Mohon tunggu...
Yakobus Molo Dini
Yakobus Molo Dini Mohon Tunggu... Guru - Data Diri

Berjalan sambil Menuai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Asal Mulanya Labu (Heansa)

23 Maret 2020   06:57 Diperbarui: 23 Maret 2020   06:57 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Jaman dahulu hiduplah  Asa bersama istrinya Luruk di suatu bukit ditengah hutan. Keluarga ini dikaruniai seorang putri bernama Uruk yang sangat cantik dan memiliki rambut yang panjang. Ketika masa remaja Uruk yang sudah dewasa selalu membantu ibunya memasak dan menimba air di mata air yang tidak jauh dari rumah.

Setiap pagi bangun tidur dirinya langsung menuju air untuk mandi, cuci  dan timba air menggunakan periuk tanah yang selalu dijunjunginya. Kebiasaan ini selalu dilakukan Putri Uruk setiap hari. Bahkan sore hari pun bila air tidak ada Putri Uruk selalu timba air.

Hari itu sangat cerah ketika dirinya turun dari bukit tempat tinggal mereka menuju mata air. Dalam perjalanannya dirinya melihat seekor ulat di bunga yang sangat indah warnanya. Sejenak dirinya duduk dan menyaksikan ulat yang tengah merayap dan memakan daun bunga itu. Dirinya begitu kagum melihat sang ulat merayap dari dahan yang satu ke dahan yang lain. Ia memuji kelincahan sang ulat itu. Dalam hatinya ia berkata : "Kok dia tidak jatuh dari dahan atau daun yang sekali-kali tertiup angin. Padahal kakinya kecil". Sambil mengangguk-angguk kepalanya ia bangkit untuk meneruskan perjalanan menuju mata air.

Setiap pagi dan sore, dirinya lewat selalu berhenti sejenak untuk memperhatikan ulat yang masih terus berada pada bunga itu. Dalam hatinya ia mengatakan: " Kenapa ia makan daun pada bunga tersebut tidak pernah habis?". Usai bertanya dalam hatinya ia meneruskan perjalanannya sambil merenungkan perilaku ulat pada bunga tersebut.

Bahkan pada suatu hari ketika ia menuju air dan ditempat yang sama kepada ulat itu, Putri Uruk mengungkapkan isi hatinya bahwa : "Kalau engkau ini seorang manusia pasti saya akan mengawinimu, apalagi warnamu begitu indah bagiku". Mendengar ungkapan hati sang putri, ia hanya menatap saja dan mengangguk namun apa artinya ia hanya seekor ulat saja. 

Setelah mengatakan demikian sang putri meneruskan perjalanannya sambil membayangkan ulat yang menjadi perhatian khusus dirinya itu. Namun sang ulat terus memperhatikan Putri Uruk yang makin menghilang dari pandangannya itu. lalu sang ulat berubah rupa menjadi manusia dan menyusun siasat untuk bertamu di rumah sang putri yang menjadi pujaan hatinya. Lalu, Ia  menyiapkan daun-daun siri agar dibawa saat bertamu.

Sore hari itu sangat berharga bagi dirinya. Sang ulat yang sudah berubah rupa menjadi seorang pemuda yang ganteng bertamu di rumah Putri. Saat itu ia diterima oleh keluarga sang putri secara baik sesuai tradisi yang ada saat itu. Dalam keadaan yang tak diduga orang tua sang Putri melontarkan suatu pertanyaan kepada dirinya katanya: "Orang muda, apa kedatangan kamu ini ada maksud dan tujuan?". Mendengar perkataan itu, rasa-rasanya ia mau roboh saat itu. 

Bahkan dirinya takut jangan-jangan dirinya kena marah atau diusir. Namun,  Ia memberanikan diri untuk  menjawab pertanyaan itu, katanya:"ia betul. Mendengar jawaban sang pemuda tadi, lalu bapaknya sang Putri bertanya lagi :"Maksud dan tujuan apa, orang muda?". "Aduh h h h, mati saya mau jawab apalagi", katanya dalam hati sambil mempersalahkan dirinya, coba tadi jangan datang baik. Tetapi karena nekad ia berani menjawab katanya:"Saya datang karena mau melamar putri Bapak". 

Mendengar ungkapan hati sang pemuda, orang tua putri begitu gembira. Tanpa pikir panjang orang tua putri mengatakan :"Kalau memang demikian, kami orang tua sangat senang. Karena, anak kami putri Uruk tentu sudah saatnya memiliki teman hidup. Namun kamu harus pulang memberitahukan orang kamu agar meminang Putri". 

Mendengar suruhan orang tua sang putri dirinya menepis pertanyaan itu katanya :" Orang tua saya sudah tiada semua ketika saya masih kecil. Jadi sekarang saya hidup sebatang kara tanpa siapa-siapa lagi". Orang tua sang putri yang mendengar jawaban sang pemuda itu merasa iba dan kasihan

Sang putri begitu melihat  pemuda yang bertamu di rumahnya itu, ia seperti telah terpanah dengan perilaku dan sikap yang begitu lugu. Dibagi dinding-dinding ia menatap wajah sang putra yang tengah berbincang dengan orang tuanya. Hatinya pun berbunga-bunga mendengar ungkapan isi hati sang pemuda kepada orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun