Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Koreksi Terhadap Politik Bahasa

4 Februari 2019   18:09 Diperbarui: 4 Februari 2019   18:11 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jika kita mendengar pernyaaan, "yang gaji kamu siapa ?"  secara sepintas, akan dapat mudah dijawab. Pemerintah. Bahkan, pemerintah pun, akan mengerucut kepada seseorang yang tengah berkuasa saat itu. Secara personal.

Persoalannya, adalah apakah pernyataan ini termasuk ke dalam pernyataan logis ? akankah kita menemukan ada sebuah makna yang esensial dari pernyataan tersebut ?

Jika kita mengartikan bahwa yang menggaji kita adalah pejabat negara yang menjabat sekarang ini, maka ada kekeliruan dasar yang terjadi pada logika tersebut. Darimana pejabat negara itu, bisa menggaji ASN dengan jumlah yang ribuan atau jutaan ? akanah, dia memiliki sumberdana yang besar untuk menggaji mereka ? 

Namun demikian, jika kemudian dia menjelaskan bahwa pejabat negara itu adalah  yang mengambil keputusan untuk mengelola uang negara untuk dijadikan pendanaan penggajian kepada ASN, maka hal mendasar, berarti yang menggaji itu adalah bukanlah pejanat negara.

Negara secara formal adalah pemilik kuasa untuk menarik pajak dari rakyat. Rakyat dalam setiap tahunnya, atau setiap waktunya  menitipkan pajak kepada pengelola negara untuk digunakan sebagaimana mestinya. Dala konteks itu, sumberdana yang digunakan pemerintah pada dasarnya adalah mirik rakyat, dan bukan milik pemerintah apalagi milik perorangan.

Sehubungan hal itu, maka jelas sudah bahwa logika tidak tepat, atau ada kekeliruan penalaran, saat seseorang mengartikan bahwa pihak yang membayar gaji ASN itu adalah dirujukkan pada perorangan atau pejabat negara tertentu.

Hanya saja, kita bisa melihat di sini, bahwa di sinilah permainan bahasa. Di sinilah, letak logika bahasa yang kerap bisa digunakan sebagai trik politik dalam meraih pesan, dan apresiasi dari yang mendengarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun