Mohon tunggu...
Rizki Luthfiah Aziz
Rizki Luthfiah Aziz Mohon Tunggu... Aktor - An Observer and Participant of Life

Pengelana yang ingin mengarungi samudra kehidupan dan menyelami misteri alam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hindari Ancaman, Bukan Musnahkan Ancaman

5 Juni 2020   15:52 Diperbarui: 6 Juni 2020   07:27 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock via nypost.com

Kedua, serahkanlah segalanya pada kemandirian masing-masing orang namun gencar melakukan tandingan dengan melakukan publikasi dan sosialisasi besar-besaran atas ideologi yang direstui. Ini yang dilakukan oleh negara-negara barat yang menjalankan demokrasi terbuka yang bernuansa liberal seperti Amerika Serikat. Apa ada ideologi yang dilarang oleh pemerintah A.S?

Gereja pemuja setan saja bisa bebas beraktivitas tentu kecaman pihak lain dan tekanan dari sana-sini tetap bisa dilakukan. A.S adalah leader blok barat dalam memerangi komintern yang dipimpin Uni Soviet di era perang dingin, Kennedy mati-matian menghadapi Kriris Misil Kuba 1962, LBJ rela dikata-katai oleh masyarakat yang anti-perang Vietnam hingga Reagan yang terkenal dengan permohonannya saat berucap, "Mr. Gorbachev, Tear Down This Wall!" yang merujuk pada Tembok Berlin. Meski demikian hingga kini gerakan-gerakan kiri di Amerika Serikat bukanlah gerakan bawah tanah, mereka kerap mengampanyekan ideologinya.

Pemerintah A.S tidak ambil pusing, makhluk yang sudah lama mati tidak akan mungkin bangkit dari kubur. Meskipun bangkit hanya akan menjadi zombie yang menjadi bahan tertawaan saja. Tidak diambil serius. Justru ancaman gerakan far-right yang kerap memboncengi pandangan rasis lebih menarik perhatian pemerintah A.S, seperti gerakan Klu Klux Klan, Neo-Nazi dan lainnya. Lucu mengingat A.S sendiri yang memimpin sekutu memberantas Nazi di Eropa saat Perang Dunia II.

Ya itulah kedewasaan demokrasi A.S yang rasa-rasanya tidak akan mungkin diterapkan di negara-negara dunia ketiga. Tidak salah memang, saya pun khawatir bila sebagian orang yang hanya karena sekali-dua kali baca buku tiba-tiba jadi seorang fasis, atau karena sekali-dua kali melihat ketidakmerataan pembangunan lalu mendadak jadi 'belok kiri'. 

Perlu diketahui oleh dunia bahwa sebagai warga Indonesia yang 'merah-putih' saya pribadi seorang Pancasilais yang menolak marxist dan segala variannya. Bagi saya cita-cita menciptakan masyarakat tanpa kelas yang bisa saling mencukupi adalah pemikiran yang terlalu utopis sampai-sampai tidak akan bisa terwujud kecuali di surga. Bahkan surga yang saya yakini pun ada kelasnya, dari mulai surga terendah sampai surga firdaus.

Belum lagi soal narasi penentangan terhadap agama sangat tidak cocok dengan saya yang menggemari segala hal yang berbau spiritual. Artinya saya menolak pemikiran yang memang dikecam oleh otoritas atas kesadaran penuh dan pemahaman yang matang, bukan karena asal mangut membeo. Kembali ke dua opsi yang saya tuliskan tadi, bila yang kedua dirasa tidak mudah dilakukan maka yang pertama sejatinya dapat diutamakan, yaitu dengan memberikan haluan dasar bahwa ideologi tertentu dinilai salah.

Ini berlaku pada diri saya sendiri, sejak kecil betapa banyak input saya terima tentang kebenaran agama saya, tentu sebagaimana anak kecil umumnya saya juga menerimanya secara dogmatis tanpa ragu. Hal ini membentuk pribadi saya hingga semakin saya melakukan komparasi agama semakin saya merasakan kebenaran agama saya.

Semakin saya memperbanyak bacaan tentang agama lain semakin saya bersyukur memeluk agama saya ini. Cukup dengan kemandirian pikiran dan hati saja, tidak perlu kecaman ini-itu, tidak perlu penekanan dari sana-sini, tidak perlu melalui perdebatan yang tidak sehat, toh saya sendiri mampu menjaga, atau semoga menguatkan, iman atas dasar hati dan pikiran yang matang. Bila saya bisa kenapa orang lain tidak?  

Ilustrasi sederhana yang relevan adalah ketika kita membayangkan api maka kita setuju bahwa api dapat membahayakan, apalagi bila sudah tergolong kebakaran.

Langkah yang tepat bukanlah memusnahkan api, karena sekalipun api tidak dimunculkan melalui korek, minyak dan gas, api bisa tetap muncul secara alamiah misal melalui sambaran petir. Maka yang lebih tepat dilakukan adalah menggencarkan sosialisasi penggunaan hydrant agar semua orang bisa mengatasi kebakaran secara mandiri. Tentu tidak ada salahnya juga bila mengingatkan orang-orang agar menghindari api meski kita tahu bahwa api tetap ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun