Amorphophallus, Sofi Mursidawati. Menurutnya, tumbuhan yang tumbuh di pemukiman tengah kota itu adalah suweg.

Lebih lanjut, dia menerangkan, suweg termasuk keluarga bunga bangkai, namun lebih cenderung pada umbi -- umbian. Siklus hidupnya pun berbeda dengan bunga bangkai atau A. titaniumyang langka. A. paeniifoliuspersebarannya sangat luas.

"Di seluruh Indonesia ada. Tidak aneh juga kalau ada di perkotaan. Mungkin sifat, siklus hidupnya yang mengalami dorman (istirahat). Ini membuatnya seolah muncul tiba-tiba," kata Sofi Kamis, (5/10/2017) lalu.

Bunga bangkai berjenis Amorphophallus paeoniifolius yang tumbuh di pekarangan rumah Desi Indriyani, warga Muara Komam, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Foto: Desi Indriyani/Mongabay Indonesia

Siklus hidup keluarga talas, kata dia, memang begitu. Yang membedakannya dengan A. titanium atau suweg cenderung lebih pendek dan berbunga secara sporadis. Tidak ada karakteristik khusus, dimana saja bisa tumbuh.

Peneliti LIPI ini juga menyebut bahwa suweg dapat dibudidayakan. Terlebih di wilayah tertentu, suweg telah banyak diolah dan dikonsumsi. "Tetapi perlu cara pengolahan yang tepat, bisa menimbulkan gatal jika kurang tepat dalam pengolahannya," paparnya.

Manfaat Suweg

Tanaman suweg adalah tanaman liar yang tumbuh di tempat -- tempat lembab dan terlindungi dari sinar matahari. Suweg mudah tumbuh tanpa pemeliharaan rutin sekalipun pada lahan yang tidak produktif

Dalam buku Bertanam Umbi -- umbian (Pinus 1997), ukuran umbi suweg bisa mencapai diameter 40 sentimeter, bentuknya bundar pipih, diameter tinggi umbi bisa mencapai 30 sentimeter, umbinya memiliki bobot kurang lebih 5 kilogram.

Secara morfologi, suweg memiliki batang diameter 10 sentimeter, tinggi 1,5 meter. Warna hijau belang-belang putih mirip tubuh ular itu, sebenarnya hanyalah tangkai daun. Daun suweg sendiri menjari banyak dan membentuk seperti payung selebar 1 meter.

Batang semu ini akan menguning, layu lalu mati menjelang musim kemarau. Hingga pada musim kemarau umbi akan mengalami masa dorman, untuk tumbuh lagi pada awal musim penghujan.

Awalnya suweg berasal dari benih berupa tonjolan pada kulit umbi seukuran kelereng. Untuk mencapai ukuran optimal seberat 10 kg, diperlukan masa pertumbuhan relatif lama. Itupun baru akan terjadi apabila tanaman suweg tumbuh di lahan yang cocok dengan tuntutan agroklimatnya.

Di seluruh dunia, ada sekitar 90 jenis Amorphophallus. Selain suweg dan bunga bangkai raksasa, yang juga dikenal masyarakat seperti iles-iles (Amorphophlallus konyac) dan acung (Amorphophallus variabilis). Dan belum semua umbi-umbian dimanfaatkan dan dikembangkan, contohnya ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili.

Sebetulnya, jenis Amorphophallus berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat alternatif selain padi. Bahwa upaya diversifikasi pangan yang diprogramkan pemerintah dapat memanfaatkan keragaman pangan potensial, misalnya, umbi suweg.

Di beberapa kawasan di Jawa Tengah, budidaya suweg sudah cukup memasyarakat. Meskipun masih jarang melakukannya secara monokultur. Biasanya budidaya suweg dilakukan secara tumpang sari, di sela-sela tanaman jagung dan singkong, atau di bawah tegakan tanaman keras.

Bibit suweg (Amorphophallus campanulatus). tanaman ini tergolong umbi -- umbian yang memerlukan tegakan pohon untuk tumbuh dengan tanah yang gembur serta ketersediaan air yang tinggi. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

Suweg memiliki nilai penting disisi pangan dan obat-obatan. Umbi suweg dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif karena memiliki kandungan serat pangan, karbohidrat, dan protein yang cukup tinggi. Selain itu, tanaman ini dipercaya juga dapat digunakan sebagai obat.

Akan tetapi, suweg belum dimanfaatkan secara optimal sebagai tanaman pangan dan obat oleh masyarakat. Suweg cenderung hanya menjadi tanaman liar dan gulma pada lahan. Oleh karena itu, diperlukan informasi lebih lanjut mengenai karakter tanaman tersebut sebagai pedoman kekayaan

Oleh:Donny Iqbal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun