Mohon tunggu...
Syarif Mohammad
Syarif Mohammad Mohon Tunggu... -

Humanist Transcendent

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Mental Juara

25 September 2013   06:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:26 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Di saat bangsa ini sedang benar-benar membutuhkannya, kabar baik itu datang dari Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (22/9). Suasana gegap gempita merebak ke penjuru tanah air saat tim Garuda Muda mengalahkan Vietnam pada final Piala AFF U-19. Sebuah kemenangan heroik dalam 22 tahun penantian, tidak saja bagi insan bola, tapi juga kita sebagai bangsa.

Anak-anak muda itu tampil dalam sebuah kultur sepak bola yang langka di negeri kita. Mereka memelihara disiplin sepanjang pertandingan sama kuatnya dengan upaya mempertahankan stamina. Mereka memelihara sikap respek sama telatennya dengan usaha menjaga kekuatan teknis bermain. Mendapat tekanan pada babak pertama, mereka bangkit pada babak berikutnya. Kalah angka pada awal adu penalti, mereka bangun dan menang pada akhirnya.

Andai sepak bola menjadi cermin kita berharap bangsa ini menyerap nilai-nilai yang membawa anak-anak muda itu pada keunggulan. Lihatlah bahwa kemenangan tidak lahir dari suasana ricuh, tidak bersumberkan penyelewengan norma. Sebagaimana kampanye "disiplin" dan "respek" terpampang di stadion sepanjang pertandingan, nilai-nilai itu juga melekat pada para pemain sepak boa kita.

Puluhan tahun kita gagal menyerap nilai positif olahraga ini karena atmosfer yang melingkupinya memang beracun. Sepak bola kita lama menjadi etalase pertikaian pengurus, pertarungan mafia judi, konflik politik, dan ajang katarsis penonton yang tertekan. Secara sederhana, kultur sepakbola kita kira-kira mengandung unsur caci maki terhadap pemain, perkelahian antar tim, penyerangan terhadap wasit, perusakan stadion, penganiayaan suporter lawan, pelemparan bus tim lawan, bahkan razia terhadap kendaraan dengan pelat nomor kota lawan.

Sepak bola adalah permainan. Setiap permainan meniscayakan kehadiran peraturan. Kalau kita sudah mengabaikan peraturan, berarti sudah tidak ada lagi permainan. Kalau hidup kita andaikan sebuah permainan dan kita mengabaikan peraturannya, maka hidup kita sudah kehilangan makna. Hal yang muncul adalah penafian aturan kemudian bangsa kita tenggelam dalam kejahatan korupsi, kericuhan politik, penyelewengan jabatan, dan penindasan rakyat.

Sepak bola mempertontonkan keharusan kita untuk tunduk pada law of game dan discipline code. Ini bukan semata ketentuan yang mengikat sebelas pemain, melainkan siapapun kita yang secara praktik dan emosional terlibat di dalamnya. Tentu peru kampanye terus-menerus agar nilai-nilai yang kerap kita sebut sebagai sportivitas itu menular kepada semua orang.

Pada 2008, asosiasi sepak bola Inggris mulai mengampanyekan nilai respek. Dua tahun kemudian, asosiasi wasit sepakbola Amerika juga berkampanye tentang hal yang sama. Wasit mungkin salah memutuskan, namun bertindak buruk terhadap mereka sama saja dengan merusak nilai sepakbola.

Sungguh menarik bahwa sepak bola Eropa dan Amerika ternyata juga mengalami kegelisahan atas pertumbuhan suasana tidak sportif di lapangan dan di luar lapangan. Padahal, kondisi mereka jauh lebih baik daripada persepakbolaan negeri kita.

Dari kemenangan pasukan Garuda Muda, kita berharap bangsa ini belajar tentang mental juara. Inilah mental untuk memelihara disiplin, sikap respek, tanggung jawab, kerja keras, kerja sama dan kejujuran. Mudah-mudahan kita bisa memagari anak-anak muda itu dari kekacauan di sekeliling mereka.

Salam Olahraga

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun