Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan fisik, mental dan spiritual masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tujuan Hidup, Masih Perlukah? !

7 Maret 2021   20:20 Diperbarui: 23 September 2023   04:22 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah masih diperlukan tujuan hidup dengan semua derivatifnya seperti resolusi, cita-cita, impian, visi, misi, target dan seterusnya?

Kita menetapkan tujuan hidup berdasarkan tingkat pemahaman atas informasi dan imajinasi tertentu. Kita merasa bahwa kita telah mencapai titik dimana kita mengetahui segalanya di alam semesta, padahal pemahaman kita sangat terbatas. Dengan pemahaman yang terbatas maka tujuan yang terbentuk juga terbatas. Jika kita bertumbuh dengan cepat, kita akan merevisi tujuan kita sendiri. Satu contoh ketika kita menetapkan tujuan finansial tahun ini memiliki pendapatan Rp 1,2 miliar per tahun. Dan ternyata kita bertumbuh secara sangat cepat dengan pendapatan Rp 6 miliar per tahun maka kita akan merevisi kembali tujuan tersebut. Sebaliknya bila kita menetapkan target pendapatan Rp 1,2 miliar per tahun tidak ada dedikasi mencapainya maka target pendapatan tersebut hanya akan menjadi keinginan muluk-muluk yang justru menyiksa batin. Friedrich Nietzsche menyampaikan, hope, in reality, is the worst of all evils because it prolongs the torments of man. 

Seringkali kita menyukai adanya tujuan hidup karena itu memberi rasa tertentu. Kita mencari tujuan hidup sebagai percikan struktur psikologi yang kita atur sendiri. Struktur psikologi berfungsi berdasarkan tingkat pemahaman atas informasi dan imajinasi terbatas yang kita kumpulkan. Fakta sebenarnya banyak hal dalam hidup ini yang tidak kita ketahui. Jika kita hidup 1000 tahun pun masih tidak akan tahu sepenuhnya hidup ini secara keseluruhan. Kita merasa bila mempunyai tujuan akan terhubung dengan kehidupan, padahal tidak. Jika kita memiliki tujuan hidup dan sudah memenuhinya, setelah itu apa yang kita lakukan? Puas sebentar setelah itu bosan. Kalaupun tujuan tersebut tercapai sesuai target, kegembiraan itu bertahan tidak lama. Penelitian yang dilakukan Phillippe Verduyn dan Saskia Lavrijsen dari University of Leuven, Belgia menunjukkan bahwa durasi kegembiraan itu hanya bertahan 35 jam. 

Kita mencoba cari-cari kembali tujuan hidup baru. Tujuan hidup akan terus berganti-ganti sesuai dengan informasi dan imajinasi kita yang berkembang seiring berjalannya waktu dan kondisi yang ada. Jika tidak mencapai tujuan cenderung akan patah semangat. Hidup seperti terus mengejar bayangan. Begitu seterusnya seperti tiada habisnya. Karunia hidup di sini sekarang, here and now, kurang bahkan tidak disyukuri. Terlebih lagi mencapai tujuan hidup belum pasti, namun menua dan mati suatu hari nanti itu pasti.Ini yang disebut psychological trap. Proses pikiran dan emosi seringkali jauh lebih penting dari proses hidup itu sendiri, padahal sejatinya proses hidup itu sendiri yang lebih penting. Kita jadi tidak bisa langsung menikmati hidup here and now, di sini dan sekarang juga.

Tujuan hidup juga sering membuat seseorang sombong dan gila. Berpikir bahwa telah melakukan hal yang paling fantastis. Struktur psikologi manusia selalu menginginkan suatu tujuan, bahkan seringkali bukan tujuan yang sederhana namun tujuan yang diklaim mulia berasal dari negara atau Tuhan. Seringkali orang-orang yang memiliki tujuan seperti ini melakukan hal-hal kejam dan mengerikan di bumi ini, seperti tega membunuh makhluk lain atau membunuh diri sendiri yang tidak perlu atas nama negara atau Tuhan. Mengapa hal ini terjadi? Karena begitu memiliki tujuan hidup yang diklaim berasal dari negara atau Tuhan, kehidupan di sini dan sekarang ini menjadi kurang penting dibanding tujuan tersebut. Ini adalah psychological trap selanjutnya.

Bila tujuan hidup dengan semua derivatifnya seperti cita-cita, impian, visi, misi, target itu membuat jarak antara diri kita dengan tujuan hidup tersebut, maka tujuan hidup yang seperti ini tidak diperlukan. Mengapa? Pengalaman hidup itu seperti mengalami udara, hanya bisa disadari seiring prosesnya, seiring inhale dan exhale nafas kita. Mengalami udara tidak bisa dijadikan tujuan hidup seolah ada suatu kondisi kehidupan mengalami udara yang mau kita tuju. Mengalami udara tidak perlu kita tambahkan ke diri kita seolah ada sesuatu yang perlu kita tambahkan ke diri kita. Sama sekali tidak diperlukan tujuan atau diperlukan tambahan di masa depan untuk mengalami udara. Kehidupan dan kebahagiaan itu di sini kini (here and now).

Langsung saja menikmati hidup here and now, di sini dan sekarang juga. Moment yang sudah tersedia dan paling penting untuk kita adalah here and now. Sejatinya saat cita-cita, impian, tujuan, visi, misi dan harapan itu diilhamkan Tuhan kepada kita agar kita bisa hidup lebih baik di sini kini. Sepaket dengan kita diilhamkan cita-cita, impian, tujuan, visi, misi dan harapan maka sepaket pula kita diberikan kekuatan mewujudkannya. Everyone, everything is you pushed out. Tidak ada keterpisahan dan jarak antara cita-cita, impian, tujuan, visi, misi dan harapan dengan diri kita. Everyone, everything is you pushed out

Masa lalu dan masa depan adalah ilusi. Semua yang dilakukan manusia sejatinya berada pada present moment. Karena itu manusia disebut human being bukan human doing. Masa lalu adalah kumpulan moment cerita saat ini yang sudah lewat yang jadi jalan pembuka pada kehidupan yang lebih baik di sini, sekarang, here and now. Masa depan adalah kumpulan moment saat ini yang menunggu hadir di hidup kita merupakan rahasia Tuhan agar kita melakukan yang terbaik di sini, sekarang. Here and now. Kita tidak hidup di masa lalu dan tidak juga hidup di masa depan, maka sungguh sangat tidak bahagia, tidak sadar dan tidak bermakna bila kita tidak hidup sepenuh hati (sadar penuh, hadir utuh) di sini, sekarang. Here and now

Senyata-nyatanya masa lalu hanyalah memori dan senyata-nyatanya masa depan hanya bayangan. Ingat, durasi waktu kebahagiaan/kepuasan/kenikmatan hidup dalam pencapaian tujuan dengan semua derivatifnya seperti resolusi, cita-cita, impian, visi, misi, target dan seterusnya rata-rata hanya bertahan 35 jam sedangkan proses mencapai tujuan itu bisa berbulan-bulan, bertahun-tahun bahkan sepanjang hidup kita. So, nikmati proses hidup ini di sini sekarang juga !

Kebahagiaan, kepuasan, kenikmatan hidup itu bukan hanya di hasil tapi kebahagiaan, kepuasan, kenikmatan hidup itu justru lebih lama di proses. Satu contoh ketika kita menetapkan tujuan finansial tahun ini memiliki pendapatan Rp 1,2 miliar per tahun. Ketika tujuan finansial itu tercapai kebahagiaan, kepuasan, kenikmatannya hanya sebesar rata-rata 35 jam. Namun proses mencapai pendapatan Rp 1,2 miliar per tahun itu bisa berbulan-bulan bertahun-tahun bahkan tidak pernah tercapai di sepanjang hidup kita. Lalu kapan bahagianya? Lalu kapan puasnya? Lalu kapan bisa menikmati hidup? 

Surga kebahagiaan, kepuasan, kenikmatan hidup itu di prosesnya di sini sekarang ! Menikmati prosesnya masuk ke dalam present moment, here and now. Bukan di masa depan atau di masa lalu. Bila kita sibuk mengkhawatirkan masa depan dan meratapi masa lalu maka kita tidak akan pernah bisa merasakan surga kebahagiaan, kepuasan, kenikmatan dalam hidup. Bagi yang berhati surga, tinggal dimanapun termasuk di bumi maka dimanapun adalah surga. Bagi yang berhati neraka, tinggal dimanapun termasuk di bumi maka dimanapun adalah neraka. Kita yang tidak bisa merasakan kenikmatan , kesadaran dan kebermaknaan hidup di level alam berdimensi rendah di dunia ini, sungguh akan sulit merasakan kebahagiaan di level alam berdimensi tinggi di akhirat. (QS 3 : 102)

Tujuan hidup juga bukanlah tentang menjadi siapa dan memiliki apa. Tujuan hidup juga bukan tentang harta, tahta dan popularitas serta petualangan dengan pernik-pernik dunia fisik fana yang tiada habisnya. Tujuan hidup juga bukan untuk mengejar kebahagiaan. Dalam penelitian Brett Q Ford atas orang yang mengejar kebahagiaan justru paradoks mengalami sabaliknya yakni ketidakbahagiaan. Tujuan hidup adalah tentang "mengapa", .... mengapa kita berada di sini, sekarang. Tujuan kita berada di sini sekarang adalah untuk hidup itu sendiri. Apa makna atas cerita hidup yang telah kita torehkan di dunia ini. 

Puncak dan inti semua aktivitas kita adalah loving God, blessing others. Puncak dan inti semua tujuan kita adalah menuju pada Satu yang Sejati yaitu Allah serta memberikan kebaikan/kemanfaatan bagi semesta alam. Apapun aktivitas kita baik itu to live, to learn, to love and to leave a legacy sesuai uniqueness kita sejatinya berada dalam kerangka loving God, blessing others. Nikmati, sadari dan jalani aktivitas kita baik itu to live, to learn, to love and to leave a legacy secara bermakna penuh kebaikan, maka kebahagiaan adalah efeknya. Seperti seorang anak yang menikmati setiap proses kehidupan atas apapun aktivitas yang dilakukannya entah itu belajar, bermain, bergaul, bekerja, berusaha atau berkarya. Seperti seorang anak yang kehadirannya saja tanpa tujuan apapun dengan semua derivatifnya seperti resolusi, cita-cita, impian, visi, misi, target sudah membuat hidup indah, berarti dan mendalam.

Selanjutnya apakah jika kita tidak membuat tujuan hidup dengan semua derivatifnya seperti resolusi, cita-cita, impian, visi, misi, target, kita tidak akan melakukan apapun? Tidak benar ! Bagaimanapun sifat manusia sebagaimana makhluk hidup lainnya adalah bergerak, melakukan sesuatu. Semua makhluk di alam semesta ini, semut, kucing, burung, anjing, kera, ayam, ikan, air, bumi, matahari melakukan sesuatu walaupun tidak ada tujuan hidup. Semua makhluk hidup melakukan sesuatu sesuai peran dan kapabilitas terbaik dirinya masing-masing. Ingat dalam hukum alam, kita tidak menarik apa yang kita inginkan, tetapi kita menarik siapa diri kita. We do not attract what we want, but what we are. Fokus pada peningkatan kapabilitas diri, karakter, kompetensi serta tabungan kebaikan ke seluruh makhluk di alam semesta melebihi cita-cita, impian, tujuan, visi, misi, target dan harapan. 

Sungguh sangat konyol, menyuruh ikan untuk memanjat pohon, menuntut kera untuk berenang atau mengharapkan katak untuk terbang. Hidup akan berjalan sesuai dengan fitrah/naturenya, sesuai kapabilitas dirinya masing-masing, tidak harus sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bila hidup ini harus sesuai keinginan kita, maka hancur kehidupan ini. Karena sebenarnya diri kita ini tidak tau apa-apa tentang kehidupan, kecuali hanya secuil. Setiap orang akan menemukan jalan hidupnya masing-masing. Tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain, atau membanding-bandingkan orang satu sama lain. Kita tidak pernah tau proses apa yang dilewati setiap individu. Maka nikmatilah proses hidup ini. Hidup sepenuh hati, here and now. Inilah yang penting !

Jim Collins dalam penelitiannya selama lebih dari 30 tahun (1965 – 1995) yang disampaikan dalam "Good to Great" terhadap 1435 perusahaan mendapati hanya 11 perusahaan yang menjadi great, mempunyai 3 kali pertumbuhan dibanding market selama 15 tahun. Artinya apabila investor menginvestasikan 1 USD pada 11 perusahaan tadi di tahun 1965, maka nilai saham satu dolar ini akan menjadi 471 USD di tahun 2000, atau mengalami kenaikan 471 kali lipat. Sedangkan rata-rata market hanya naik 56 kali lipat. Jim Collins menunjukkan bahwa untuk membangun perusahaan yang great, tujuan perusahaan dengan semua derivatifnya seperti visi, misi, target dan seterusnya tidak terlalu diperlukan. Arah hidup ataupun arah perusahaan akan terbentuk seiring dengan peningkatan kapabilitas diri, kapabilitas team atau kapabilitas perusahaan. Be the best version of your self ! Yang paling penting dan paling awal diperlukan adalah membangun team yang disiplin. Yang bisa bersinergi dengan kapabilitas terbaik masing-masing person.  Tanpa memberdayakan diri dan team serta meningkatkan kapabilitas, kemudian kita melemparkan tujuan, ini adalah logical fallacy yang sangat fundamental. Ujung-ujungnya harapan kosong atau panjang angan-angan yang itu akan menyiksa jiwa manusia dan meruntuhkan integritas diri.

Bila kita mengunjungi orang-orang jompo dan tua, apa yang telah mereka dapatkan setelah sekian puluh tahun menjalani hidup ini? Nothing ! Kecuali seberapa indah, mendalam dan berarti menjalani hidup. Berdasarkan riset John Izzo Ph.D pada tahun 2008 terhadap 1500 responden usia 60 tahun keatas dan 235 sampel di Amerika dan Kanada, menyampaikan bahwa bila disummarykan, ada 3 point, utama agar hidup kita tidak ada penyesalan, indah, mendalam dan berarti. Tiga point tersebut adalah :

(1) Hidup ikhlas, tenang dan damai. Menikmati proses hidup setiap moment. Banyak bersyukur dan Tidak menyia-nyiakan hidup. Menempa diri dan mengoptimalkan semua potensi serta karunia kehidupan dengan sebaik-baiknya. (QS 1 : 1-7)

(2) Sadar penuh, hadir utuh. Menyadari dari mana kita berasal, kemana kita kembali, apa yang kita lakukan. Menjalani hidup dengan kesadaran, kemurnian dan kejujuran serta tidak mengkhianati hati nurani. Hidup penuh integritas. Hidup dengan baik dan benar, tunduk patuh pada user guide Sang Pencipta serta mengikuti hukum alam semesta. (QS 1 : 1-7)

(3) Hidup dengan penuh makna, penuh cinta dan berkelimpahan. Melakukan/memberikan sesuatu yang bernilai dan jauh lebih besar dari diri sendiri. Banyak berbagi atau memberikan manfaat/kontribusi bagi sesama dan alam semesta. (QS 1 : 1-7)

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah (QS 51 : 56) (QS 3 : 102) (QS 1 : 7)

Deci, E. L., & Ryan, R. M. Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior. New York, NY: Plenum. 1985.

Augustine, James R., Human Neuroanatomy 2nd Edition, Wiley-Blackwell; 2nd edition (February 13, 2017) 

Maltz, Maxwell., Psycho-Cybernetics: Updated and Expanded, TarcherPerigee; Updated, Expanded ed. edition (November 3, 2015) 

Sol Luckman, Conscious Healing: Book One on the Regenetics Method, 2nd Edition, Crow Rising Transformational Media, 2018

Collins, Jim. Good to Great: Why Some Companies Make the Leap and Others Don't, Harper Business; 1st edition (July 19, 2011)

Deci, E. L., & Ryan, R. M. The “What” and “Why” of Goal Pursuits: Human Needs and the Self-Determination of Behavior. Psychological Inquiry, 11, 227-268. 2000.

Duckworth, Angela, Grit: The Power of Passion and Perseverance, Scribner Book Company; 1st edition (May 1, 2016) 

John Izzo Ph.D., The Five Secrets You Must Discover Before You Die, Berrett-Koehler Publishers; American First edition (November 22, 2007)

Green, M., John H. Schwarz, and Edward Witten. "Superstring Theory. Vol. 1, Introduction". Cambridge Monographs on Mathematical Physics. Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1988

Green, M., John H. Schwarz, and Edward Witten. "Superstring Theory. Vol. 2, Loop Amplitudes, Anomalies and Phenomenology". Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1988  

Verduyn, P. and Lavrijsen, S. Which Emotions Last Longest and Why: the Role of Event Importance and Rumination. Springer Science+Business Media New York,  31 October 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun