Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lima Skenario Kudeta Demokrat

7 Februari 2021   05:41 Diperbarui: 7 Februari 2021   05:47 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kudeta. Sebuah kata yang kini, menjadi viral. Bukan hanya, saat membicarakan politik di Myanmar, tetapi juga politik di Indonesia. Kata ini, seakan terimpor dari berbagai penjuru, mulai dari 'nakalnya Donald Trump' sampai Kudeta Demokrat di Indonesia. Bermula dari pernyataan Agus Harimurti Yudoyono, yang kemudian bergulir liar, memasuki ranak publik yang luas.

Lantas, apa yang akan terjadi, dan bagaimana akhir perjalanan isu kudeta Partai Demokrat ini ?

Di sini kita melihat ada lima skenario, yang mungkin akan menjadi warna khusus bagi partai Demokrat hari ini ke depan.

Pertama, isu kudeta Demokrat menjadi 'iklan gratis' bagi Muldoko untuk naik ke permukaan, selepas citra Gatot Nurmantyo mulai meredup. 

Secara tidak langsung, sajian Partai Demokrat malah memberikan ruang terbuka, dan liar, untuk mengkampanyekan Moeldoko.  Andai Moeldoko mampu secara santun dan transparan, memberikan pembelaan sucinya terhadap kasus ini, maka isu Kudeta, memberikan citra positif kepada Moeldoko.

Kedua, sayangnya, reaksi dari kelompok pendukung Istana,  menunjukkan sikap yang reaktif kepada pernyataan AHY, dan kemudian balik menyerang AHY. 

Dalam konteks ini, kader AHY tengah  melakukan uji-kemampuan pemecahan masalah kepada AHY. Pimpinan Partai yang selama ini, bersinar dan dicurigai sinarnya, lebih disebabkan karena bersifat 'genetis', dengan keberanian dan kemampuan mengatasi masalah ini, akan menjadi kredit point tertentu bagi AHY sebafgai anak muda yang bersinar, dan layak dipromosikan di tahun depan.

Ketiga. isu kudeta, rasanya, akan menjadi sesuatu hal yang benar. Pada sebuah partai, yang besar dan dibesarkan dengan tradisi 'figur-sentris', akan mengalami hal seperti ini. 

Di saat, peran figur utamanya mulai 'dipandang' tidak memainkan peran utuh, maka kader-kader rasional dan realistis serta politis, akan memainkan isu 'demokratisasi' dalam konteks penyehatan organisasi. Pimpinan partai bukan warisan, melainkan mekanisme formal organsiasi. 

Oleh karena itu, tradisi aklamasi, akan menjadi opsional dikala, suara bulat, sedangkan pada saat, keutuhan citra dan kredibilitas fibur tidak kuat, maka kompetisi terbuka akan terjadi. 

Dalam konteks ini, Partai Demokrat,  potensial masuk ke fase demokratisasi organisasi. Maknanya, budaya dan mekanisme organisasi, akan dikembangkan dan digulirkan berbasis mekanisme organsisai dan bukan mekanisme kharismatis. Hal serupa ini, bisa terjadi pula, pada PDI-P, manakala figur Megawati, mulai meredup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun