Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan fisik, mental dan spiritual masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Spiritualitas Puasa dan Produktivitas (Bagian 2)

24 Maret 2023   03:23 Diperbarui: 24 Maret 2023   04:35 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Menjadi produktif itu adalah soal bagaimana mengatur perhatian kita pada hal yang penting dalam hidup. Kita produktif karena kita bisa mengatur perhatian dengan baik. Dimana perhatian menuju maka disitu energi mengalir. Perhatian adalah sumber daya yang sangat terbatas dan jauh lebih penting daripada uang dan sumber daya lainnya. Perhatian sejatinya adalah mata uang sesungguhnya yang paling berharga.  Dalam mengatur perhatian dibutuhkan kesadaran diri (self awareness), kemampuan mengelola dan mengendalikan diri (self leadership/management) serta kemampuan untuk menyesuaikan diri (adaptation). Artinya kalau kita  sering lupa diri, tidak bisa mengontrol godaan dari sana sini serta terlalu kaku terhadap perubahan situasi dan kondisi maka kita tidak akan bisa menjadi produktif.

Paradigma lama tentang produktivitas adalah sebuah mindset menekankan bahwa sibuk itu sama dengan produktif dan ada semacam pressure yang besar bahwa kalau mau sukses harus sibuk. Kalau tidak sibuk maka dianggap orang malas. Orang sukses adalah orang sibuk. Ini adalah busy bandwagon mindset. Walaupun mindset ini salah namun sudah masuk ke alam bawah sadar masyarakat industri dan telah menjadi budaya. Produktif bukanlah sibuk dan terus-menerus bekerja. Faktanya terus-menerus bekerja, justru paradoks membuat semakin tidak produktif. Produktif adalah berapa waktu yang kita investasikan dalam memberikan perhatian dalam menghasilkan nilai/value yang semakin besar. 

Ditengah zaman informasi yang membludak saat ini, tantangan produktivitas adalah distraksi perhatian berupa kesenangan sesaat/instant yang tak habis-habisnya terutama dari social media. Ini adalah fenomena "infinity pools" yang mana kita terjebak dalam kolam content yang tidak ada habisnya. Ketika kita scrolling social media seperti whatsapp,  instagram,  tiktok, kita seperti masuk dalam lumpur hidup dan susah untuk keluar.  Fenomenanya jadi terbalik, bukan kita memanfaatkan gadget namun kita yang telah dimanfaatkan gadget. Perhatian kita terlalu banyak direpotkan informasi-informasi yang kebanyakan sampah dan semua ilusi media 'sosial' yang sebenarnya jauh dari sosialisasi. Diri kita telah diperbudak oleh social media yang dipenuhi dunia pamer, pencitraan, membanggakan diri, fatamorgana pernik-pernik kepalsuan/tipuan duniawai serta over needy mengharapkan views, likes, subscribes atau followers . 

Berpuasa membuat hidup yang terlalu cepat dengan kesibukan gak jelas menjadi melambat (slow living). Jeda sejenak melepaskan semua konsumsi atas informasi berlebihan yang tidak berguna bagi hidup kita. Coba jeda sejenak, berpuasa dari informasi berlebihan dari social media untuk mengevaluasi diri kita :

Pertama, apa yang mau kita highlight dalam hidup ini? Apa hal paling penting, hal paling bermakna dan hal paling kita cintai/senangi untuk kita lakukan dan bila kita lakukan menghasilkan nilai/value yang terbaik/terbesar? 

Kedua, apakah kita sudah melakukan laser atas apa yang kita highlight dalam hidup ini? Apakah kita sudah benar-benar sadar penuh hadir utuh here and now melakukan hal-hal apa yang kita highlight tanpa distraksi atau mengalihkan perhatian ke hal-hal lain? Apakah kita sudah flow dan enjoy menikmati setiap proses kehidupan ini? 

Ketiga, apakah kita sudah memberikan energi (energize) pada highlight yang kita laser? Apakah kita sudah menjalankan pola hidup yang baik baik secara fisik, spiritual, sosial/emosional dan mental.

Berpuasa sejatinya adalah memurnikan kembali diri kita dari informasi-informasi sampah yang mengotori jiwa sering jadi penghalang (hijab/distraction) kejernihan/keheningan intuisi kita untuk bisa menikmati hidup disetiap moment, sadar penuh hadir utuh dan menjalaninya secara bermakna. Berpuasa sejatinya adalah mengendalikan diri kita dari ego, keinginan dan hawa nafsu dari kesenangan sesaat/instant yang tak habis-habisnya terutama dari social media. Mengendalikan diri kita dari scrolling social media seperti whatsapp,  instagram,  tiktok, dan tidak terjebak masuk dalam lumpur hidup dan susah untuk keluar. Menjadi manusia merdeka, yang lepas dari dualitas kesengsaraan yaitu ketakutan (khouf/khoufun) dan kesedihan (hazn/yahzanun) serta tidak menjadikan social media sebagai tempat melepaskan dualitas kesengsaraan tersebut bahkan menjadikannya tempat bergantung seperti tuhan baru.

Puncak dan inti semua aktivitas kita adalah loving God, blessing others. Puncak dan inti semua aktivitas kita adalah menuju pada Satu yang Sejati yaitu Allah serta memberikan kebaikan/kemanfaatan bagi semesta alam. Berpuasa membuat semua aktivitas kita baik itu to live, to learn, to love and to leave a legacy sesuai uniqueness kita terjaga untuk selalu berada dalam kerangka loving God, blessing others. Berpuasa melepaskan kita dari konsumsi informasi berlebihan yang kebanyakan sampah dan tidak berguna bagi kehidupan kita membawa kita kembali pada pola hidup yang baik baik secara fisik, spiritual, sosial/emosional dan mental.   

Referensi:

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah (QS 2 : 183 - 187)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun