Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan fisik, mental dan spiritual masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Revolusi Manajemen Waktu

30 Januari 2021   12:50 Diperbarui: 7 Maret 2023   08:23 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tujuan dibalik manajemen waktu adalah produktivitas. Namun sebenarnya menjadi produktif itu bukan soal manajemen waktu tapi bagaimana kita bisa mengatur perhatian kita pada hal yang penting dalam hidup. Kita tidak produktif bukan karena kita tidak bisa mengatur waktu dengan baik, tapi kita tidak produktif karena kita tidak bisa mengatur perhatian dengan baik. Waktu adalah sumber daya yang lebih terbatas daripada uang, capital atau sumberdaya alam. Sedangkan perhatian adalah sumber daya yang lebih terbatas daripada waktu. Perhatian sejatinya adalah mata uang sesungguhnya yang paling berharga. Manajemen waktu hakikatnya adalah manajemen perhatian. 

Dalam mengatur perhatian dibutuhkan kesadaran diri (self awareness), kemampuan mengelola dan mengendalikan diri (self leadership/management) serta kemampuan untuk menyesuaikan diri (adaptation). Artinya kalau kita sudah mengatur jadwal, tapi kita lupa diri, tidak bisa mengontrol godaan dari sana sini serta terlalu kaku terhadap perubahan situasi dan kondisi maka yang terjadi adalah jadwal waktu berantakan, cenderung kontra produktif bahkan burn out. Kalau sudah burn out seperti ini maka untuk bangkit bisa melakukan aktivitas lagi jadi berat.

Paradigma lama tentang manajemen waktu adalah sebuah mindset menekankan bahwa sibuk itu sama dengan produktif dan ada semacam pressure yang besar bahwa kalau mau sukses harus sibuk. Kalau tidak sibuk maka dianggap orang malas. Orang sukses adalah orang sibuk. Ini adalah busy bandwagon mindset. Walaupun mindset ini salah namun sudah masuk ke alam bawah sadar masyarakat industri dan telah menjadi budaya. Yang ini harus direvolusi. Produktif bukanlah sibuk dan terus-menerus bekerja. Faktanya terus-menerus bekerja, justru membuat semakin tidak produktif. Produktif adalah berapa waktu yang kita investasikan dalam memberikan perhatian dalam menghasilkan nilai/value yang semakin besar. 

Ditengah zaman informasi yang membludak saat ini, tantangan manajemen waktu adalah distraksi perhatian berupa kesenangan sesaat/instant yang tak habis-habisnya terutama dari social media. Ini adalah fenomena "infinity pools" yang mana kita terjebak dalam kolam content yang tidak ada habisnya. Semacam lumpur hidup, bila perhatian kita sudah masuk susah untuk keluar. Fenomenanya jadi terbalik, bukan kita memanfaatkan gadget namun kita yang telah dimanfaatkan gadget . Perhatian kita terlalu banyak direpotkan dengan  whatsapp,  instagram,  tiktok  dan semua ilusi media 'sosial' yang sebenarnya jauh dari sosialisasi. Kita telah banyak diperbudak oleh social media yang dipenuhi dunia pamer, pencitraan, membanggakan diri, serta over needy mengharapkan views, likes, subscribes atau followers serta pernik-pernik kepalsuan dunia. 

Manajemen waktu dengan paradigma terbaru yang lebih revolusioner, bukan hanya sekedar to do list atau membagi-bagi aktivitas dalam skala-skala waktu. Manajemen waktu bukan untuk membuat kita sibuk untuk menyelesaikan daftar pekerjaan yang tidak ada habisnya. Lebih advance, manajemen waktu juga bukan pula sekedar memprioritaskan pada kuadran penting mendesak, kuandran penting tidak mendesak, kuadran tidak penting mendesak dan kuadran tidak penting tidak mendesak. Namun manajemen waktu saat ini adalah berapa banyak aktivitas yang bisa kita kurangi (eliminate), berapa banyak aktivitas yang bisa otomatisasi (automate) dan berapa banyak aktivitas yang bisa kita kolaborasikan (delegate) sehingga kita bisa memberikan perhatian pada aktivitas yang paling penting, paling bermakna, paling kita cintai dan menghasilkan nilai/value yang terbaik/terbesar tidak hanya untuk diri pribadi namun juga untuk kebaikan/kemanfaatan lingkungan sosial yang lebih besar.

Coba melambat (slow living), berhenti sejenak, tarik nafas dan hembuskan nafas secara natural. Pertama, apa yang mau kita highlight? Apa hal paling penting, hal paling bermakna dan hal paling kita cintai/senangi untuk kita lakukan dan bila kita lakukan menghasilkan nilai/value yang terbaik/terbesar? Puncak dan inti semua aktivitas kita adalah loving God, blessing others. Puncak dan inti semua aktivitas kita adalah menuju pada Satu yang Sejati yaitu Allah serta memberikan kebaikan/kemanfaatan bagi semesta alam. Apakah semua aktivitas kita baik itu to live, to learn, to love and to leave a legacy sesuai uniqueness kita sudah berada dalam kerangka loving God, blessing others? Berdasarkan pada Pareto's Law (80/20 Principles) kurangi, otomatisasi dan kolaborasikan 80% aktivitas kita dan fokus pada 20% yang menghasilkan nilai/value yang terbaik/terbesar. Kedua, apakah kita sudah melakukan laser? Apakah kita sudah benar-benar sadar penuh hadir utuh here and now melakukan hal-hal apa yang kita highlight tanpa distraksi atau mengalihkan perhatian ke hal-hal lain? Apakah kita sudah flow dan enjoy menikmati setiap proses kehidupan ini? Berdasarkan pada Parkinson's Law dimana semakin banyak waktu yang dialokasikan maka effort yang dikeluarkan semakin rendah. Maka buat timefrime yang tepat maka produktivitas semakin tinggi. Ketiga, apakah kita sudah memberikan energi (energize) pada highlight yang kita laser?

Stephen R. Covey menyampaikan bahwa setiap manusia memiliki empat dimensi yaitu fisik, spiritual, sosial/emosional dan mental. Untuk bisa memberikan energi (energize) pada highlight yang kita laser kita perlu memberikan perhatian pada pola hidup yang baik baik secara fisik, spiritual, sosial/emosional dan mental. Pola hidup yang baik secara fisik adalah dengan olahraga/natural movement yang teratur, nutrisi yang sehat dan istirahat yang cukup. Pola hidup yang baik secara spiritual dengan terus memurnikan diri dari semua kemelekatan duniawi dan membangun kesadaran untuk bisa selalu ikhlas dan bersyukur. Pola hidup yang baik secara emosional/sosial dengan banyak berbagi/memberi manfaat bagi sesama dan bersilaturrahmi/membangun hubungan yang baik dengan sesama yang didasari oleh jiwa abundance and love. Pola hidup yang baik secara mental dengan kedisiplinan. Disiplin artinya ketika kita sudah menetapkan komitmen pada suatu hal, kita terus berusaha memenuhi komitmen tersebut dan tidak berhenti sampai komitmen tersebut terpenuhi.

Ilustrasi sederhana agar kita bisa memberikan perhatian pada hal paling penting, hal paling bermakna dan hal paling kita cintai/senangi adalah menyadari waktu adalah 'ashr / waktu sore hari/ injury time, yang harus kita manfaatkan dengan seoptimal mungkin karena sebentar lagi habis/tenggelam. Lakukan hal paling penting di awal maka hari kita akan jauh lebih mudah. Kesadaran yang perlu dibangun adalah we make time, we have time. Tidak ada yang namanya tidak ada waktu, yang ada adalah tidak diprioritaskan. Ketika itu jadi prioritas dan dikomitmenkan maka pasti ada waktu (wal 'ashr). Kurangi (eliminate), otomatisasi (automate) dan berbagi/kolabrasikan (delegate) aktivitas yang tidak/kurang penting, tidak/kurang bermakna dan tidak/kurang kita cintai/senangi dan tidak menghasilkan nilai/value yang terbaik/terbesar baik untuk diri pribadi maupun untuk kebaikan/kemanfaatan lingkungan sosial yang lebih besar. Eliminasi hal-hal atau aktivitas-aktivitas "sampah" (innal insaan lafii khusr). Lakukan aktivitas yang benar-benar paling penting, paling bermakna dan paling kita cintai/senangi dan menghasilkan nilai/value yang terbaik/terbesar tidak hanya untuk diri pribadi namun juga untuk kebaikan/kemanfaatan lingkungan sosial yang lebih besar (illalladziina aamanuu wa 'amalussholeh). Bila kita sudah optimalkan dalam kapasitas terbaik yang benar-benar menjadi core purpose, core value, core competence dan core character kita maka selanjutnya adalah lepaskan semua distraksi baik online maupun offline. Hijrah (move) ke komunitas (circle) yang kondusif dan memberdayakan baik komunitas (circle) online maupun offline (watawa shoubil haq). Terakhir sikap yang perlu dibangun baik diri sendiri dan/atau bersama komunitas (circle) adalah sabar (shobr) dalam prosesnya. Baik itu sabar (shobr) dalam kesadaran diri (self awareness), sabar (shobr) dalam mengelola dan mengendalikan diri (self leadership/management) maupun sabar (shobr) dalam menyesuaikan diri (adaptation) (watawa shoubis shobr).  

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah  (QS 103 : 1-3)

Vaden, Rory, Procrastinate on Purpose: 5 Permissions to Multiply Your Time, Tarcher Perigee (December 1, 2015)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun