Mohon tunggu...
Mohamad Asrori Mulky
Mohamad Asrori Mulky Mohon Tunggu... Dosen - Penyintas di Jalan Ilmu

Penyintas di Jalan Ilmu, Pernah Nyantri di PonPes Subulussalam, Kresek, Banten dan Pondok Tahfidz Daarul Qur'an, Cikalahang Dukupuntang, Cirebon.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ben Anderson yang Saya Pahami

23 Juni 2021   06:25 Diperbarui: 23 Juni 2021   07:31 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ben Anderson / via republika.co.id

Ben Anderson mengingatkan bahwa apa yang namanya revolusi pemuda itu sesungguhnya memang pernah ada. Dan revolusi itu sendiri, kata dia, selain revolusi menentang pendudukan kolonial asing, antara tahun 1945-1949, juga berlangsung revolusi sosial populis, yakni revolusi "melawan birokrat kolaborator Belanda, monarki dan aristokrasi lokal yang menindas, kepala-kepala desa yang dibenci, mata-mata Belanda, dan kadang-kadang juga golongan 'pengkhianat' (yang umumnya orang Kristen-Indonesia), dan tentu saja golongan yang paling tidak disukai, yakni para pedagang keturunan Cina, para pembunga uang, dan lain sebagainya."

Meski Ben Anderson lebih suka bergaul dengan kaum marjinal, bukan berarti dia tidak bergaul dengan kaum elite yang sedang berkuasa. Membuka pergaulan dengan banyak orang dan seluas-luasnya dia anggap penting. Kendati begitu, di mata Ben Anderson, para elite penguasa ini tidak menarik perhatiannya karena melawan nalurinya itu terus memberi kontrol pada setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh elite. Dia malah lebih tertarik pada kekuasaan untuk menelanjanginya, bukan untuk berada di dalamnya. 

Sikap inilah yang kemudian menjadikannya dimusi rezim Orba Seoharto dan yang membuatnya dilarang masuk ke Indonesia selama 27 tahun. Ben Anderson baru bisa kembali datang ke Indonesia setelah Soeharti tumbang. Ben Anderson adalah seorang yang dengan sadar memilih jalan Kiri sebagai sikap politik. Sebab, kiri adalah perlawan dan pembelaan terhadap kaum tertindas. Sikap inilah yang terus Ben Anderson pertahankan hingga ajal menjemputnya.

Perlu diketahui di sini, bahwa peristiwa penyekalan teradap Ben Anderson bermula saat dirinya menuliskan sebuah laporan ilmiah bersama dua sarjana Cornell lain "A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia", terkenal dengan Cornell Paper. Pencekalan itu pada akhirnya membuat Ben Anderson mengalihkan studinya ke Filipina dan Thailand. 

Dari kerja kerasnya itu dia menghasilkan karya-karya terbaik yang sangat berpengaruh, seperti "Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism" (1983), "Under Three Flags: Anarchism and the Anticolonial Imagination (2005), the Fate of Rural Hell: Ascetism and Desire in Buddhist Thailand" (2012). Tekanan yang dilakukan Soeharto tidak membuat Ben Anderson patah semangat untuk terus mengembangkan risetnya. Justru dari tekanan itu dia telah melahirkan karya-karya besar seperti yang disebutkan sebelumbya.

Ben Anderson tidak sendirian menulis Cornell Paper. Bersama dengan dua orang teman lainnya (Ruth McVey dan Frederick Bunnel), dia melakukan studi untuk mendalami apa yang sesungguhnya terjadi terkait peristiwa berdarah Gerakan 30 September 1965. Berbekal informasi yang tersedia dan data yang terbatas, mereka melakukan riset serius. 

Mereka menemukan bahwa para perwira yang terlibat dalam Gerakan ini sebagian besar berasal dari Kodam Diponegoro, di mana Mayjen Soeharto pernah menjadi panglimanya. Beberapa perwira bahkan dikenal dekat dengan Soeharto. Studi ini berkesimpulan bahwa percobaan kudeta ini terjadi karena persoalan ketidakpuasan di kalangan perwira muda Angkatan Darat terhadap jenderal-jenderal mereka.

Studi yang diberi judul 'Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in Indonesia' pada awalnya memang dimaksudkan hanya sebagai kajian sementara karena keterbatasan informasi yang mereka peroleh. Mereka membagikannya kepada beberapa kolega untuk mendapatkan komentar dengan catatan hanya dipakai untuk kepentingan sendiri dan tidak disebarluaskan. 

Mereka mengkhawatirkan keselamatan banyak kawan di Indonesia, yang sekalipun tidak tahu akan adanya dokumen ini, namun bisa jadi akan dikaitkan oleh pemerintahan militer Soeharto. Namun, entah mengapa, analisis ini bocor keluar dan beredar dari tangan ke tangan, hingga akhirnya dokumen itu sampai juga ke tangan penguasa militer Orde Baru. 

Jurnalis konservatif Arnold Brackman menuduh bahwa analisis ini disusupi kepentingan ideologis pengarangnya. Inilah alasan mengapa Ben Anderson dicekal tidak boleh ke Indonesia hingga beberapa tahun lamanya. Dia bisa kembali ke Indonesia setelah pemerintahan Soeharto tumbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun