Mohon tunggu...
Supriyadi Thok
Supriyadi Thok Mohon Tunggu... -

Tidak ada yang spesial, sama seperti orang kebanyakan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara HAM dan kasus cebongan

12 April 2013   11:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:19 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sebelumnya aksi anggota kopassus mambalaskan "dendam" kepada empat orang tersangka pembunuh serka Heru santoso , kini media dipenuhi dengan berita tentang gugatan para penggiat HAM tentang adanya pelanggaran hak asasi manusia dalam aksi tersebut. Seperti makan buah simalakama, disatu sisi para preman itu pantas diperlakukan seperti itu setelah apa yang mereka lakukan kepada serka Heru santosa, namun disisi lain para penggiat HAM lantas lantang berteriak pelanggaran, seperti yang biasanya mereka lakukan apabila ada anggota TNI/POLRI terlibat kekerasan terhadap warga sipil.

Sebenarnya apa sih HAM itu ? HAM atau Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. konon HAM telah dirumuskan sejak zaman Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) yang  meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya. dan selanjutnya dimodifikasi sampai dengan yang berlaku saat ini diseluruh dunia termasuk diindonesia.

Sebenarnya aturan hak asasi manusia ini cukup baik, namun kenapa dalam penerapannya seringkali bertentangan dengan kehendak masyarakat itu sendiri, seperti dalam kasus cebongan. saya salah satu diantara jutaan rakyat yang mendukung aksi cebongan, hal ini didasari oleh sudah muaknya masyarakat kita kepada aksi premanisme di masyarakat yang sudah merajalela. lalu apakah para penggiat HAM bersuara ketika ada warga sipil yang hak asasinya dilanggar, seperti kasus ibu rumah tangga yang diperkosa didalam angkot beberapa waktu lalu? itulah yang manjadi pertanyaan.

Dibeberapa media mereka menyebutkan kalau warga jogja merasa resah atas aksi anggota kopassus dicebongan tersebut, hal ini tidak berbanding lurus dengan yang terjadi di lapangan dimana mayoritas warga jogja khususnya dan masyarakat indonesia pada umumnya yang mendukung langkah yang diambil 11 anggota kopassus tersebut. saya dan sebagian masyarakat awam lainnya jadi bertanya-tanya, sebenarnya aksi bela-membela hak asasi ini apakah murni didasari dari panggilan hati mereka sebagai manusia ataukah ditunggangi kepentingan-kepentingan asing yang menginginkan republik ini hancur dari dalam. jika memang yang terakhir yang saya sebutkan menjadi dasar atas aksi mereka, maka terkutuklah mereka.

Kembali ke kasus cebongan, pelanggaran HAM bisa didakwakan apabila aksi yang dilakukan 11 anggota kopassus tersebut berdasarkan perintah dari komandannya yang dalam hal ini merupakan perintah yang diketahui pimpinan lembaga (baca: TNI). namun dalam siaran pers yang dilakukan kapuspen TNI laksda Iskandar sitompul disebutkan bahwa aksi ke 11 anggota kopassus tersebut dilakukan secara spontan ketika mereka mendengar kalau mantan komandan mereka telah dibunuh secara keji oleh preman ketika mereka sedang latihan digunung lawu. hal ini terlepas dari spekulasi tentang bagaimana mereka bisa tahu kabar tersebut dan lainnya. setelah mengetahui kronologis dan fakta yang ditemukanpun para penggiat HAM ini masih ngotot bahwa hal tersebut adalah pelanggaran HAM dan ingin ke 11 anggota kopassus itu di adili di pengadilan sipil/umum. pertanyaannya lagi, kenapa mereka begitu ngotot kalau itu pelanggaran HAM ? motivasi sebenarnya apa ?

Sebenarnya ada beberapa kasus yang hendak saya jadikan contoh dan ilustrasi yang dilakukan para penggiat HAM tersebut yang sangat tidak populer (baca : bertentangan dengan opini masyarakat), namun karena pertimbangan lain cukuplah kasus cebongan ini yang menjadi contoh.

Semoga rakyat indonesia sadar kalau preman itu memang pantas dan harus diperlakukan seperti 4 orang di LP cebongan itu, tanpa harus mendengarkan kicauan para penggiat HAM itu. dan apabila ada yang menyalahkan aksi ke 11 anggota kopassus itu, sesungguhnya mereka dan/atau anggota keluarganya belum pernah tahu bagaimana sih aksi preman itu.

wassalam.........

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun