Mohon tunggu...
Mohd. Yunus
Mohd. Yunus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peminat kajian ekologi, politik, dan sejarah

Silahkan kunjungi https://mohdyunus.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ditampar Buya Hamka

15 Desember 2017   14:47 Diperbarui: 15 Desember 2017   14:55 2096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu, seperti biasa, setelah menulis beberapa bagian dari  laporan, saya pun lanjutkan dengan menonton video ceramah seorang ustaz  yang sangat dikenal saat ini, Ustaz Abdul Somad. Dalam ceramah kali ini,  beliau mengadakan safari ke Sumatera Barat.

Dalam mukadimah-nya,  ustaz cerdas nan tegas ini menyebutkan bahwa Sumatera Barat adalah  negeri para ulama. Sejak dulu, daerah ini banyak melahirkan ulama-ulama  terkenal, bahkan sampai tingkat internasional, sebut saja Syaikh Ahmad  Khatib Al-Minangkabawi, Syaikh Muhammad Yasin Al-Fadani, Syaikh Ibrahim  Musa Parabek, Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli, dan Haji Abdul Malik Karim  Amrullah (Buya Hamka).

Nama Buya Hamka sepertinya sangat membekas  di hati Ustaz Abdul Somad. Bahkan sang Ustaz sampai menyebutkan jika  nanti dia dimasukkan ke surga, maka yang ingin ditemuinya adalah  Rasulullah dan Buya Hamka. Pernyataan Ustaz yang selalu berpenampilan  sederhana ini bukanlah tanpa alasan. Selain memiliki kepakaran di bidang  hadist, dia juga memiliki bekal pengetahuan mengenai sejarah Islam yang  sangat mumpuni. Tentu dia sudah memiliki kriteria tertentu sehingga  menempatkan Buya Hamka sebagai salah satu ulama yang dia kagumi.

Secara  pribadi, saya sudah lama pula mendengar nama Buya Hamka, bahkan semasa  kecil pernah juga mendengarkan rekaman ceramah Buya. Tetapi belum sampai  pada tahap untuk mengenal lebih jauh. Yang saya ketahui, Buya Hamka  terkenal dengan keahliannya dalam menulis dan berorasi. Karya tulisannya  amat banyak dan beragam, namun sejauh ini hanya roman Di Bawah  Lindungan Kabah yang pernah saya baca.

Berbekal rasa penasaran  yang dibangkitkan oleh Ustaz Abdul Somad terhadap sosok Buya Hamka, maka  saya pun mencari-cari karya-karya Buya Hamka, dan saya pun mendapat  salah satu buku yang berjudul Tasawuf Modern. Buku ini juga pernah Ustaz  Abdul Somad singgung dalam beberapa ceramahnya, karena berisi nasehat  yang baik untuk kehidupan.

Buku Tasawuf Modern ini diterbitkan  oleh Republika, dan sudah mengalami cetakan ke VII pada Agustus 2017.  Menandakan bahwa buku ini sangat diminati. Buku setebal 377 halaman ini  dibagi menjadi 13 bab. Dalam pengantarnya, Buya Hamka menyebutkan bahwa  buku ini secara khusus membahas tentang "bahagia", mulai disusun pada  pertengahan tahun 1937.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan Buya  Hamka selama 2 tahun di majalah Pedoman Masyarakat, majalah yang juga  dipimpin oleh Buya Hamka. Perihal penamaan Tasawuf modern, merupakan  nama rubrik yang ada di majalah tersebut. Menurut Buya Hamka, Tasawuf  Modern itu adalah keterangan Ilmu Tasawuf yang dipermodern.

Dalam  pengantar selanjutnya, penyusun buku ini menceritakan mengenai  keterkaitan kisah "Tasawuf Modern" dengan pengarangnya, yaitu Buya  Hamka. Sang penyusun buku mengangkat dua alur cerita yang menggembirakan  sekaligus menyedihkan. Penyusun menceritakan bagaimana Buya Hamka  dilahirkan dari keluarga ulama (Haji Rasul). Pada usia 16 tahun Buya  Hamka diangkat menjadi Datuk, yang menurut adat gelar pusaka yaitu Datuk  Indomo.

Penyusun juga menceritakan bagaimana perkembangan Buya  Hamka dari kecil sampai dewasa. Perjuangannya menegakkan masyarakat  bangsa, dari segi agama, dari segi karang-mengarang, dari segi  pergerakan Islam, Muhammadiyah, dan lain-lain. Pada tahun 1959,  Universitas Al Azhar memberi gelar Ustaziyah Fakhiriyah (Doctor Honoris  Causa) kepada Buya Hamka, karena dianggap sebagai salah seorang Ulama  Terbesar di Indonesia.

Namun, karena situasi politik pada saat  itu, pada hari Senin tanggal 12 Ramadan 1385, bertepatan dengan 27  Januari 1964, kira-kira pukul 11 siang, Buya Hamka dijemput dari  rumahnya, ditangkap, dan ditahan. Diadakan pemeriksaan yang tidak henti,  siang-malam, pagi-petang selama 15 hari 15 malam. Di sanalah mereka  (para pemeriksa) mengucapkan kata-kata yang sangat berat buat Buya  Hamka, dan membuatnya marah "Saudara pengkhianat, menjual negara kepada  Malaysia!" Bisa kita bayangkan, Buya yang sejak kecil selalu diajarkan  ucapan kasih dan mengajarkan kebaikan mengalami tuduhan yang sangat  menyakitkan, siapa yang tidak sedih, siapa yang tidak marah.

Tubuh  Buya Hamka pun bergetar menahan amarah. Tetapi beliau menyadari, bahwa  kemarahan tidak bisa menyelesaikan masalah, malah semakin memperburuk.  Akhirnya beliau menangis sambil meratap "Janganlah saya disiksa seperti  itu. Bikinkan sajalah satu pengakuan bagaimana baiknya, akan saya tanda  tangani. Tetapi kata-kata demikianlah janganlah saudara ulang lagi!"  Sampai sebegitu Buya memohon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun