Mohon tunggu...
Qomarul Huda
Qomarul Huda Mohon Tunggu... Guru - Bapak satu anak

Masih belajar dunia tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keterbatasan Bukan Penghalang

4 Desember 2021   21:49 Diperbarui: 4 Desember 2021   21:57 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyandang disabilitas (sumber: kompas.com)

Tanggal 3 Desember kemarin kita memperingati Hari Disabilitas Internasional tahun 2021. Disabilitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti "Keadaan (seperti sakit atau cedera) yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang; keadaan tidak mampu melakukan hal-hal dengan cara yang biasa".

Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan RI disebutkan bahwa penyandang disabilitas merupakan kelompok minoritas terbesar di dunia, dimana 80 persen dari jumlah penyandang disabilitas di dunia berada di kalangan negara-negara berkembang. Perlu diketahui juga, anak-anak mengambil porsi sepertiga dari total penyandang disabilitas dunia.

Sebagai sesama warga negara, para penyandang disabilitas hendaknya mendapat hak dan perlakukan yang sama seperti masyarakat pada umumnya. Namun kita sering mendengar berita mengenai perlakuan diskriminasi bagi penyandang disabilitas.

Banyak orang yang menganggap disabilitas tidak bisa bekerja dan beraktivitas dengan baik, padahal keterbatasan tersebut tidak serta merta menjadi penghalang. Tak pelak kita seringkali mendengar suara-suara miring yang terkesan merendahkan.

Kita tentu masih ingat pada tahun 2019  viral berita tentang drg Romi Syofpa Ismael yang hampir saja menjadi korban diskriminasi. Drg Romi yang mengikuti seleksi CPNS menduduki peringkat pertama di formasinya. 

Tiba-tiba pemda setempat membatalkan kelulusannya karena mengetahui bahwa drg Romi merupakan penyandang disabilitas.

Pemerintah daerah dinilai telah salah tafsir saat menganggap drg Romi tidak lolos tes kesehatan jasmani dan rohani. Perjuangan panjang yang telah dilalui membuahkan hasil saat pemerintah pusat memutuskan untuk mengembalikan haknya sebagai CPNS dokter gigi.

Kejadian yang menimpa drg Romi hanyalah satu diantara sekian kasus diskriminasi terhadap mereka. Padahal tidak sedikit pula penyandang disabilitas Indonesia yang berprestasi di tengah segala keterbatasan.

Ada nama Dimas Prasetyo peraih tiga medali emas ajang Special Plympics World Summer Games 2015 di Los Angeles cabang bulu tangkis. Pada ajang yang sama tahun 2011, Stepanie Handojo meraih emas di cabang renang.

Anis Rahmatillah, siswi tunadaksa meriah gelar juara dalam Olimpiade Sains Nasional pelajaran IPA. Ada juga Muhammad Zulfikar Rakhmat yang punya gangguan motorik dan membuat tangannya selalu bergetar mampu meraih beasiswa S-1 di Qatar serta S-2 di Manchester University.

Mereka merupakan sekelumit contoh penyandang disabilitas yang punya visi besar, tidak minder dan mampu menunjukkan prestasi hebat.

Pemerintah maupun pihak-pihak yang terkait telah berupaya memberikan hak-hak bagi penyandang disabilitas. Kita lihat banyak tempat-tempat yang menyediadakn spot khusus untuk disabilitas. Dalam penerimaan CPNS pemerintah juga telah mengalokasikan formasi khusus disabilitas.

Dalam even olahraga juga sudah banyak turnamen yang khusus diselenggarakan bagi para penyandang disabilitas. Misal ada ASEAN Para Games, Asian Para Games sampai Paralympic Games di tingkat dunia.

Dalam bidang pendidikan, selama ini siswa yang berkebutuhan khusus identik dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Pemerintah telah berupaya agar mereka juga bisa belajar di sekolah umum seperti anak-anak lainnya.

Maka sekarang digalakkan namanya sekolah inklusi yaitu sekolah yang juga memberikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Mereka belajar bersama anak-anak normal lainnya, namun tetap mendapat pendampingan oleh guru.

Memang belum banyak sekolah yang membuka diri menjadi sekolah inklusi. Namun setidaknya ini sebagai usaha agar anak-anak yang menyandang disabilitas juga berhak mendapatkan layanan pendidikan yang sama.

Ah, saya jadi ingat teman saya ketika mondok dulu. Namanya Subki tapi biasa dipanggil Kang Subuh. Ia juga penyandang disabilitas dengan (maaf) kedua kakinya tidak bisa digunakan normal. Tapi saya melihat kekurangannya itu tidak lantas membuatnya patah semangat.

Ia bisa naik (membonceng) motor, menjadi muadzin masjid, bahkan sudah terbiasa naik turun lantai tiga dengan tumpuan kedua tangannya. Semangatnya untuk terus belajar sangat tinggi. 

Maka tidak heran jika kemudian ia mampu melanjutkan ke perguruan tinggi dan sudah menyelesaikan S-1 nya. Dalam hal tertentu, saya akui ia lebih pintar daripada saya.

Ketika terakhir bertemu beberapa waktu lalu ia sudah ada kemajuan. Kang Subuh sudah bisa mengendarai motor sendiri yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa. Ia bisa kemana-mana tanpa meminta bantuan teman untuk mengantarkannya.

Semangat seperti Kang Subuh inilah yang kita harapkan akan terus menyala dalam diri teman-teman kita yang punya kekurangan tersebut. Kita tentunya juga harus memberikan semangat kepada meraka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun