Mohon tunggu...
Moh Tamimi
Moh Tamimi Mohon Tunggu... Jurnalis - Satu cerita untuk semua

Mencari jejak, memahami makna.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keberadaan Ulama, Masyarakat Desa, dan Perubahan Islam di Madura (Melacak Pendekatan Sosiologis Iik Arifin Mansurnoor)

10 Januari 2020   15:15 Diperbarui: 10 Januari 2020   15:19 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh: Moh. Tamimi


"This study examines village religion  in a contemporary setting, and focuses on the internal structure of the villages and their relations to the outside world"
(Iik Arifin Mansurnoor)


Buku ini merupakan tesis Iik Arifin Mansunoor di Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal. Ia ingin melihat peran ulama dalam  struktur sosial-keagamaan di daerah pedesaan Madura. Tokoh ulama yang dimaksud Iik ini, dalam sebagian pembahasannya, ada yang disebut "mak kaeh," "kiai" dan "ustadz." Ia juga ingin melihat, bagaimana para ulama di pedesaan ini berelasi, baik di internal maupun eksternal meraka.

Secara garis besar, buku ini terdapat empat bagian: historical backround (latar belakang sejarah), social organization of villages in Pamekasan (organisasi sosial pedesaan di Pamekasan), the ulama and society (ulama dan masyarakat sosial) , dan the ulama as leaders (kepemimpian ulama).

Iik menggunakan pendekatan sosiologis karena yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah struktur sosial masyarakat pedesaan Madura, kaitannya dengan para ulama yang menjalankan perannya dalam kehidupan beragama. Selain mencari peran ulama dan hubungannya dengan masyarakat pedesaan, Iik juga mencari pola relasi antara masyarakat pedesaan dengan perkotaan. Ulama mempunyai juga mempunyai peran penting dalam pengkoneksian jaringan ini.

Sebagai masyarakat agraris, tebu, tembakau, dan garam adalah komoditas unggulan di Madura. Komuditas ini menjadi incaran para kolonial di masa penjajahan.
Dunia kontemporer secara global mempunyai aturan, pola, dan gayanya sendiri dalam berkehidupan sosial. Di satu sisi, keber-agama-an tidak bisa lepas dari kehidupan sosial tersebut, terlebih di Madura. Dalam penelitiannya, Iik menemukan suatu ketakterpisahan antara ulama (kiai), pesantren, dan masyarakat Madura. Mereka tumbuh dan berkembang dalam nuansa religius tradisionalis. Di kemudian hari, Ahmad Baso mengistilahkan keber-agama-an orang Madura ini dengan sebutan Agama NU yang dianut oleh orang Madura, dari saking kentalnya orang Madura memegang teguh nilai-nilai Ke-NU-an yang merupakan dari repsentasi dari pesantren.

Masjid menjadi simbol sekaligus sentral keagamaan dan persatuan penduduk di pedesaan. Selain itu, pos-pos kekuatan para ulama berpusat di langgar dan pesantren.

Ulama memiliki peran penting dalam strukture masarakat Madura. Mereka adalah leader yang mempunyai otoritas yang kuat untuk memerintah dan mengambil kebutusan di tengah-tengah masyarakat.

Kiai sebagai otoritas penyeimbang di desa-desa

Pengaruh besar kiai di pedesaan membuatnya menjadi otoritas penyeimbang dengan pemerintah, mereka mereka memiliki basis tersendiri daripada otoritas pemerintah. Para ulama bisa melakukan "tawar-menawar" dengan instansi pemerintahan.

Umumnya, para Kiai di Madura banyak melakuan kegiatan sosial-keagamaan dengan para masyarakat, baik di pondok, langgar, maupun ceramah-ceramah dari satu rumah ke rumah yang lain (kompolan). Iik berpendapat, setidaknya sejak paruh pertama abad ke-19, aktivitas para  ulama ini terbebas dari masalah-masalah pembentukan kekuatan politik praktis. Namun, tiga puluh tahun terakhir (dari ditulisnya tesis ini) telah mengalami pergeseran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun