Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karena Kumismu Itulah!

3 Juli 2020   06:24 Diperbarui: 3 Juli 2020   08:19 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hai, kami belum punya tas ini, ya..?" ujar sang senior yang ada disampingku. Sambil tersenyum manis, dia menawarkan sebuah tas. Buka baru, tetapi kelihatan masih layak pakai. Bisa jadi barang itu, bukanlah barang murahan. Karena sudah kelihatan klasik, tapi masih asik untuk ditatap dan dipakai.

"o iya, belum kang.." ungkapku. Sambil membuka telapak tangan tanda kesadaran untuk menerima limpahan rizki dari kakak senior tersebut. Mata dia pun terlihat berbinar, dan memancar aura kebahagiaan, karena kesediaanku menerima hadiah daripadanya. Saya pun, demikian adanya. Bahagia dan senang menerima hadiah tersebut.

Selepas pindah tangan, tas itu, kemudian dibulak dan dibalik. Maksudku untuk sekedar meneliti mengenai keadaan hadiah dari kakak seniorku masa lalu. Selidik punya selidik, ternyata dibagian bawah saku tas itu, ada potongan kain yang terurai. "Ah, rasanya ini perlu digunting.." pikirku saat itu.

Melihat ada adik tingkat dibelakang, kemudian secara spontan aku bilang, "tolong ambilkan gunting, buat motong kain ini.." pintaku kepadanya. Permintaan itu aku sampaikan dengan tulus, dan rasanya tidak ada paksaan terhadapnya.  Permintaan itu aku ajukan dengan maksud baik-baik, tanpa dimaksudkan untuk merendahkan derajatnya.

Apa yang terjadi ? ternyata, dia malah berdiri dan kemudian pindah duduk, dan terus menyandar di kursi yang jauh dari posisiku. Aku termenung, melihat kenyataan itu. Aku tatap kembali yuniorku ini. Aku renung, dan pikir kembali. Sambil bertanya dalam hati, "apa yang terjadi pada anak ini.." ungkapku dalam hati, "apa salah permintaanku itu...?"

Atmosfer reuni saat itu, terasa berubah. Orang lain yang hadir, masih terus mengikuti jalannya acara reunion. Tetapi, atmosfer reunion itu, aku rasakan telah berubah secara drastic. Sebelumnya terasa sebagai sesuatu yang sejuk dan adem, kini mulai menghangat dan cenderung memanas.

"sahabat-sahabat..." ungkap seseorang, yang kami anggap paling senior yang tengah berbicara di depan, "kita lahir dari satu asrama, dan satu almamater. Itulah kesamaan kita. Tetapi, kita sadari bersama, bahwa latar belakang pendidikan dan angkatan serta daerah kita berbeda-beda. Bahkan, hal yang paling nyata saat ini, kita pun memiliki nasib dan ujung kehidupan yang berbeda-beda...".

Pernyataan itulah yang menggema, dan kemudian bergerak turbulen dalam ruangan. Arah gema itu, menyentak ke kanan, kiri, atas dan bawah, bahkan berputar sangat kuat di tengah pertemuan reuni.

Dalam situasi serupa itulah, pikiran ini kemudian bergerak kea rah sahabat yuniorku yang baru saja. Ku tataplah wajahnya. Matanya tampak cuek. Bahkan, cenderung abai terhadap apa yang sedang aku lakukan saat itu.

Seketika itu, aku diingatkan oleh sebuah media sosial. "oh, inilah, keluarga asramaku yang kini, tengah menduduk sebuah posisi politik tinggi." Pikirku. Dia tengah berada dalam situasi luhur dan mulia secara politik. Kendati berada pada posisi junior di asrama, namun memiliki posisi kunci di posisi politik.

Aku ingat. Kumisnya itulah, yang tidak pernah berubah selama ini. Sejak di asrama dulu, dan sampai saat ini, bentuk kumisnya itulah yang tidak mengalami banyak perubahan. Kendati status sosial dan ekonomi tengah mengalami percepatan yang luar biasa bagi dirinya, namun kumisnya itu masih tetap menggambarkan masa lalu.

Sayangnya, memang kumis itu, tidak bisa bicara dan tidak bisa menyadarkan pemiliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun