Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hari Gini, Tidak Punya DOT?

27 Juni 2020   06:46 Diperbarui: 16 Juni 2021   23:17 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unik memang. Pengalaman masa pandemik ini, memberikan pengalaman yang beragam bagi masyarakat kita. Keragaman ini, bukan sekedar keragaman respon, tetapi juga keragaman kelakuan, atau fenomena yang muncul di tengah-tengah perjalanan menjalani masa pandemic atau lebih tepat masa PSBB.

Salah satu pengalaman unik, terjadi juga di lembaga pendidikan. Memang ini, baru indikasi kecil, tetapi unik untuk diceriakan. Ada seorang calon peserta didik, berlatar belakang pesantren, kemudian hendak bermaksud mengikuti kegiatan tes tulis dalam jaring (daring) atau online. Luar biasanya lagi, dia harus bekerja keras bukan mempelajari bahan ujian, melainkan belajar keras bagaimana mengoperasikan aplikasi yang akan digunakan oleh tim pelaksanaan ujian daring di maksud.

"anak kami, selama di pesantren, jarang menggunakan hape..." ungkap wali siswanya, curhatannya.

Memang, gejala itu, bukan sesuatu hal yang baru. Dalam penelitian kecil-kecilan di tahun 2019, ada temuan, bahwa tidak semua lembaga pendidikan dasar di negara kita, mengizinkan peserta didiknya menggunakan ponsel. Niatnya cukup dipahami, dan positif, yakni menghindarkan peserta didik dari pengaruh negatif medsos. Tetapi, ternyata efek buruk yang praktisnya, adalah dia mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan berbasis IT seperti ini.

Ternyata, pengalaman serupa itu, tidak hanya terjadi pada anak-anak dibawah usia. Mereka yang sudah memiliki umur pun, tidak jarang yang kurang menguasai keterampilan pengoperasian aplikasi teknologi komunikasi dan informasi, termasuk hape.

"ibu mah hanya bisa menerima telepon saja..?" ungkap seorang bunda, dihadapan yang lainnya, sambil menenteng hape. "ini, pemberian dari anakku yang di kota..." ujarnya sambil menunjukkan ponsel dengan serial dan merek cukup familiar dimata para pengguna ponsel. 

Bak sindiran anak muda sekarang, anak-anak kita saat ini, kadang "hape bagus, fulsa hangus", kadang-kadang hape bagus, penggunanya tak caers. akibart dari itu semua, maka konsep kesenjangan budaya, atau kekagetabn budaya (cultural shock) memang, benar-benar dapat dikonfirmasi di tengah kehidupan masyarakat kita.

Lantas, apakah dengan demikian, di lingkungan tenaga pendidik atau lingkungan kerja cerdas (kampus, kantor, perusahaan) mereka sudah memiliki keterampilan teknologi informasi yang mumpuni dalam menghadapi industri 4.0 ?

Bila ditanya, nomor Wa, mungkin jawabannya bisa mendekati angka 60 % bisa menjawabnya. Angka ini, sejalan dengan jumlah pengguna penetriasi internet dan teknologi komunikasi di Indonesia, yang sudah mendekati angka 175 juta orang sudah terkoneksi dengan internet.  Data ini, terkonfirmasi di tahun 2020 ini, dan akan terus bertambah seiring waktu dan perkembangan zaman.

Hanya saja, apakah data ini, diiringi dengan peningkatan keterampilan mengoperasikan dan memanfaatan TI pada masyarakat kita saat ini ?

Hipotesisnya sangat jelas, kepemilikan barang bukan berarti memiliki kemampuan mengoperasikan dan memahami seluk beluk barang tersebut. Arinya, memiliki ponsel dan teknologi IT, bukan berarti tidak memiliki kemampuan dalam mengoperasikan sistem IT tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun