Mohon tunggu...
Mohammad Syarrafah
Mohammad Syarrafah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pernah belajar di TEMPO memungut serpihan informasi di jalanan. Bisa dihubungi di email: syarraf@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketika Bu Risma Enggan Jadi Menteri dan Bicara tentang Jakarta

18 Juli 2019   08:31 Diperbarui: 19 Juli 2019   16:04 2448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bu Risma saat meresmikan underpass/Dok. Humas Pemkot Surabaya

Tensi kegaduhan pesta demokrasi pemilihan presiden dan wakil presiden tampaknya sudah mulai redup. Terutama setelah adanya pertemuan antara Jokowi-Prabowo di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019). Meski begitu, masih ada saja oknum-oknum "perusuh" yang hendak bikin gaduh.

Setelah Jokowi berhasil mengadakan rekonsiliasi dengan Prabowo, mungkin langkah selanjutnya yang harus dipikirkan adalah menggodok calon-calon menteri yang akan membantunya di periode kedua ini. Akhirnya, reshuffle kabinet menjadi sesuatu yang mendesak.

Apalagi, dia sempat menyampaikan bahwa akan melakukan reshuffle kabinet sebelum dilantik menjadi presiden di periode kedua, yakni Oktober 2019. Alasannya, supaya ketika sudah dilantik tinggal "berlari" cepat membangun Indonesia.

Di samping itu, Jokowi sudah meminta partai pendukungnya untuk menyetorkan nama-nama yang sekiranya pantas menjadi menteri. Termasuk meminta nama-nama anak muda atau milenial untuk dijadikan menteri. Sejumlah partai pun ramai-ramai menyetorkan nama-nama itu.

Di tengah ramainya setor nama dan penggodokan calon menteri itu, ada beberapa pakar Komunikasi Politik yang menilai bahwa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sangat layak menjadi menteri Jokowi. Salah satu pakar yang menilai kelayakan itu adalah Pengamat Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi. Ia menilai, Bu Risma sangat layak dan sudah teruji kinerjanya di Kota Surabaya.

Jauh-jauh hari sebelum ada komentar dari para pakar, ada beberapa komunitas di Surabaya yang mendorong Bu Risma untuk menjadi menteri jika Jokowi-Ma'ruf Amin menang di Pilpres 2019. Dorongan itu datang dari barisan Milenial Kota Surabaya pada Sabtu (13/4/2019) atau pada saat masa kampanye Pilpres.

Sebenarnya, dorongan dan tawaran untuk menjadi menteri bukan hanya berembus kali ini saja. Namun sudah berkali-kali, termasuk ketika Jokowi menang dalam Pilpres 2014 silam. Saat itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menawarkan posisi menteri kepada Bu Risma. Namun, ia menolak tawaran tersebut karena dia ingin menyelesaikan tugasnya sebagai Wali Kota Surabaya.

Tolak Jadi Menteri 
Tampaknya, pendirian dan janji itu terus dipegang oleh Bu Risma hingga saat ini. Setelah beredar lagi dorongan untuk menjadi menteri di periode kedua Jokowi ini, secara tegas dia memastikan menolak. Lagi-lagi dengan alasan ingin menuntaskan masa jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya.

Penolakan menjadi menteri ini terungkap dalam video wawancara khusus dengan TEMPO ketika Bu Risma berkunjung ke kantor TEMPO di Jakarta pada Senin, 8 Juli 2019.

Saat itu, Bu Risma ditanyakan beberapa tema, salah satunya apabila ditawari jadi menteri. Dengan tegas, ia memastikan akan menolaknya. "Enggak, kalau ditawari saya juga tidak mau jadi menteri. Saya kan masih jadi Wali Kota Surabaya. Saya mau sampai selesai (hingga 2021)," katanya.

Mungkin, inilah definisi janji atau komitmen seorang pemimpin yang sesungguhnya. Dia tidak mau mengambil jabatan yang saat ini "diperebutkan" partai-partai pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Dia hanya ingin fokus menuntaskan dan menepati janji-janjinya sebagai Wali Kota Surabaya.

Meskipun sebetulnya, janji-janji kepada warga Surabaya sudah tuntas semuanya. Buktinya, kurang apa coba di Kota Surabaya? Kota ini telah menjelma menjadi kota terbaik di Indonesia dan sudah sejajar dengan kota-kota besar di dunia.

Cara Bu Risma menjaga janji dan komitmennya untuk warga Kota Surabaya, mengajarkan kita bahwa loyal itu berat, tapi tetap harus ditepati dan dijalankan. Jika meminjam bahasanya Kasatpol PP Surabaya Irvan Widyanto, kira-kira seperti ini: "Loyal itu sakit, tapi lebih sakit jika tidak loyal". Dalem banget ini mah! Mari merenung sejenak.

Bu Risma Bicara Jakarta
Selain menanyakan tentang tawaran menteri, TEMPO juga menanyakan pendapat Bu Risma tentang rencana pemindahan ibu kota ke daerah lain.

Bu Risma pun menjelaskan bahwa tidak tahu pasti apa background atau latar belakang Presiden Jokowi berencana ingin memindahkan ibu kota. Ia pun menduga Presiden Jokowi menginginkan ada lingkungan atau suasana ibu kota yang bagus, karena bagaimana pun juga, ibu kota itu adalah wajah dari suatu negara.

"Bagaimana pun itu kan membawa impact kepada image suatu bangsa dan suatu negara," kata Bu Risma.

Sejauh ini, dia pun masih yakin bahwa ibu kota negara atau Jakarta ini bisa diperbaiki, mungkin akan ada wacana baru jika Jakarta diperbaiki. Bu Risma pun menyadari bahwa memang hal itu tidak mudah, butuh effort (usaha) yang cukup tinggi, artinya bukan hanya uang, tapi juga kerja keras.

Namun begitu, Bu Risma menyadari bahwa persoalan pindah ibu kota itu bukan di tataran setuju atau tidak menyikapinya. Karena rencana yang membutuhkan dana cukup besar itu pasti memiliki latar belakang yang kuat.

Nah, wawancara khusus dengan TEMPO itu kemudian di-share di berbagai media sosial, termasuk di twitter. Tanggapan warganet pun beragam. Salah satu komentar yang menggelitik saya adalah dari Arif Susanto (@withrif) yang ternyata merupakan pengamat politik dari Exposit Strategic.

"Wooi warga Jkt dikode-in tu. Selesai Walkot Sby 2021, lalu...?" Dari sini lah saya kepikiran untuk menuliskan sebuah judul kode keras dari Bu Risma.

Beberapa hari kemudian, ada sebuah video pendek dari Rumah Bhara yang diunggah oleh akun twitter @Elina-Vay. Ia memberi caption: "Apa jadinya kalo Bu Risma jadi Gubernur Jakarta? SETUJU" (lalu emoticon ngacung).

Video pendek itu ketika Bu Risma dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ada acara di CFD Bungkul. Saat itu, MC acaranya agak "nakal", ia bilang akan menculik Bu Risma untuk Jakarta. Ketawa dua tokoh itu pun pecah. Video itu pun ramai dan menuai banyak komentar.

Video ini pun di-retweet oleh @makLambeTurah. Akhirnya, video ini semakin ramai dibicarakan. Rata-rata komentarnya sangat berharap setelah Bu Risma menyelesaikan tugasnya di Surabaya pada 2021, lalu mereka berharap untuk pindah ke Jakarta, jadi Gubernur DKI Jakarta.

Jika melihat sederet prestasi Bu Risma dan perubahan Kota Surabaya yang kian cantik nan indah serta suhunya semakin dingin, warga mana coba yang tidak mau dipimpin Bu Risma? Di samping itu, pemimpin sekaliber Bu Risma memang sangat eman jika hanya memimpin sebuah kota, dia harus terus berkreasi dan berprestasi di tingkat yang lebih tinggi, mungkin juga salah satunya di DKI Jakarta.

Namun yang pasti, penulis sendiri tidak mau ikut campur apakah Bu Risma harus ke Jakarta atau tidak. Jika pembaca ada yang berharap demikian, silahkan tuliskan harapan kalian di kolom komentar ya......

Terima kasih dan salam damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun