Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penghargaan Nararya, Buat Siapa? Kok Bisa Ya...

12 Agustus 2020   06:05 Diperbarui: 12 Agustus 2020   06:03 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada yang istimewa dalam sebuah tradisi politik. Banyak hal strategi, yang bisa dilakukan, untuk melakukan penataan sistem dan budaya politik. Termasuk diantaranya, adalah dengan cara memberikan penghargaan kepada elit politik, mantan pejabat negara, dan atau rakyat pada umumnya.

Dalam kasus yang terakhir ini, yakni yang disebut Penghargaan Nararya kepada pejabat negara saat ini, oleh Presiden Jokowi, merupakan salah satu dari skema Pemerintah dalam menjaga sistem dan budaya politik. 

Dalam pengertian khusus, penghargaan adalah bentuk pengakuan, terhadap kinerja, kontribusi dan juga penghormatan terhadap warga negara yang dianggap sebagai agen perubahan dan atau agen penting dalam menjaga kehormatan bangsa dan negara.

Itu adalah  satu sisi. Artinya, dari sisi normatif,  penghargaan ini, sebuah kewajaran yang perlu dilakukan Negara, sebagai bentuk pengakuan kepada warga negaranya. Sehingga pada akhirnya, di hari-hari berikutnya, warga negara yang berjasa terhadap bangsa dan negara ini, memiliki kesungguhan hati untuk terus berkarya dan berjuang demi bangsa dan negara.

Hanya memang, lantas ada sebuah pertanyaan, mengapa yang lebih banyak dipopulerkan itu adalah penerima penghargaan yang berasal dari politisi ? apakah memang hanya mereka-mereka itu, yang dianggap berjasa dalam menjaga kesinambungan bangsa dan negara ini ?

Di sinilah, sudut kritis akan muncul. Penghargaan Negara, dalam batasan tertentu, bisa jadi, bukan bentuk penghargaan negara, melainkan penghargaan dari pemerintah yang berkuasa, memiliki nilai politis dibandingkan nilai integritas.

Ada beberapa sisi, yang bisa dihipotesiskan (bahasa  keren dari diduga) memiliki nilai politis. Tokoh seperti Fadhli Zon dan Fahri Hamzah adalah wakil rakyat yang vokal, baik dalam mengkritisi program Pemerintah dan ataupun sebagai oposan penguasa. 

Kedua tokoh ini, kerap kali memberikan opini bersebrangan dengan opini Pemerintah. Pertanyaannya, adalah apakah karena kontribusi itu, kemudian kedua tokoh ini diartikan sebagai salah satu "penjaga kesehatan demokrasi?"

atau, jangan-jangan, analisis nyinyirnya, penghargaan itu bukan sebuah penghormatan, tetapi rayuan halus, dengan harapan, kedua elit itu bisa memperkecil volume suaranya ?! 

Bagi kita sebagai warga negara, perlu kiranya memberikan apresiasi positif dengan tradisi baru ini. Jokowi, dengan membuat eksperimen seperti ini, memberikan sebuah 'orientasi baru' bahwa penghargaan negara kepada warga negara itu, memang benar-benar sebuah penghargaan dari negara, bukan dari penguasa. 

Artinya, siapapun mereka, kendati dianggap bersebrangan dengan Penguasa, bila memang layak dianugerahi penghargaan, maka secara objektif harus diberikan. Inilah nilai positif dari kebijakan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun