Mohon tunggu...
Moh Tamimi
Moh Tamimi Mohon Tunggu... Jurnalis - Satu cerita untuk semua

Mencari jejak, memahami makna.

Selanjutnya

Tutup

Money

Hikayat Peternak Lalat dan Sembilan Ekor Ayam

16 Januari 2020   20:05 Diperbarui: 30 Juni 2022   21:07 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi: Jalan menuju rumah Toni

Judul ini bukanlah judul sebuah dongeng ataupun cerita pendek satire. Cerita tentang peternak lalat dan sembilan ekor ayam adalah benar adanya. Saya akan berkisah perihal itu.

Moh Tamimi, Sumenep

Mendengar seseorang beternak lalat, saya serasa berada dalam dunia dongeng. Bagaimana tidak, lalat yang selalu terhempas, dihempas, dan tidak dipedulikan sama sekali itu, kecuali untuk dibunuh dan diusir, malah mempunyai nilai yang begitu berharga dan tidak bisa lagi dilihat sebelah mata. Selama ini, nasib lalat tidak selalu mujur, entah mati di depan kaca, atau mati di tangan "penguasa."

Berawal dari rasa penasaran itu, saya berkunjung ke rumah Toni Gufron. Rumah itu terletak di sebelah utara jalan raya Bluto-Guluk-guluk, tepatnya di Desa Sera Barat. 

Rumah yang cukup dibilang sederhana untuk ukuran orang desa. Di depan beranda rumahnya, terdapat sebuah kandang yang menyerupai kandang burung perkutut, berukuran 1 x 1,5 meter, terbuat dari jaring kawat  halus.

Dalam kandang itu tidak terlihat ada sepasang burung perkutut atau burung apapun di dalamnya, hanya ada sobekan kardus dan daun pisang yang telah mengering. 

Lebih dekat, saya melihat lalat berkerumun hinggap di daun-daun kering dan menempel di berbagai bagian jaring kawat putih itu. Sampai saat itu, saya masih belum juga mengerti, mengapa bisa?

Dilihat lebih cermat, lalat itu bukan lalat biasa sebagaimana ada dirumah-rumah atau di tong sampah. Kata Toni, lalat itu bernama Lalat BSF (Black Soldier Fly). Ya, lalat itu adalah lalat tentara hitam yang tegap, gagah, dan terlihat perkasa sebagaimana tentara. Lalat itu ukurannya lebih besar dari lalat pada umumnya.

Menurut pemuda bernama lengkap Toni Ghufron itu, di Sumenep, sepengetahuannya, yang beternak lalat hanya dirinya. Pernah suatu ketika ia menyangka ada seorang temannya yang beternak lalat tinggal di Sumenep, ternyata setelah kenal lebih jauh, orang itu berasal dari Jember.

"Saya kira orang Sumenep, kalau orang Sumenep, pengennya, mau saya ajak bareng, ternyata orang Jember," ungkapnya dengan wajah ramah.

Kerja sama yang dia maksud adalah bekerja sama dalam mencari pakan untuk Magot BSF (belatung), baik yang masih berupa baby magot atau magot dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun