Mohon tunggu...
Nabila Rustam
Nabila Rustam Mohon Tunggu... -

Nabila, 17 tahun. asal Kaltim.\r\n'Menulis bukan bakat terbaik saya tapi berbagi cerita dan pengalaman adalah hal yang menyenangkan' \r\nSaat ini sedang menjalani Exchange Student Program di Belgia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

'Sebuah Keinginan': Keprihatinan Seorang Anak Indonesia

17 Agustus 2011   07:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:42 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gigay Citta Acikgenc yang dengan bangga akan saya katakan sebagai teman saya, awal mendengar namanya yang sukar di lafal kan membuat saya tertarik untuk tau bagaimana gerangan wujud si empunya nama ? Walaupun Sempat bersama - sama mengikuti Orientasi di Wisma Handayani sebelum keberangkatan sebagai Exchange Student namun saya tak pernah bertemu Gea, ybs pun tak pernah sampai akhir mengikuti pembekalan oleh Bina Antarbudaya tersebut karna harus mengikuti karantina OSN. Bertukar cerita selama di luar negri membuat saya, Gea dan 18 AFSers yang sedang merantau ke negri orang pun menjadi dekat. Kesenangan, kesedihan, cerita lucu, tawa, tangis dan saling support selalu kami bagi melalui suatu group khusus di facebook. Tiba saat bulan - bulan terakhir sebelum kepulangan, saya masih punya 1 mimpi... ingin ke Paris, berceritalah saya ke Gea yang setelah study tour bersama sekolah saya ke Italy (yang pasti nya mampir ke Roma dan ketemuan sama Gea disana) menjadi teman ngobrol saya yang super asik. Kalau jodoh emang enggak kemana, si Gea juga pengen ke Paris. Singkat kata kami mantap untuk pergi ke Paris, ber backpacker ria! (karna sisa duit jajan yg pas - pasan) Kami chat bermingu - minggu untuk ngeplan SuperTrip tersebut yang minta ampun susah nya karna selalu kesangkut jadwal kegiatan, budget, trein, dll. Tapi kami tetep tekun menilik segala peluang, 'Kita sudah tinggal di Eropa bil,Paris tinggal selangkah lagi !' Gea mengobarkan semangat saya. And Then... [caption id="attachment_125264" align="aligncenter" width="482" caption=". Gea . Eiffel. Me ."][/caption] Benar - benar suatu perjalan yang luar biasa dengan partner yang luar biasa pula, selama perjalanan saya banyak bercerita, bertukar pikiran, pengalaman dan secara optimis membangun sebuah pemikiran 'bagaimana mengubah Indonesia untuk menjadi lebih baik melalui generasi muda nya' dengan gadis senyum Pepsodent ini. Gea sama sekali enggak pelit berbagi, seorang cewek yang luwes dan 'luas', rendah hati, polos, dan santun. Satu - satu nya yang inget untuk ngajakin saya sholat selama reorientasi, hehhe. Cerminan anak muda calon 'orang keren' dari Indonesia (aaammmmiiiinnn) yang ber 'imtaq' dan ber 'imtek'. Setelah kepulangan nya saya menemukan tulisan Gea di salah satu wadah bagi para aktivis muda Indonesia, Indonesian Future Leaders.  Tulisan yang menggugah, sesuatu yang juga ingin saya buat jika saya memiliki kemampuan menulis yang lebih memadai. Tulisan yang juga merupakan suara hati saya. Satu bulan sudah saya berada di tanah air, dan 'kegalauan' tingkat dewa lah yang saya rasakan. Saya benar - benar tercengang, rasanya  kini terlihat jelas betapa carut marut nya Indonesia. Masih terpatri jelas rasa bangga amat sangat mengingat pin Merah Putih yang disematkan ayah saat malam Farewell sebagai tanda 'pembawa' nama Indonesia di negara tujuan. Sebuah tanggung jawab moral yang harus di emban bahwa saya adalah seorang 'agen' Indonesia yang dikirim dengan harapan akan belajar dan dapat membawa perubahan lebih baik bagi bangsa tercinta. Tapi mimpi yang kami ciptakan di Paris terbentur keras nya realita. Oh begini kah Indonesia ku? Negara yang selalu menjadi embel - embel nama ku kemana pun aku pergi 'Nabila - Indonesia', Miris... Kemudian membaca lebih jauh apa yang Gea tulis berikut link - link yang dicantumkan, mengembalikan semangat dan keyakinan saya bahwa ditengah keterpurukan macam apa pun kita pasti mampu untuk mencapai cita - cita memperbaiki Indonesia, mengubahnya ke arah yang lebih baik, mengharumkan hingga bangsa mana pun akan tau nama nya. 100 tahun yang lalu para pemuda menunjukan bahwa Indonesia bisa bangkit, 66 tahun yang lalu kaum muda dengan berani mendesak Bung Karno untuk memproklamasi kan kemerdekaan ini. Kembalikan semangat juang kita wahai anak muda Indonesia... ! YA, HIDUP INDONESIA !!! MERDEKAAAA !!! Berikut adalah tulisan Gea, Bila kamu memang Generasi Muda Indonesia, bila Garuda masih di dada mu, bila merah adalah keberanian dan putih adalah kesucian hati mu... Mari Berjuang Kawan ! ..............................................................................................................................................................................

SEBUAH KEINGINAN

Ya, saya sudah tiba di Indonesia. Tujuh hari yang lalu menjadi hari terakhir saya di kota Roma. Meninggalkan udara eropa, pasta, pizza, keluarga, sekolah saya, AFS Italia dan memori-memori kejadian yang telah berlangsung selama 11 bulan. Berat, sangat. Menjadi orang yang mudah tersentuh untuk pertama kalinya adalah ketika tiga minggu sebelum hari kepulangan air mata saya rajin mengalir. Setiap saya ceritakan pengalaman saya di Roma, Verona dan berbagai kota lainnya tutur kata saya selalu disendat kucuran air yang keluar dari mata saya. Saya paham, titik pelepasan pasti akan datang di akhir program. Saya tau saya akan kembali ke tanah ibu pertiwi. Saya tahu itu. Hanya saja memang detik-detik terakhir selalu berkaitan dengan haru biru. Setelah rute Roma – Dubai – Jakarta saya tempuh bersama dua teman lainnya yang juga AFSers, saya mendarat di lapangan udara bandar udara Soekarno – Hatta. Dan saya masih tidak percaya. Bagai belum bangun dari mimpi indah yang panjang. Saya pulang. Saya kembali ke negara asal saya, Indonesia. Aneh, aneh sekali. Tidak ada satupun yang berkomunikasi bahasa italia, tak seorangpun menggerakkan tangannya ketika berbicara, bukan uscita melainkan pintu keluar, bukan wc kering namun wc becek, bukan rambut pirang tapi kulit coklat matang. Untung ketika saya keluar dari tempat pengambilan bagasi dan bertemu keluarga saya, saya tidak lupa salim kepada bapak ibu saya-kebiasaan yang tidak pernah saya lakukan selama di sana. Saya masih ingat untuk menyebut ‘kak’ di depan nama seseorang yang lebih tua-karena biasanya saya panggil mereka yang lebih tua cukup dengan namanya. Ya, budaya hierarkiuntungnya masih melekat di alam bawah sadar saya. Setelah hampir 17 jam perjalanan, kami yang terakhir tiba di Indonesia langsung dibawa oleh kakak volunteers ke lokasi reorientasi yang akan diselenggarakan keesokan pagi. Memang tujuan dari reorientasi ini mempersiapkan kami yang baru saja pulang setelah mencari pengalaman di negeri orang untuk readaptasi di lingkungan sendiri;lingkungan keluarga, sekolah, dan sekitar. Usai materi tentang refleksi diri, penjernihan nilai, visi dan misi pribadi dan untuk Indonesia, kepemimipinan, kegalauan saya dan 19 teman lainnya saya rasa terpecahkan. Everything changes itu benar adanya. Sarapan pagi saya yang biasanya semangkok sereal campur susu di hari pertama berganti menjadi sepiring nasi dan telur goreng pedas. Reaksi perut saya? Marah dia. Udara yang gerah kadang membuat frekuensi mengeluh ‘aduh, panasnya’ bertambah. Teman-teman yang dulunya satu angkatan dengan saya kini telah melangkahkan kaki ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun banyak hal juga yang tidak berubah. Pengamen jalanan, pedagang asongan, penjual kaki lima, masih bertebaran di setiap sudut kota Jakarta. Demonstrasi di depan gedung DPR juga masih ada. Media yang tak usai mengkritik dan mengabarkan berita negatif juga masih bermunculan di layar televisi yang di tonton ratusan juta rakyat yang mengaku butuh informasi terkini. Korupsi juga rupanya semakin menjadi-jadi. Bahkan kini yang terbaru saya dengar kasus Nazaruddin dan anak SD yang menangis meraung-raung karena diminta ‘membantu’ temannya mengerjakan soal ujian. What the hell is going on? Apa yang salah dengan negara saya? Pemerintahnya? Dewan perwakilan rakyatnya? Gurunya? Pedagangnya? Akuntannya? Hakimnya? Polisinya? Rakyat jelatanya? Saya dibuat heran oleh beberapa hal. 1. Kita belajar enam tahun di bangku sekolah dasar tentang pentingnya menjunjung tinggi nilai kejujuran dan menjadi orang yang bertanggung jawab di mata pelajaran PPKn. Kini nyatanya banyak orang yang amoral. Para politisi ramai-ramai mencuri rupiah milik rakyat, para hakim membuat yang salah menjadi benar yang benar menjadi salah. Para pendidiknya meminta muridnya berbuat curang ketika ujian. Anggaran pendidikan dinaikkan tapi kualitas guru, fasilitas sekolah dan jumlah pelajar yang bisa melanjutkan sekolahnya tidak ada perubahan yang signifikan. Uang yang dianggarkan malah digunakan untuk studi banding yang tidak membawa dampak langsung kepada para peserta didik. 2. Apa yang salah dengan otak para kuli tinta? Mengapa yang di beritakan mayoritas merupakan berita – berita yang negatif? Tak sadarkah mereka jika televisi, koran, dan majalah adalah media berpengaruh pada pembentukan cara berpikir masyarakat? Pantas saja di negara ini energi negatif mengalahkan arus positif yang coba di alirkan oleh para motivator, pemuda-pemudi berprestasi dan juga oleh Kick Andy! 3. Teori Reources Curse menurut saya benar berlaku di negara yang dulunya masih layak disebut zamrud khatulistiwa. Teori ini menyebutkan bahwa sebuah paradoks di mana sebuah negara dengan kekayaan alamnya yang melimpah justru kalah maju dengan negara yang sedikit sumber daya alamnya. Contoh? Lihat tetangga sebelah. Singapura yang tidak memiliki apa-apa sukses menjadi negara maju di Asia Tenggara. Kita? Salah satu keinginan saya untuk merubah keadaan dipupuskan oleh realita mengenai banyaknya benang kusut di bangsa ini. Namun harapan saya akan Indonesia selalu meletup kembali ketika saya berada di lingkungan volunteers Bina Antarbudaya a.k.a AFS Indonesia yang percaya akan adanya pemimpin masa depan yang cerdas, insipratif-bukan hanya sekedar berkharisma tapi tidak ada isinya- dan berbudi luhur. Pemimpin – pemimpin yang berlatar belakang dari berbagai profesi yang datang dari genarasi pengubah bangsa, bukan penerus bangsa. Saya percaya, setiap masalah ada solusinya. Di kitab suci saya pun di sebutkan bahwa disetiap kesulitan pasti ada kemudahan. Habis gelap, terbitlah terang. Hanya saja, mari kita renungkan sejenak. Rakyat Indonesia jumlahnya besar, kawan! 230.000.000 manusia berdiam di Indonesia. Dan perubahan akan sulit digerakkan apabilan centrumnya hanya berada di kota-kota besar. Ingatkan kalian tentang sejarah Kebangkitan Nasional yang diawali dengan berdirinya organisasi – organisasi kepemudaan di daerah? Mengapa tidak kita coba lagi cara yang sama seperti 100 tahun yang lalu? Membangkitkan lagi kekuatan Indonesia secara merata yang diawali dengan berdirinya pemimpin-pemimpin inovatif di daerah. Bukankah bergotongroyong dalam kebaikan itu akan mendorong sebuah perubahan datang lebih cepat? Saran saya, perubahan terkecil yang bisa dilakukan adalah mengoreksi diri sendiri. Sudahkan kita menjadi orang yang prinsipil? Bukan saklek. Melainkan menjadi orang yang berpegang teguh pada nilai-nilai yang luhur. Jujur, disiplin, kerja keras, bertanggung jawab, rendah hati dll. Sudahkah kita sebagai pelajar mengerjakan ujian tanpa contekan? Sudahkan kita sebagai pekerja kantoran tiba di gedung kantor tepat waktu? Sudahkah kita sebagai seorang pedangang mencari cara untuk meningkatkan omzetnya? Sudahkah kita sebagai orang kaya bertanggung jawab secara sosial menyedekahkan sebagian kekayaan kita kepada yang kurang beruntung? Saya akan sungguh berbangga diri menjadi seorang warga negara Indonesia apabila kita berhasil menjadi daya tarik dunia seperti Cina. Tapi saya tidak bisa bergerak sendirian, Pembaca. Negara ini perlu ribuan produser televisi acara-acara seperti Kick Andy yang mengabarkan potensi-potensi anak negeri, tanah kita membutuhkan jutaan Anies Baswedan untuk menyelamatkan arah pendidikan, negeri ini harus dibanjiri Habibie-Habibie baru untuk bidang teknologi. Asal tidak ada lagi kepentingan pribadi yang memiskinkan rakyat kecil (baca: korupsi) asal tidak ada lagi saling menyalahkan, asal hukum ditegakkan, janji-janji kampanye politisi di penuhi, saya yakin Indonesia akan menjadi headline dimana-mana karena keberhasilannya. Dengan kerendahan hati, sebarkan tulisan ini apabila Anda setuju dengan buah pemikiran saya karena saya tidak bisa bergerak sendirian. *Saya cantumkan pula beberapa buku bacaan, website, blog dan segala sesuatunya yang mampu mendongkrak semangat kita untuk merubah kondisi saat ini. Silahkan klik link-link yang sudah saya tuliskan. 1. Indonesia Mengajar milik Anies Baswedan 2. Kick Andy yang dibawakan oleh Andi F. Noya 3. Blog pribadi Iman Usman, pendiri Indonesian Future Leaders 4. Iwan Santosa, pengarang buku 9 summer 10 autumns 5. Ippho Santosa, penulis buku motivasi 7 Keajaiban Rezeki “Solusi ada banyak, tetapi kemauan dan pengorbanan adalah intinya” wanna read more from GEA ? http://igeaaa.blogspot.com/ read this : http://igeaaa.blogspot.com/2010/06/antara-saya-dia-dan-tiga-pemimpin-besar.html Merci vielen om te lezen !!!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun