Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Posisi BDR di Tahun 2021

6 Desember 2020   04:26 Diperbarui: 6 Desember 2020   04:34 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan ini, kelihatannya akan menguat di kalangan para guru. Atau, lebih luas, akan menjadi bahan pertanyaan kritis bagi dunia pendidikan. Sekali lagi. pertanyaan ini akan menjadi salah satu pertanyaan penting bagi dunia penidikan di Indonesia, menjelang tahun pelajaran semester genap di tahun 2021.

Mengapa demikian ?

Pasalnya sudah sangat jelas, yakni Pemerintah sudah membuka kran, pembolehan melaksanakan pembelajaran tatap muka. Sejumlah, orangtua siswa, dan juga para guru, terlebih lagi, beberapa siswa yang sudah mengalami kebisanan dan kejenuhan dengan pembelajaran BDR selama ini, sudah begitu kuat mengusulkan untuk menyegarakan proses pembelajaran tatap muka. 

Kebutuhan, keinginan, dan atau desaka untuk melakukan pembelajaran tatap muka. bukan sesuatu yang istimewa bagi dunia pendidikan. Karena tuntutan dan kebutuhan adalah tunutan biasa, dan bermaksud untuk menormalkan kembali model pembelajaran yang sudah hampir satu tahun lamanya terlupakan atau ditinggalkan.

Dengan adanya angin segar, pembukaan kembali sekolah di masa pandemi masih begitu kuat terasa di berbagai daerah dan kota di Indonesia, akankah kemudian model pembelajaran di rumah menjadi sesuatu yang ditinggalkan ? akankah, para siswa, para guru, dan terlebih lagi pemerintah, kemudian mengelukarkan kebijakan baru, terkait dengan model pembelajaran tatap muka ini ?

Pertama, kita melihat, bahwa pembelajaran tatap muka, bestatus wajib dilakukan dan dilaksanakan oleh setiap tenaga pendidikn dan pesrta didik, karena situasi pademi. Ini adalah situasi saat ini, dan situasi sekarang ini.

Kedua, belajar di rumah menjadi penguat dan varian dari pembelajaran di sekolah. status ini, masuk kategori 'pendukung' atau suplemen, sehingga kemudian diposisikan dengan konsep blended learning. Negara secara khusus, dan dunia pendidikan pada umumnya, memberi ruang kepada warga negara untuk belajar secara BDR, tetapi tetap menjalani proses pembelajaran di lembaga pendidikan. Itulah yang disebut BDR sebagai suplemen dalam sistem blended learning. Dalam bahasa lain, inilah yang dapat kita sebut sunnah, artinya, bila dilakukan dapat mendukung pada penguatan kualitas layanan pendidikan. 

Ketiga, Belajar di rumah merupakan opsional. Hal itu terjadi, manakala sistem dan budaya pendidikan nasional kita, menganut pada spirit demorkasi dan pemerdekaan belajar. Setiap orang berhak untuk menentukan pilihan belajar dimanapun dan dengan model apapun. Kemerdekaan belajar dan kemerdekana memilih tempat belajar, memosisikan BDR menjasi berstatus opsional, setara sebanding dan tidak ada bedanya dengan belajar di lembaga pendidikan. Dalam istilah lain, statusnya menjadi mubah, yakni opsional saja.

Keempat, BDR akan menjadi penyakit dan virus lembaga pendidikan, bila kemudian dijadikan benteng persembunyian bagi guru yang malas. Karena ada BDR, mereka malas ke kantor, dan kemudian menjalankan BDR. Itupun, dilakukan asal-asalan. Karena ingin bebas dan malas sekolah, anak pun kemudian mengusulkan BDR. Dalam situasi serpa ini. BDR menjadi sesuatu yang tidak perlu dilakukan, istilahnya, potensial melahirkan virus keburukan bagi dunia pendidikan bila dilakukan, dan lebih baik jangan diberlakukan. Itulah yang disebut  makruh dalam tradisi beragama (ISlam).

Terakhir. BDR menjadi sesuatu yang terlarang, khususnya jika ideologi pemikiran kita, bahwa belajar itu adalah HARUS di sekolah atau dilembaga pendidikan. Sehingga, mereka-mereka yang belajar di luar sekolah, tidak mendapat pengakuan terhadap keterampilan atau kompetensi yang dimilikinya. Kelompik warga negara yang belajar di rumah atau di luar sekolah, liar tak terkendali, dan hanya berhak unuk bisa mendapatkan pekerjaan hasil usaha sendiri, atau berwiraswasta.

Mencermati hal itu, bagaimana nasib proses dan model lembaga pendidikan di masa yang akan datang ? Dari logika yang dikemukakan tadi, hanya ada satu kemungkinan, yang memojokkan BDR sebagai sesuatu yang terlarang. Bahkan, logika terakhir itu pun, akam menjadi lemah kembali, bila kemudian, tuntutan dan tantangan budaya global dan modern yang sudah sarat dengan basis teknologi informasi dan komunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun