Wilayah Asia Tenggara terkenal sebagai wilayah yang kondusif dibandingkan dengan wilayah lain seperti di Timur Tengah yang sering terjadi konflik bersenjata. Namun, sekarang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa wilayah Asia Tenggara sedang memanas.
Penyebabnya mulai dari konflik di antara beberapa negara di ASEAN dengan China di Laut China Selatan yang dikarenakan klaim sepihak China atas teritorial kawasan LCS.
Kemudian konflik internal yang terjadi di Myanmar saat junta militer mengambil alih pemerintahan. Hal itu menyebabkan krisis politik di Myanmar, yang dikhawatirkan adalah jika terus berlangsung akan berpengaruh terhadap negara-negara di sekitarnya.
Masalah besar muncul ketika hubungan China dengan Amerika dan Australia memanas. Hal ini disebabkan oleh sikap China yang ingin menguasai wilayah Laut China Selatan.
Wilayah yang kaya akan sumber daya alam berupa gas alam serta ikan itu membuat setiap negara ingin menguasainya, terlebih bagi negara dengan kemampuan militer yang kuat tentu dapat membuat gentar negara lain.
Di lain sisi, Amerika dan sekutunya juga tidak mau kehilangan pengaruh mereka terhadap wilayah tersebut.
Kebebasan navigasi yang sering mereka lakukan di wilayah ASEAN tidak lain agar wilayah ASEAN tetap di bawah kontrol mereka. Selain itu agar mereka tetap memiliki pengaruh terhadap negara-negara di ASEAN.
Baru-baru ini, Amerika mengirimkan enam pesawat pengebom nuklir B-52 Stratofortress ke Australia. Sudah pasti hal itu akan membuat hubungan Amerika dengan China bertambah panas.
Setelah sebelumnya terbentuk aliansi AUKUS yang mendapat protes keras dari China. Indonesia juga termasuk yang melakukan protes akan hal tersebut, karena AUKUS dinilai berpotensi akan membahayakan kedaulatan Indonesia.
Lantas, bagaimana persiapan Indonesia jika sewaktu-waktu perang meletus di beranda Indonesia?