Mohon tunggu...
Monang Ranto Vaber Simamora
Monang Ranto Vaber Simamora Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Suami dari seorang istri dan seorang gembala jemaat.

Perintah itu pelita, ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pudarnya Keindahan

5 September 2022   14:53 Diperbarui: 5 September 2022   14:55 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adam dan Hawa tinggal di dunia yang sungguh amat baik. Mereka hidup disebuah taman yang sangat indah. Taman Eden adalah nama taman dimana Tuhan menempatkan mereka. Ini adalah sebuah "negeri" tanpa kematian, negeri yang permai yang dapat dilukiskan dengan kata "damai", "tenang", "baik", "indah" dan "kudus".

Sebelum dosa masuk ke dalam dunia, Adam tidak memiliki kata untuk menjelaskan kematian. Dia hanya tahu dan mengalami apa itu keindahan dan kedamaian.

Namun setelah Dia dan Hawa jatuh ke dalam dosa, banyak kata yang dapat ia jelaskan tentang apa itu dosa. Hal itu kita ketahui kemudian saat Alkitab mencatat ada puluhan kata untuk menjelaskan apa itu dosa.

Awalnya hubungan Tuhan dengan Adam dan Hawa sangat baik. Tidak ada pemisah atau penghalang diantara hubungan mereka. Tuhan menyatakan diri kepada Adam dan Hawa dalam wujud manusia, mereka dapat berbincang-bincang dengan Tuhan "face to face".  

Tuhan tidak menenun mereka dalam rahim seorang wanita sebab mereka dijadikan langsung dari tanah dan Hawa dari tulang rusuk Adam. Tuhan membentuk mereka menjadi mahluk yang hidup dengan menghembuskan nafas hidup. Pada mulanya manusia itu sungguh amat baik.

Hanya Adam dan Hawa sendiri yang dapat menjelaskan tentang dunia tanpa dosa. Karena hanya mereka berdua yang pernah mengalami dunia tanpa dosa. Namun saat ini segala sesuatu dapat dijelaskan dengan dosa. Dunia telah dipenuhi dengan kejahatan. Kejahatan yang berasal dari dunia, setan dan dari diri manusia itu sendiri.

Saat Adam memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, sejak saat itu kejahatan tidak pernah tidur. Tidakkah Anda merasakannya dalam dirimu? Kejahatan itu bercokol dalam dirimu. Gambaran sempurna tentang kejahatan memang adalah si iblis tetapi jiplakannya adalah kita. Kita adalah anak-anak dari si jahat. Kejahatan tidak pernah terlelap dalam diri kita.

Ya, selain kejahatan merambah ke semua lini, pembusukan dan kekacauan pun terjadi. Satu kata untuk mewakili semua itu adalah kematian. Kematian memenuhi segala sesuatu. Kematian menjadi horor tersadis dalam dunia yang awalnya "sungguh amat baik" ini. Kesedihan, pilu dan air mata yang menemani kita sampai kita kembali menjadi unsur dari mana kita diambil "debu".
Debu yang berbalutkan kejahatan ini menambah kengerian dengan menciptakan ajaran-ajaran sendiri.

Kita menyembah batu dan berdalih kita menyembah "sesuatu atau sosok" yang berada diluar batu tersebut. Kita mengelilingi batu dan yakin batu itu adalah gambaran "ilah" yang kita sembah di luar sana. Kita menaruh gambar dan patung-patung tepat dihadapan kita lalu sujud kepadanya, sekalipun dalam hati kecil kita tahu, itu gambar dan patung bisu.

Kita jijik terhadap dosa-dosa orang lain terutama dosa yang diekspost ke umum. Kasus "polisi dibunuh polisi di rumah polisi" adalah salah satunya.

Kita jarang berpikir kasus kita sendiri, bagaimana jika kasus atau kejahatanku yang dibongkar dimuka umum. Sekali lagi kita adalah "produk" dari tipu daya si iblis, bahkan dalam hal tipu menipu pun iblis tidak perlu lagi mengajari kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun