Mohon tunggu...
Mohammad Reza
Mohammad Reza Mohon Tunggu... Freelancer - Low profil

Belajar beropini. #MahasiswaBisaBeropini

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Parliamentary Threshold dalam Pemilu bagi Kurasi di Parlemen dan Parpol

15 Januari 2020   03:36 Diperbarui: 14 Desember 2021   12:23 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pemilu 2009 (KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD )

Di Indonesia, pemilu sudah dilakukan sejak tahun 1955 pada masa demokrasi parlementer hingga sampai pada April 2019 yang dimana pemilu saat ini dilakukan secara serentak dengan memilih presiden dan legislatif. Pemilihan umum (Pemilu) 2019 merupakan pemilihan presiden dan legislatif yang diadakan secara serentak.

Digelarnya pemilu serentak ini adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14 / PUU-11/2013 tentang pemilu serentak, yang bertujuan untuk meminimalkan anggaran negara dalam pelaksanaan pemilu, meminimalisir anggaran kampanye bagi peserta pemilu, serta politik uang yang melibatkan pemilih, penyalahgunaan kekuasaan atau mencegah politisasi birokrasi, dan merampingkan skema kerja pemerintah.

Pada pemilihan umum 2019 yang dilakukan secara serentak, khususnya pemilu legislatif di tingkat nasional, terdapat 16 partai politik yang menjadi peserta pemilu 2019. 

Partai politik maupun calon-calon legislatif partai ini berkompetisi dan saling menunjukkan strategi dan kampanye politikya, ada yang berkampanye melalui komunikasi politik secara langsung ada juga yang melalui kekuatan media.

Namun dengan dikeluarkannya  Pasal 415 UU. 7/2017 tentang Undang-Undang Pemilu yang menyatakan bila partai tidak memenuhi ambang batas perolehan suara, partai tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR di setiap dapil, membuat partai politik yang perolehan suaranya tidak mencapai parliamentary threshold atau ambang batas perolehan suara tidak memiliki keterwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat di pusat, Senayan.

Akibatnya, banyak partai politik peserta pemilu 2019 yang tidak memiliki keterwakilan di dalam parlemen di tingkat nasional, khususnya partai-partai baru.

Tercatat dari 16 partai politik, terdapat 9 partai politik yang perolehan suaranya mencapai lebih dari 4% ambang batas parliamentary threshold, antara lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Pertai Golkar, Partai Nasdem, Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan. 

Ketujuh partai politik lainnya tidak mencapai 4%, partai-partai politik tersebut ialah, Partai Hanura, Partai Bulan Bintang, PKPI, dan empat partai baru yakni, Partai Garuda, Partai Berkarya, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Perindo.

Secara historis, pada penerapan pemilu 2009, yang dimana berdasarkan pada Pasal 202 UU. No. 10 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Pemilu, ambang batas parliamentary threshold ditentukan sebesar 2,5%. 

Kemudian di pemilu-pemilu berikutnya pemberlakuan ambang batas parlemen ini semakin meningkat. Pada pemilu 2014, yang dimana menurut UU. No. 8 Tahun 2012 ditentukan sebesar 3,5% ambang batas parlemen yang artinya meningkat 1%. Pada pemilu yang diselenggarakan terakhir 2019 lalu, meningkat 0,5% yaitu 4% ambang batas parliamentary threshold.

Pada praktiknya, ambang batas parliamentary threshold ini dinilai membuat partai-partai baru sulit lolos ke parlemen di tingkat pusat. Pemberlakuan sistem ambang batas parlemen ini menjadi kendala masuknya partai-partai baru untuk melenggangkan partai politiknya untuk duduk di kursi parlemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun