Mendikbud mewacanakan akan ada rotasi guru. Â Pemberlakuannya pun, direncanakan diberlakukan pada tahun pelajaran tahun ini. Â Dalam sebuah berita, diturunkan informasi sebagai berikut :Â
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan setiap guru akan dirotasi untuk menjamin pemerataan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan penerapan sistem zonasi sekolah dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB). (sumber)
Wacana atau pemikiran itu, menyisakan ada dua pokok pikiran yang perlu dikritisi dengan seksama. Pertama, rotasi dikaitkan dengan jaminan pemerataan kualitas pendidikan pada satuan pendidikan (sekolah). Kedua, yaitu kebijakan itu disejalankan dengan penerapan sistem zonasi dalam PPDB.
Kritikan Kemendikbud, ""Guru yang ada sekolah favorit kita taruh di sekolah yang paling bawah. Biar tahu rasanya. Jangan-jangan selama ini bukan karena dia pintar mengajar tapi karena muridnya yang sudah pintar-pintar," persoalannya, bagaimana dengan logika "kualitas pendidikan itu, ada dua model (1) guru baik bertemu dengan peserta didik baik, maka hasilnya adalah sangat baik, dan (2) guru baik bertemu dengan peserta didik kurang baik, logika masih ada di simpang jalan, Â bisa menjadi baik, tetapi juga potensial tidak baik. Artinya masih bersifat kemungkinan.
Kita patut menghargai, jika ada kasus, peserta didik menjadi baik, karena bertemu dengan guru yang baik. Itu adalah sebuah keistimewaan kemampuan pelaksana pendidikan, atau hebatnya guru tersebut. Untuk yang satu ini, benar-benar disandarkan pada teori, bahwa "kualitas pendidikan bergantung pada guru".
Tetapi, logika itu menjadi terbantahkan kembali, bila kemudian peran guru, pada dasarnya bukan menjadikan dirinya cerdas atau genius, melainkan cerdas menjadi  manajer kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan baik. peran fasilitator menjadi lebih penting dibandingkan kualitas dirinya sendiri.  logika ini, disandarkan pada pentingnya kualitas budaya belajar pada anak itu sendiri, bukan guru tersebut!
Kembali lagi pada masalah rotasi guru, apa urgensinya ?
Guru tidak boleh alergi dengan rotasi. Guru tidak pernah alergi dengan rotasi. Denga kata kebijakan rotasi, bukan sekedar menghapus kelergian seseorang, tetapi harus diarahkan pada tujuan atau visi pendidikan yang tegas dan jelas. Â Karena pada dasarnya, rotasi di tingkat guru sudah biasa dilakukan, misalnya rotasi kelas, rotasi jenjang, dan rotasi tugas tambahan. Kia setuju dengan Kemendikbud, guru tidak boleh alergi dengan rotasi, tetapi rotasi antar sekola haruslah memperhatikan efektiitas dari kebijakan tersebut !
Kalaupun dimaksudkan untuk mengimbangi kebijakan zonasi dalam PPDB, rasanya tidak perlu di juga dengan adanya rotasi. Penguatan MGMP di tingkat zonasi pun, bisa menjadi alternatif untuk memecahkan masalah kualitas tenaga pendidik. Hal ini lebih rasional dan mudah diberlakukan, bahkan strategis untuk mengakselerasi peningkatan kualitas.